Quantcast
Channel: Nasirullah Sitam
Viewing all 749 articles
Browse latest View live

Cold Brew di Kedai Kopi Ndalem Tjipto Harsanan

$
0
0
Cold Brew di Ndalem Tjipto Harsanan
Cold Brew di Ndalem Tjipto Harsanan
Setiap ada undangan mengopi di sekitar Keraton atau daerah selatan, sudah jelas yang mengajak adalah Ardian. Dia yang sering mengajakku menikmati kopi atau sekadar berkunjung ke kedai kopi yang ada di daerah selatan Jogja (meski masih di dalam ring road). 

Sore ini, dia mengajak ngopi di sekitaran Jokteng. Seperti biasa, Ardian pasti mengirimkan Maps kedai kopi yang dituju. Aku tinggal membuka maps dan memesan ojek daring menuju ke lokasi. Aku lihat di maps, lokasinya hanya di belakang jokteng yang jalan Parangtritis. 

Ndalem Tjipto Harsanan nama kedai kopinya. Ojek daring sudah mengantarku sampai Jokteng. Karena kebingungan, aku putuskan sampai di sini saja. Lalu jalan kaki bertanya juru parkir. Alhasil, untuk menuju kedai kopi, aku harus memutar balik. Karena akses jalannya lumayan jauh jika jalan kaki. 

“Belakang sini mas, tapi jalannya harus lewat sana,” Terang juru parkir. 

Sebenarnya, aku bisa saja telepon Ardian untuk menjemput. Namun, aku sedang ingin jalan kaki. Kuikuti jalan di peta, akhirnya sampai juga di lokasi. Plang tulisan hitam melekat pada tembok bangunan rumah “Ndalem Tjipto Harsanan”. Tempat ini beralamatkan di Jalan Siliran Kidul No.27, Panembahan, Kota Yogyakarta. 
Plang petunjuk arah Ndalem Tjipto Harsanan
Plang petunjuk arah Ndalem Tjipto Harsanan
Sampai di tempat ini, aku melihat Ardian sudah berbincang dengan pemilik kedai plus warung. Kami berbincang sejenak. Seperti biasa, Ardian sudah membeli dua botol cold brew yang berbeda varian. Satu botol bertuliskan Vanilla Lemon, dan satu lagi Specialty Araboca Cold Brew. Plus tulisan Kopi Ndalem dan keterangan Home Made. 

Aku belum paham betul kedai ini. Selain menyediakan cold brew, tampaknya Ndalem Tjipto Harsanan ini juga menyediakan menu makan. Bangunannya terbuka, tidak ada sekat sama sekali. Ada beberapa meja yang sudah tertata, pun di ujung tempat kasir. 

Menariknya, sewaktu kami di sini, sudah ada beberapa kali ojek daring yang memesan makanan untuk diantar ke pembeli. Ndalem Tjipto Harsanan ini menyediakan menu makanan yang siap antar menggunakan aplikasi. Satu hal yang aku ingat, tiap ojek daring yang menunggu pesanan mendapatkan jamuan segelas teh hangat ataupun es teh. 
Pemilik warung sedang berbincang dengan Ardian
Pemilik warung sedang berbincang dengan Ardian
Sedikit kutelusuri informasi Ndalem Tjipto Harsanan. Banyak yang merekomendasikan makanannya. Khususnya ayam panggang. Pun komentar di beberapa Local Guide tentang suasana nyaman dan respon staf yang baik menjadi nilai tersendiri. 

Bagi sebagian kedai, hal ini mungkin tidak penting. Namun, aku percaya, tiap kedai yang menjamu ojek daring dengan segelas minuman tentu mempunyai kesan tersendiri. Sebuah terobosan kecil yang dilakukan pemilik kedai, namun mempunyai kesan yang mendalam. Secara tidak langsung, aku suka dengan konsepnya. 

Kembali membahas minuman, khususnya clod brew. Dari obrolan dengan pemiliknya, kami diberi informasi jika memang belum banyak orang yang tahu tempat ini menjual clod brew. Aku sendiri bingung darimana Ardian tahu tempat ini. 

“Mungkin mas-mas ini bisa membantu kami agar tempat ini bisa lebih dikenal,” Ujar pemilik kedai. 

Kami berdua tersenyum, tentu sebuah pengharapan yang menurutku harus diaminkan. Aku tahu, pemilik kedai ini tidak bakal sadar jika kedainya bakal kutulis di blog. Namun, bisa jadi ini cara aku mengenalkan Ndalem Tjipto Harsanan. Meski kami hanya menikmati cold brew-nya saja. 

Terkait harga, aku malah lupa menanyakan. Waktu datang sudah ada dua minuman botol. Semuanya ditraktir Ardian. Sepertinya dia kemarin mendapatkan pekerjaan tambahan ke luar kota untuk meliput salah satu tempat maskapai di Jakarta. Lumayan, dapat cipratan traktiran. 
Dua minuman kemasan cold brew yang bisa dibeli
Dua minuman kemasan cold brew yang bisa dibeli
Aku mencicipi Vanilla Lemon Arabica. Kemasan botol berukuran 300 mililiter ini rasanya cenderung manis menurutku. Rasa asamnya tidak mencolok, cocok bagi yang suka minuman cenderung manis. Bagi yang berminat, kalian bisa memesan melalui aplikasi. 

Seperti yang kuutarakan di atas. Orang di sekitar lebih mengenal Ndalem Tjipto Harsanan sebagai tempat makan yang bangunannya di teras rumah, menunya enak, serta pramusajinya ramah. Bagiku, tempat ini adalah kedai kopi yang mempunyai minuman cold brew. 

Kutuangkan kembali cold brew pada gelas kecil yang sudah ada es batunya. Sesekali gantian mencoba minuman milik Ardian. Kami menikmati waktu sore sembari berbincang. Melepas penat setelah hari-hari biasanya bergulat dengan pekerjaan masing-masing. 

Di kedai kopi, tak melulu kami bekerja. Malah lebih sering sekadar santai sambil bercerita. Tak banyak yang bisa kuterangkan tentang Ndalem Tjipto Harsanan. Jika kalian penasaran, silakan mengunjungi sendiri. Bagiku, tempat ini cukup asyik untuk bersantai, bukan untuk bekerja. *Ndalem Tjipto Harsanan; Minggu, 02 Desember 2018.

Santap Malam Brokoli Goreng dan Nasi Goreng Jagung

$
0
0
Brokoli goreng siap disantap
Brokoli goreng siap disantap
“Memangnya brokoli bisa digoreng?” 

Sebuah pertanyaan yang menggelitik pikiranku. Terlebih kawan yang rumahnya tidak jauh dari Kopeng mengabarkan kalau dia sekarang sedang makan brokoli goreng. Setahuku bongkol brokoli hanya bisa digunakan sebagai sop. 

Sembari membalas WA-nya, aku belum membayangkan bagaimana wujud brokoli tersebut jika digoreng. Pun dengan rasanya. Tentu semua itu mengusik pikiranku. Kucoba berselancar, lantas mengetik kata “Brokoli Goreng”, ternyata memang ada. 

“Beneran ada toh,” Gumanku sendiri. 

Di Kopeng dan sekitarnya, brokoli goreng bukanlah hal yang baru. Brokoli goreng malah menjadi camilan kala makan. Sama halnya dengan waktu pertama melihat kol digoreng saat makan di Geprek Mas Kobis. Sebuah foto kuterima, kuamati seksama, ini adalah foto Brokoli goreng. 

“Oke. Sabtu besok aku menginap di dekat Kopeng. Khusus nyari Brokoli Goreng,” Tulisku. 

Lucu memang, main ke Kopeng demi brokoli goreng. Padahal, jika mau sedikit ribet, aku bisa saja tinggal beli brokoli di pasar, lalu menggorengnya. Hanya saja, aku bukan tipe orang yang suka masak. Di Jogja, urusan dapur saja kupercayakan kepada para penjual makanan. Belum pernah masak sendiri. 
Perkebunan milik warga di Kopeng
Perkebunan milik warga di Kopeng
Tuntas acara di Magelang dan menginap di Puri Asri, aku menghubungi kawan yang rencananya menjemput. Selang setengah jam, kawan tersebut sudah sampai lobi hotel. Kami berdua mengendarai motor menuju Kopeng. Aku sudah mendapatkan penginapan ala kadarnya, toh hanya untuk melepas lelah. 

Perjalanan dari Magelang menuju Kopeng lumayan lama. Hawa dingin makin terasa. Jalur ini sering aku lewati saat mengantarkan mahasiswa praktik lapangan di Salatiga. Jika biasa aku melintasi jalur ini pagi hari, sekarang berbeda. Sore meranjak magrib, aku mengendarai motor menuju penginapan. 

Rencana awal, kami ingin memanfaatkan waktu senja dengan melihat terbenamnya matahari. Hanya saja semua tinggal rencana. Aku sendiri sedikit capek, selain itu juga malas keluar kalau sudah di penginapan. 

Alasan yang lainnya karena masih ada esok hari jika ingin memotret lansekap di sekitar Kopeng. Besok pagi sudah kurencanakan matang-matang untuk memotret di sekitar Cuntel. Pemandangan di sana saat pagi sungguh bagus diabadikan. 

Menjelang magrib, hawa dingin mulai merasuk. Cuaca dingin ini agak ekstrim. Di dataran tinggi seperti Dieng malah sudah membeku, berbagai foto gumpalan embun membeku bertebaran di lini masa. Suhu di Kopeng sendiri mencapai 8 derajat. 

Aku berbincang santai dengan penjaga penginapan. Di depan kami terdapat tungku yang sudah lengkap beserta arangnya. Penjaga penginapan menyalakan tungku dari tanah untuk menghangatkan tubuh. Aku ikut berbaur. Penginapan yang kuinapai semalam harganya Rp.70.000. Jadi sudah bisa dibayangkan isi di dalamnya seperti apa. 

Niat awal ingin mandi, hanya saja aku tangguhkan. Di Kopeng cukup dingin. Sedari datang, aku tak melepas jaket tebal. Sementara kawan yang asli warga sini tertawa. Sesekali mengolokku yang tak mandi sore. 

“Sana salat dulu, nanti ke warungnya jalan kaki.” 
Warung dekat area Kopeng yang menjual Brokoli Goreng
Warung dekat area Kopeng yang menjual Brokoli Goreng
Di penginapan tidak ada peralatan lengkap untuk salat. Beruntung aku sudah menyiapkan dari Jogja. Usai salat, kami berdua jalan kaki menuju warung yang menjual Brokoli goreng. Warungnya masih sepi. Kata kawan, tempat ini bakal ramai nanti pada saat waktu makan malam. 

“Brokoli goreng dua porsi & nasi goreng jagung, bu.” 

Aku meminta izin mengabadikan saat menggoreng brokoli. Beruntung ibu yang jualan kenal kawanku, sehingga dengan cepat kami akrab. Di meja sudah tersedia banyak brokoli. Ibu yang menggoreng dibantu satu perempuan lagi. 

Bokngkol-bongkol brokoli dimasukkan ke dalam wadah yang sudah ada tepungnya. Kemudian diambil menggunakan sendok, dan menaruhkan pada wajan yang sudah ada minyak goreng. Bunyi nyaring penggorengan terdengar kencang. Aku menantikan hingga brokoli tersebut merekah. 
Melihat proses penggorengan Brokoli
Melihat proses penggorengan Brokoli
Brokoli yang sudah terlabur dengan tepung menyatu kala digoreng. Proses pengerjaannya seperti menggoreng mendoan atau pisang goreng. Hanya saja di sini brokoli sudah terpotong-potong. Malah seperti menggoreng potongan jamur berlabur tepung. 

Kami menjadi pelanggan pertama yang datang. Dua porsi brokoli goring sudah tersajikan. Kuminta agar satu porsi dibungkus. Buat camilan nanti pas di kamar sembari menonton sepakbola. Kumakan brokoli goring yang sudah membuatku penasaran. Rasanya enak. Lebih gurih. 

Satu lagi pesanan siap dimakan. Nasi goreng jagung. Awalnya aku mengira nasi goreng jagung ini kombinasi beras dan jagung. Ternyata tidak seperti yang kupikirkan. Benar-benar jagung yang sudah diselep hingga lembut. 
Brokoli Goreng dijadikan camilan
Brokoli Goreng dijadikan camilan
Nasi Goreng Jagung ala Kopeng
Nasi Goreng Jagung ala Kopeng
Terakhir aku makan nasi jagung itu waktu kecil. Sempat juga menikmati beras dicampur jagung pas berkunjung ke salah satu desa wisata. Kalau ini seluruhnya jagung. Agak aneh rasanya mengunyah jagung yang sudah lembut. Kunyah sebentar langsung telan. 

Aku jadi penasaran dengan perkebunan di Kopeng. Selain banyak tanaman sayuran, ini artinya di sini banyak ladang jagung. Kunikmati seporsi nasi goreng jagung lengkap dengan brokoli goreng. Kali ini rasa penasaranku sudah terpenuhi. Enak juga! 

“Besok pagi kita gantian mencicipi Nasi Urap Jagung di pasar Ngablak,” Ujar kawan dengan antusias. 

Sejenak aku berhenti mengunyah makanan. Kulihat ekspresi kawan yang bersemangat. Aku mengangguk dengan yakin. Ternyata datang ke Kopeng tak melulu tentang pemandangannya. Di sini banyak kuliner yang bisa kita jelajahi citarasanya. Aku makin penasaran bagaimana besok pagi berdesak-desakan di pasar tradisional dan mencari kuliner Nasi Urap Jagung. *Kopeng; Sabtu, 07 Juli 2018.

Museum Kata dan Kupi Kuli Belitung

$
0
0
Kupi kuli ala Belitung

Di Belitung, aku mengikuti alur wisatawan yang kali pertama menjejakkan kaki di pulau Belitung. Mencuatnya film Laskar Pelangi menjadikan pulau ini sebagai destinasi wisata bagi para pejalan. Tak salah rasanya jika di sini ada namanya wisata ala Laskar Pelangi. Mengunjungi destinasi-destinasi yang tampak di film tersebut. 

Museum Kata secara tidak langsung menjadi bagian dari film Laskar Pelangi. Tempat ini memang bukan menjadi spot dalam film. Namun, pendiri museum tersebut yang menjadikan Belitung dikenal sebagai Tanah Laskar Pelangi. 

Bangunan dengan corak warna warni menjadi pemandangan yang mencolok di jalan Laskar Pelangi, Lenggang, Gantung. Tiap sisi jalan ramai kendaraan parkir. Museum ini menjadi target kunjungan selanjutnya setelah tadi dari Replika Sekolah. 

Bang Teguh mencari lahan kosong untuk memarkirkan mobilnya. Lantas mengajakku keluar menuju jalan masuk. Tiga orang menjaga tiket. Untuk wisatawan, masuk ke Museum Kata kena biaya Rp.50000. Tampaknya Bang Teguh akrab dengan tiga penjaga museum, mereka sempat saling menyapa dan melontarkan kalimat candaan. 
Mural bertuliskan kutipan di Museum Kata Belitung
Mural bertuliskan kutipan di Museum Kata Belitung
Plang pemberitahuan waktu buka dan tutup tersandar di sudut dinding. Tertera pemberitahuan buka pukul 09.00 WIB – 17.00 WIB. Layaknya museum-museum di Indonesia untuk jam bukanya. Menariknya, pada bawah plang bertulisakan museum ini lebih asyik jika yang berkunjung adalah orang-orang pecinta buku, sastra, dan arsitektur. Museum Kta merupakan museum sastra pertama dan satu-satunya di Indonesia.

Didirikan tahun 2009 (sesuai dengan informasi di buku terbaru Andrea Hirata dengaj judul; Orang-orang Biasa), museum ini menjadi destinasi berwisata para wisatawan. Mereka penasaran dengan koleksi yang ada di dalamnya. Terlebih nama Andrea Hirata sudah dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Tiap sudut dinding banyak terdapat mural dan kutipannya. Dari awal masuk hingga di area dalam terdapat kutipan-kutipan yang bisa kita baca. 

Area Museum Kata tidak terlalu luas, namun cukup asyik karena di halaman sedikit rimbun. Aku melangkah menuju pintu masuk. Sebelum melangkah lebih dalam, kusempatkan melihat figura yang menerangkan tentang museum ini. Sejak munculnya novel Laskar Pelang, aku menjadi salah satu fan berat Andrea Hirata. 

Bangunan di Museum Kata terbagi menjadi beberapa bagian. Di sisi luar terdapat semacam teras yang dikelilingi kayu penyanggah. Aneka jendela warna-warni membuat tempat ini ceria. Tidak lama aku di tempat tersebut karena ada sepasang muda mudi yang sedang sibuk membuat konsep foto pranikah. 
Memasuki bangunan Museum Kata Andrea Hirata
Memasuki bangunan Museum Kata Andrea Hirata
Kuputuskan masuk Museum. Dipandu Bang Teguh yang sudah berkali-kali mengantarkan tamu, beliau memberi arahan spot mana saja yang menarik diabadikan. Beruntung Bang Teguh cukup lihai dalam urusan memotret. 

Rumah ini terbuat dari papan dan dibalur cat dasar berwarna putih. Kombinasi warna yang lainnya menjadikan tempat ini penuh berwarna dan menarik diabadikan. Menurutku yang menjadi menarik diabadikan bukan karena warna-warni catnya. Namun, penataan berbagai figura lakon Laskar Pelangi yang tepat. 

Benar imbauan sebelum masuk yang tertera di plang pengumuman. Bagi pecinta sastra, buku, dan arsitektur, tempat ini menarik dikunjungi. Letak foto-foto berbagai momen lakon Laskar Pelangi menyatu dengan sampul novel Laskar Pelangi dari belahan Negara yang lain. Menurutku, memang juara yang menata sedemikian rupa. 
Ruangan berisi berbagai foto cuplikan Laskar Pelangi
Ruangan berisi berbagai foto cuplikan Laskar Pelangi
“Di situ bang, aku potret,” Ujar Bang Teguh. 

Sontak aku berhenti, menunggu aba-aba dari beliau. Tidak lama berselang, beliau sudah menghampiriku dengan memperlihatkan hasil fotonya. Pas banget posenya. Terlebih kaus yang kukenakan selaras dengan latar lantai. 

Di belakangku, ruangan satunya itu terdapat seluruh koleksi karya Andrea Hirata. Buku-buku tersebut terpasang rapi dalam bingkai. Sebagai fan Andrea Hirata, hampir semua koleksinya pernah kubaca. Namun, tidak semua kumiliki. Buku terbaru yang kumiliki adalah Sirkus Pohon, dan bulan Maret tahun ini ikut pre order karya yang terbaru dengan judul Orang-orang Biasa
Berfoto di dalam Museum Kata Andrea Hirata
Berfoto di dalam Museum Kata Andrea Hirata

Menyeduh Segelas Kupi Kuli 

Ada kejutan di Museum Kata, sebuah kedai kopi sederhana di bagian belakang ruangan. Jika sebuah rumah, kedai kopi ini berada di dapurnya. Dibuka bersamaan dengan bangunan museum, kedai ini bernama “Kupi Kuli”. Konsep menyeduh kopi dengan cara yang sederhana. 

Aku jadi teringat tahun lalu, ketika seorang kawan mengirimkan sebuah gambar perempuan sedang memegang ceret di depan tungku tanah. Dia seperti menuangkan kopi ke dalam gelas kecil. Foto yang dikirimkan adalah tempat ini. 

“Kamu harus ke sini, mas,” Ujarnya kala itu. 

Kopi, di Belitung penyebutannya dengan kata “kupi”. Seperti sebuah mural yang pernah kubaca di sudut warung kopi Belitung. KUPI; Ketika Utak Perlu Inspirasi. Di sini, aku memang mendapatkan inspirasi untuk mengulas warung kopi ini di blog. Kupi Kuli ini menjadi magnet bagi wisatawan. Sehabis menjelajah museum, pengunjung bisa bersantai di dapur sembari menyeruput kopi. 
Di belakang museum kata belitung ada tempat mengopi
Di belakang museum kata belitung ada tempat mengopi
Konon penamaan kupi kuli diambil dari rutinitas warga Belitung yang dulu sebelum berangkat kerja mempunyai kebiasaan menyeduh kopi di warung kopi. Tak hanya pagi hari, ketika siang pun para pekerja atau kuli biasanya datang ke warung kopi untuk melepas lelah. 

Rata-rata warga yang bekerja sebagai penambang. Kita dapat melihat dampak peninggalan pengerukan tambang di banyak tempat. Cerukan-cerukan lahan terbengkalai membentuk kolam. Jauh sebelum dikenal sebagai destinasi wisata, Belitung erat kaitannya dengan timah. 

Segelas kopi pekat tanpa gula tersaji. Bagi yang tidak suka pahit, di meja sudah tersedia gula dalam stoples. Penyajiannya pun tak kalah sederhana. Tinggal menuangkan kopi dari ceret, lantas disajikan dengan alas piring kecil. 
Perempuan yang membuatkan kop ala belitung, kupi kuli namanya
Perempuan yang membuatkan kop ala Belitung, kupi kuli namanya
Pernah melihat cara orang tua di masa dulu minum kopi? Alas piring kecil yang disertakan itulah sebagai alat untuk menyeduh kopinya. Biasanya, kopi dituangkan pada piring kecil, lantas diseruput. Selain membuat kopi cepat dingin, cara ini memang terlihat unik. Apalagi di masa sekarang, cara menyeduh seperti itu sudah jarang terlihat. 

“Ternyata abang suka kopi,” Celetuk Bang Teguh sembari mengacungkan jempolnya. 

Aku bercerita jika di Jogja sering menyeduh kopi. Mendengar ceritaku, beliau antusias ingin mengajakku mengopi nanti malam sebelum pulang ke hotel. Kami menyeduh kopi bareng sembari melihat hilir-mudik pengunjung yang silih berganti datangnya. 

Di Kupi Kuli hanya ada satu yang bertugas melayani pembelian kopi. Selain kopi, di sini juga ada souvenir yang bisa dibeli seperti kaus ataupun totebag. Aku sempat mengincar satu kaus, hanya saja tidak ada ukuran yang pas, sehingga kutangguhkan. 
Secangkir kupi kuli di museum kata Belitung
Secangkir kupi kuli di museum kata Belitung
Tidak terasa, segelas kopi hitam pekat tandas. Aku mengajak Bang Teguh menuju area luar. Kami melanjutkan jelajah museum yang sempat terhenti. Menyenangkan rasanya berkunjung ke Belitung, menapaki destinasi-destinasi Laskar Pelangi, dan menyempatkan ngopi di Museum Kata. 

Waktu di Belitung masih panjang. Daftar destinasi yang kucatat belum sepenuhnya terpenuhi. Aku kembali ke dalam mobil, kami melanjutkan perjalanan. Halo Belitung! Doakan banyak konten yang bisa kudapatkan selama di tanah Laskar Pelangi. *Belitung, 27 Oktober 2018.

Menilik Koleksi Sepeda Kuno di Magelang

$
0
0
Ratusan sepeda di bengkel Rental Sepeda Borobudur
Ratusan sepeda di bengkel Rental Sepeda Borobudur
Perjalanan berakhir, mobil yang kami tumpangi berhenti di pelataran rumah penyewaan sepeda yang lokasinya dekat dengan Candi Borobudur. Sepeda-sepeda tua sudah tertata rapi di tepi jalan. Tak lupa tiap sepeda ditambahi minuman air mineral kemasan. Aku menghitung jumlah sepeda, lantas mengecek kembali rombonganku. 

Rombonganku sendiri istirahat di kedai kopi. Mereka memesan kopi teh panas dan kopi. Sembari menunggu pemandu setempat, aku mengecek jenis-jenis sepeda yang nantinya kami pakai. Bagi orang Jawa, sepeda yang kami pakai namanya “Pit Jengki/Pit Unto”. 

Ceritanya cukup panjang yang membuatku akhirnya bergabung dengan rombongan wisatawan mahasiswa internasional. Berbekal lingkaran kolega, aku mendapatkan tugas mengabadikan tiap momen wisatawan. Mungkin salah satu yang menjadi pertimbangan adalah kebiasaanku bersepeda. 

Seorang lelaki separuh baya mendekatiku. Kukira beliau ini adalah pemilik penyewaan sepeda. Namun dugaanku salah. Lelaki ini adalah salah satu pegawai dari pemilik penyewaan sepeda. Perkara biaya sewa, aku tidak tahu. Toh semua sudah diurusi kolega. Di sini aku fokus menjadi jurufoto. 
Tempat penyewaan wisata sepeda Borobudur
Tempat penyewaan wisata sepeda Borobudur
“Kalau mau lihat sepeda, di belakang ada gudangnya, mas,” Ujar lelaki tersebut padaku. 

Entah beliau mungkin melihat tingkahku yang tertarik dengan sepeda. Seari tadi aku memang mengamati sepeda-sepeda yang ada di halaman depan. Sesekali mengabadikan sepedanya. Jarang-jarang aku bakal menaiki sepeda seperti ini. 

Seingatku, dulu pernah naik sepeda tua waktu masih kecil. Selama di Jogja sempat beberapa kali menaiki sepeda sewaktu jelajah desa wisata di Jogja. Seperti waktu aku mengunjungi desa wisata Kebonagung maupun desa wisata Malangan. Semuanya menggunakan sepeda tua. 

Kuikuti langkah lelaki separuh baya ini. Sembari berjalan, beliau memperkenalkan namanya. Tepat di belakang rumah ternyata ada bangunan lagi yang lebih luas dan panjang. Pak Purwoko membuka pintu, terlihat jelas isi di dalam gudang. Ratusan sepeda tertata dengan berbagai model. 

Terus terang aku terkejut melihat pemandangan ratusan sepeda berbagai jenis. Banyak sepeda kuno yang tertata rapi, bergelantungan, bahkan yang tinggal rangka dan tergeletak di ujung ruangan. Sepertinya ini dijadikan tempat penyimpanan sekaligus bengkel. 
Masuk ke dalam tempat koleksi sepeda
Masuk ke dalam tempat koleksi sepeda
Komponen-komponen yang lain pun tertata rapi di tiap atas kepala. Seperti berbagai jok sepeda tua yang tergantung, ban sepeda di sudut ruangan, pedal, crack, rantai, bahkan jeruji sepeda. Semua dikumpulkan satu tempat di sini. 

Melihat banyak sepeda tua dengan berbagai merek tentunya menjadi sesuatu yang menyenangkan. Aku belum sekalipun melihat sepeda tua yang banyak merek seperti sekarang. Nama-nama sepeda pun kuketahui dari membaca buku berkaitan dengan sejarah sepeda Indonesia terbitan Kompas Gramedia. 

Dari bacaan buku tersebut, aku mendapatkan informasi jika di sekitarn Tegal, Pemalang, dan sekitarnya banyak sepeda-sepeda yang unik berasal dari Belanda. Dulu kota-kota tersebut menjadi tempat menyebarkan sepeda-sepeda di seluruh Indonesia. 

Satu persatu kulihat secara rinci sepeda yang ada di dekatku. Mulai dari sepeda lipat berwarna merah. Merek sepeda tersebut adalah Jaguar. Sepeda ini tampak terawat dengan baik, sudah terlihat juga ban yang tersemat baru dipasang. 

Melirik ke sepeda onthel yang tertata rapi. Berbagai jenis sepeda onthel layak pakai di sini. Emblem sepeda masih terlihat dengan jelas. Dari sini, aku bisa membaca merek sepeda-sepeda tersebut. Mulai dari Bismarch, Simplex Amsterdam, bahkan ada sepeda Western Flyer (semacam sepeda Lowraider berwarna hijau). 
Salah satu emblem sepeda kuno
Salah satu emblem sepeda kuno
Pak Purwoko mengatakan jika pemilik penyewaan sepeda Borobudur ini memang gemar mengoleksi sepeda. Khususnya sepeda tua yang sudah langka. Pemilik tempat penyewaan sepeda ini adalah Pak Pramono. 

Konon Pak Pramono mempunyai sepeda banyak, jika hitung keseluruhan sekitar 1000 sepeda. Namun, seluruh sepeda tersebut tersebar di beberapa kota, seperti; Jogja, Semarang, dan Magelang. Lagi-lagi aku terkesiap, ingin rasanya bisa bersua dengan pengoleksi sepeda ini. 

“Bapaknya sedang mengantar tamu di desa sebelah (desa wisata Wanurejo), mas.” 

Aku ingat sewatu tadi pagi melintasi desa wisata Wanurejo memang melihat rombongan sepeda onthel yang berjalan rapi melintasi pematang sawah. Bisa jadi rombongan tersebut adalah tamu yang diantar pak Pramono. 

Rasanya kurang lengkap jika sudah sampai di sini tapi tak mengabadikan. Kuminta Pak Purwoko memotretku. Sejenak kukasih tahu beliau jika tinggal menekan tombol atas. Meski agak canggung, beliau berhasil mengabadikan sesuai permintaanku. 
Pose di tempat koleksi sepeda
Pose di tempat koleksi sepeda
Obrolan kami makin seru. Beliau mengajakku masuk ke rumah Pak Pramono. Katanya ada sesuatu yang harus aku lihat. 

“Barang langka, mas,” Ujarnya meyakinkanku. 

Kuikuti langkah beliau. Kami masuk rumah melalui pintu belakang. Sembari ikut masuk, aku penasaran apa yang ingin beliau lihatkan. Apa mungkin ada sepeda yang disimpan di lain tempat, atau yang lainnya. Pikiranku masih di seputaran sepeda. 

Pak Purwoko berhenti di ruang tamu. Tak ada yang istimewa di dalam rumah ini sebelum beliau mengarahkan tangan ke atas. Kulongokkan kepala, sebuah benda tergantung di atas plafon. Benda yang membuat mataku berbinar-binar takjub sekaligus tak percaya. 

“Gila Pak! Itu asli!?” 

Beliau mengangguk mantap. “Di Indonesia hanya ada beberapa buah saja, mas. Ini salah satunya.” 

Sepeda unik dengan ukuran ban berbeda ini sering kita lihat di film-film dokumenter lawas. Ban sepeda belakang jauh lebih besar dibanding ban sepeda depan. Jenis sepeda ini adalah Penny Farthing. Sepeda model seperti ini diproduksi secara massal tahun 1870an di Eropa. 
Koleksi sepeda kuno Penny Farthing
Koleksi sepeda kuno Penny Farthing
Di Indonesia, sesuai literatur yang aku baca, jumlah sepeda Penny Farthing asli tidak lebih dari 5 buah. Bisa jadi malah lebih sedikit. Jika kalian pernah melihat model sepeda yang serupa meski model frame agak berbeda, bisa jadi sepeda tersebut hasil kustom buatan warga lokal. Di beberapa kota sudah banyak orang yang membuat sepeda model Penny Farthing. Salah satunya di Tegal. Konon frame dan keseluruhannya mirip dengan sepeda asli. 

Meski aku tak sempat memegang sepeda tersebut, ada rasa yang menyeruak gembira. Tak disangka, kedatanganku mengantarkan tamu yang ingin berkeliling Magelang naik sepeda bisa menemukan dan melihat langsung sepeda kuno Penny Farthing. Benar-benar sebuah kejutan! *Magelang; Sabtu, 10 Maret 2018.

Ivy Coffee, Kedai Kopi di Dekat Pematang Sawah

$
0
0
Barista Ivy Coffee Jogja
Barista Ivy Coffee Jogja
Ulasan tentang kedai kopi Ivy Coffee Jogja sudah terposting di blog kawan. Aku sendiri belum sempat mengunjungi warung kopi tersebut. Hingga suatu ketika aku berkunjung. Ini juga dikarenakan lingkaran teman blogger yang ingin bekerja di tempat tersebut. 

Berlokasi di Jalan Sidomukti, Tiyosan, Condongcatur, kedai kopi ini sebenarnya mudah diakses. Terlebih jalur tersebut sering kulewati kala bersepeda akhir pekan menuju Kaliurang. Bagi yang dari area kota, lebih mudah ke tempat ini melalui jalan Terminal Condongcatur. 

Keberadaan Ivy Coffee sebenarnya lumayan lama. Sudah ada sejak Juli 2017. Dulu kedai ini terlihat mencolok, karena hanya ada bangunan kedai tersebut saja di sisi kiri jalan. Kurun waktu hampir dua tahun, kawasan tersebut menjadi ramai. Tak jauh dari Ivy ada juga kedai kopi yang lumayan besar. 

Usai salat duhur, aku memesan ojek daring menuju kedai. Dari tempatku, jaraknya lumayan sih. Tidak terlalu jauh, namun tidak juga jika dibilang dekat. Sementara di lokasi baru ada enam orang pengunjung, dua di antaranya adalah teman blogger yang rumahnya di sekitar sini; Aqied dan Mak Indah Juli. 

Kedai kopi berdinding kaca tebal, tertutup tirai berwarna putih. Selaras dengan baluran cat pada bagian atas serta pot yang tertata rapi di bagian depan kedai. Pintu masuk ada di ujung, sementara di depan pot-pot bunga di beri jalan setapak sebagai penghias. 
Kedai kopi Ivy Coffee Jogja di sekitaran Condongcatur
Kedai kopi Ivy Coffee Jogja di sekitaran Condongcatur
“Selamat datang kak.” 

Barista kedai menyapa kala aku membuka pintu. Aku membalas dengan senyuman, lalu menghampiri dua kolega yang sudah disibukkan aktivitas masing-masing. Oya, di sini kami juga sekalian menunggu Alid, blogger kece dari Jombang yang ikut acara Volcano Run 2019 di Museum Gunung Merapi Sleman. 

Berhubung kedai belum ramai pengunjung, aku meminta izin memotret sudut kedai kopi. Seperti di kedai yang lainnya. Barista maupun pramusaji memperbolehkan aku memotret. Asyiknya memotret kala masih sepi adalah, kita tidak mengganggu aktivitas pengunjung yang lainnya. 

Bangunan kedai kopi Ivy ini dibagi menjadi dua. Satu untuk ruang tertutup, dan satunya ruang terbuka. Satu lagi lahan tanpa ada atap yang berbaur dengan petakan sawah. Tempat ini menjadi lokasi favorit pengunjung kala sore, selama tidak hujan. 

Ruangan tertutup terdapat pendingin ruangan. Meja dan kursi lebih banyak dan beragam ukurannya. Meja panjang diletakkan pada ujung timur dilengkapi dengan enam kursi kayu. Pun satu sudut ruangan di sisi barat. Di tempat ini pula meja panjang melintang dengan enam kursi. Kata kawan, ini tempat favorit yang di ruangan tertutup. Karena kita bisa melihat hamparan sawah saat tirai terbuka. 
Ruangan bebas rokok dan spot favorit di Ivy Coffee
Ruangan bebas rokok dan spot favorit di Ivy Coffee
Meja yang ada di kedai
Meja yang ada di kedai
Kombinasi meja bulat dengan dilengkapi kursi, atau meja kecil yang hanya muat untuk dua kursi berhadapan pun tersaji. Sepertinya pemilik kedai paham dengan potensi tempat ini untuk bekerja. Di tiap bawah meja terdapat stop kontak yang bisa digunakan. 

Masih di dalam ruangan. Ketika aku datang, ada tiga orang yang bertugas. Mereka semuanya perempuan. Sepengetahuanku, satu barista, pramusaji, dan kasir. Menjelang siang, tidak terlalu sibuk pekerjaannya. Mungkin setelah asyar nanti baru sedikit lebih sibuk. 

Pilihan biji kopinya lumayan banyak. kalian bisa memilih untuh diseduhkan biji kopi dari Indonesia maupun manca. Seingatku, di Ivy Coffee juga menyediakan cold brew. Aku melihat sekilas ada semacam minuman cold brew yang dibawa oleh pengunjung. 

Bukan hanya menu kopi. Minuman non kopi juga banyak tersedia di kedai ini. Mereka paham jika pengunjung yang datang bukan keseluruhannya suka menyeduh kopi. Sebagian pengunjung lebih pada menikmati suasana kedainya. Pun juga camilan; untuk kopi rata-rata seharga Rp25.000. Non Kopi berkisar Rp30.000. Makanan semacam Cake harganya Rp25.000, dan Pastri Rp15.000. 
Meracik pesanan kopi manual brew
Meracik pesanan kopi manual brew
Sebotol kopi kuambil dari meja kasir, botolnya mengingatkanku botol limun yang sama dengan di kedai kopi Homi Coffee. Pemilihan botol dengan ada penutupnya lebih pada menjaga agar kopinya lebih lama hangatnya. 

Satu hal yang membuat tempat ini nyaman untuk bekerja adalah musik dari pelantang tidak keras. Meski untuk jaringan internet tidak terlalu cepat menurutku. Kalau sekadar untuk membuka media sosial ataupun blog, sudah cukup mumpuni. 

Kubawa botol kopi ini menuju area luar kedai. Tempat terbuka di belakang tidak seluas ruangan tertutup. Hanya sepetak kecil yang cukup dipasangi tiga meja tanggung. Menariknya, tempat ini terdapat tirai-tirai berwana putih yang menjadi menarik. 

Menariknya, area terbuka ini menjadi lebih nyaman karena pemandangan yang ditawarkan. Menghadap ke utara, terlihat gunung Merapi. Tidak ada tembok penyekat di bagian luar. Hanya ada semacam gorden berwarna putih sebagai pelindung cahaya matahari kala masih terik. 
Mari menyeduh kopi dengan pemandangan sawah dan gunung Merapi
Mari menyeduh kopi dengan pemandangan sawah dan gunung Merapi
Pemandangan sisi barat pun hamparan sawah. Tempat ini asyik bagi yang suka duduk dengan pemandangan bebas. Meja yang tersedia hanya sedikit, jika datang ke sini menjelang sore, biasanya sudah penuh. 

Satu lagi lahan benar-benar terbuka yang menjadi rebutan duduk para kawula muda yang datang ke kedai kopi Ivy. Dari ruangan terbuka, dibuatkan jalan setapak menuju lahan yang berada di tengah-tengah sawah. 

Petakan tanah yang dilaburi kerikil serta penyanggah untuk lampu ini menjadi spot menarik kala senja. Banyak pengunjung yang menginginkan tempat di lahan terbuka saat cuaca cerah. Dari sini kita bisa melihat senja yang memesona. 
Menjelang sore, lahan terbuka di dekat sawah ramai pengunjung
Menjelang sore, lahan terbuka di dekat sawah ramai pengunjung
Seperti yang sudah aku perkirakan, pengunjung kedai bakal membeludak kala selepas asyar. Rasanya tak ada meja yang kosong menjelang senja. Banyak pengunjung yang datang untuk mengerjakan tugas, bahkan ada yang foto ala-ala dengan latar hamparan sawah. 

Meja-meja panjang yang ada di dalam menjadi bagian bersama. Saling berbagi tempat untuk bisa duduk dan mengerjakan tugas. Sore ini juga pergantian tugas yang bekerja di kedai. Kulihat menjelang sore yang bertugas sudah berganti. 

Di kedai kopi Ivy ini tidak ada tempat untuk salat. Bagi yang muslim bisa berjalan sekitar 100 meter ke selatan. Di sana ada satu masjid baru yang bisa kita gunakan untuk menunaikan salat. Sedikit susah jika datang ke sini sendirian. Kalian harus menitipkan barang kepada pegawai kedai atau teman sebelah. 
Keramaian di kedai kopi Ivy sampai malam hari
Keramaian di kedai kopi Ivy sampai malam hari
Waktu cepat berlalu, aku harus melanjutkan rencana menonton sepakbola. Kembali kupesan ojek daring menuju tempat tujuan. Bagiku, Ivy Coffee cukup nyaman untuk bekerja kala siang hingga sore. Ketika waktu menjelang senja, suasana lebih riuh. Dan mungkin itu tandanya kita untuk bersantai sembari menikmati senja di tempat ini. *Ivy Coffee; Minggu 10 Maret 2019.

Berkendara Aman dan Nyaman Bersama GOJEK Indonesia

$
0
0
Bepergian menggunakan Gojek Indonesia

Setiap ada agenda kumpul ngopi bareng kawan, saya lebih banyak menggunakan ojek daring daripada mengayuh pedal sepeda. Hal ini dikarenakan pertimbangan lokasi yang lumayan jauh dan waktu pulang cenderung malam hari.

Tak hanya kala nongkrong, ketika rutinitas bekerja pun sama. Saya lebih sering menggunakan transportasi daring saat-saat tertentu. Misalkan memang nanti harus pulang malam (lembur) atau ada kegiatan di luar kantor.

Sebagian besar pekerja cukup dimudahkan adanya transportasi daring seperti GOJEK. Kita tinggal membuka gawai, memesan melalui aplikasi, dan kemudian menunggu jemputan sembari mengirimkan pesan lokasi kita. Kemudahan-kemudahan pelayanan seperti itu yang diperlukan konsumen.

“Kita kumpul di kedai kopi selepas Magrib,” ujar kawan mengingatkan.

Kebiasaan kumpul bareng kawan, berbagi cerita tentang blog, maupun agenda untuk trip bareng pun seringnya malam hari. Lokasi yang jauh dan waktu malam hari tak membuat saya khawatir. Saya tinggal memesan GOJEK untuk menuju tempat yang sudah disepakati.

Sebagai salah satu aplikasi yang memberikan jasa di bidang pelayanan, GOJEK selalu melakukan pembaruan yang mutakhir. Mereka meningkatkan kualitas pelayanan dan meminta saran pada masyarakat terkait masukan apa yang harus ditambahi oleh GOJEK agar menjadi lebih baik.

Berbagai masukan didapatkan dari masyarakat pengguna Aplikasi GOJEK. Segala masukan ditampung, lantas didiskusikan dengan internal. Hingga akhirnya pada aplikasi GOJEK terdapat pembaruan fitur yang menarik untuk diketahui. Salah satu fitur yang ditambahkan adalah berkaitan dengan keamanan pengguna.
Pengemudi Gojek menjemput kala malam hari
Pengemudi Gojek menjemput kala malam hari
Fitur keamanan ini meliputi banyak hal. Dari internal sendiri tiap pengemudi (driver) GOJEK diberi pelatihan serta pembekalan edukasi. Tentu saja terobosan-terobosan seperti ini wajib dikembangkan oleh GOJEK untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Bagi saya pribadi, fitur keamanan ini membuat kita menjadi lebih nyaman. Saya yang suka pulang tengah malam tidak perlu khawatir adanya hal-hal yang buruk karena sudah ada fitur tersebut. Tetap waspada dan menjaga diri memang hukumnya wajib. Namun, pembaruan GOJEK ini perlu kita apresiasi.

Untuk yang merasa belum paham betul apa pembaruan GOJEK, silakan kalian perbarui aplikasi terbaru. Selain itu, sudah banyak informasi di media tentang pembaruan GOJEK dengan tagar #UninstallKhawatir. Tagar ini mengkampanyekan bagaimana GOJEK terus melakukan pelayanan terbaik di masyarakat.

Pembaruan aplikasi GOJEK yang menyematkan beberapa fitur tambahan menarik perhatian. Fitur tersebut adalah Tombol Darurat dan Bagikan Perjalanan. Selain itu ada juga Asuransi GO-RIDE sebagai perlindungan penumpang. Itu untuk pelanggan GOJEK. Sedangkan untuk mitra driver, GOJEK memiliki program Driver Jempolan. Sedikit saya ulas layanan yang ditambahkan tersebut, serta menginformasikan manfaat fitur dan layanan tersebut bagi pengguna aplikasi GOJEK.

Tombol Darurat

Ada empat layanan pembaruan yang dikenalkan GOJEK. Salah satu fitur yang menarik perhatianku adalah Tombol Darurat. Fitur ini menjadikan makin nyaman karena GOJEK menyediakan tombol ini pada saat darurat.

Pengguna yang mengakses tombol nantinya langsung terhubung dengan layanan Unit Darurat GOJEK yang bekerja selama 24 jam. GOJEK nanti meminta informasi terkait kasus yang dialami, mencatat nama pengguna, nama mitra pengemudi, serta nomor pemesanan

Adanya Tombol Darurat ini sangat membantu, membuat pengguna menjadi lebih aman & nyaman, dan memang harus disediakan. Sebuah pembaruan yang harus kita apresiasi. Meski kita berharap tidak perlu menggunakannya karena senantiasa aman. Kabar baik nih, fitur Tombol Darurat sudah tersedia untuk layanan GO-CAR di seluruh Indonesia. Semoga juga diakses di GO-RIDE di masa mendatang.

Selama pengalaman saya, pengemudi mempunyai sikap yang baik dan ramah. Tidak sedikitpun tebersit pikiran yang negatif. Seperti yang saya bilang dari awal, meski fitur ini ada serta sangat diperlukan, saya tidak pernah mengharapkan fitur ini terpakai. Artinya, kinerja pengemudi GOJEK tetap baik dan berharap semakin baik.

Bagikan Perjalanan

“Sudah sampai mana?” Pertanyaan seperti ini sering terlontar ketika kawan sedang menunggu kedatangan kita. Biasanya saya menjawab langsung melalui pesan Whatsapp terkait lokasi sekarang berada.

Di GOJEK fitur tambahan kedua yang menarik diperhatikan adalah Bagikan Perjalanan. Fitur ini menyajikan informasi terkait titik jemput kita hingga di mana nanti kita diturunkan. Menariknya, di sini kolega maupun keluarga dapat memantau status perjalanan kita sendiri. Di sini juga terdapat informasi detail terkait pengendara dan kendaraannya.

Pada waktu-waktu tertentu, fitur ini sangat bermanfaat. Terlebih kala ada pengemudi yang hafal medan, namun kita sendiri buta lokasi. Pengemudi terkadang melintasi jalan-jalan alternatif agar lebih cepat maupun terhindar dari kemacetan.
Informasi yang ada pada aplikasi Gojek
Informasi yang ada pada aplikasi Gojek
“Mohon maaf ya, mas. Saya lewat rute alternatif. Kalau lewat sesuai peta kena macet panjang,” Biasanya pengemudi mengutarakan hal ini kala saya mau naik kendaraan.

Tautan “Bagikan Perjalanan” dapat dikirim melalui Whatsapp, LINE, SMS, maupun aplikasi pesan yang lainnya. Di sini saya bisa mengirimkan lokasi saya sekarang. Fitur bagikan perjalanan pastinya memberikan rasa aman dan tenang untuk keluarga saat kita melakukan perjalanan malam hari, karena mereka bisa memantau dari gawainya masing-masing. Fitur ini sudah berlaku di seluruh Indonesia baik GO-CAR maupun GO-RIDE.

Asuransi GO-RIDE

Kita tidak pernah menginginkan hal-hal buruk terjadi pada setiap orang. Pun dengan layanan transportasi GOJEK. Setiap pengemudi maupun pengguna mesti berdoa agar perjalanan lancar tanpa ada aral sedikit pun.

Di GOJEK ada perlindungan Asuransi GO-RIDE. Perlindungan ini diberikan GOJEK untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi penumpang selama perjalanan, dari titik penjemputan hingga lokasi tujuan.

Asuransi ini dapat diklaim penumpang kala terkena insiden kecelakaan dan harus rawat jalan serta rawat inap pun kita bisa memanfaatkan perlindungan asuransi ini. Hal-hal yang lain seperti terjadi tindak pencurian pun bisa masuk di asuransi.

Namun, sekali lagi saya tekankan. Semoga kita pengguna tidak perlu mengurusi layanan seperti ini. Kita tetap berharap dengan adanya driver jempolan dalam melakukan pelayanan, membuat kita makin bisa menikmati perjalanannya. Perlindungan ini sudah ada di GO-RIDE seluruh Indonesia.

Driver Jempolan

Barisan paling depan layanan GOJEK adalah pengemudi (driver), baik GO-CAR maupun GO-RIDE. Di Jogja, saya sering berinteraksi dengan pengemudi kala memesan GOJEK. Respons yang saya dapatkan selama ini cukup baik. Pengemudi seringnya menyapa dan memastikan pemesan.

Di internal GOJEK sendiri, pemilihan pengemudi seleksinya ketat. Tidak semua yang mendaftar langsung diterima. Ada persyaratan-persyaratan yang harus dikuasai calon pengemudi untuk akhirnya mempunyai akun aplikasi GOJEK.

GOJEK memberikan pelatihan kepada calon pengemudi dan memberikan modul kepada calon pengemudi yang berisi tentang cara menggunakan aplikasi, merawat kendaraan, patuh dengan rambu-rambu lalulintas, hingga bagaimana memberikan pelayanan yang maksimal kepada penumpang.

Tidak hanya melalui internal, GOJEK juga bekerjasama dengan Rifat Drive Labs (RDL) dalam menyelenggarakan pelatihan keamanan berkendara yang programnya diinisiasi langsung Duta Keselamatan Berkendara, Rifat Sungkar.

RDL GOJEK ini memberikan edukasi kepada calon pengemudi. Aspek-aspek bertanggungjawab, sabar, berempati, maupun sesi praktik berkendara. Pun dengan bagaimana mengendara dengan baik yang mengutamakan keselamatan penumpang, hingga akhirnya menciptakan kesan yang baik saat usai pemesanan.
Berkendara aman dan nyaman menggunakan Gojek
Berkendara aman dan nyaman menggunakan Gojek
Di Jogja, saya merasa pengemudi GOJEK sudah melakukan hal-hal tersebut. Mulai dari menyapa, hingga minta maaf jika terlambat dalam penjemputan. GOJEK sendiri memberikan apresiasi bagi para pengemudi yang kualitas pelayanan mereka lebih baik dari rekan-rekannya.

Driver Jempolan sendiri adalah penghargaan dalam bentuk apresiasi GOJEK kepada driver. Penghargaan ini diberikan untuk memotivasi para mitra driver agar terus meningkatkan kualitas pelayanan mereka. Bentuk penghargaan ini berupa pin yang disematkan pada jaket GOJEK yang dikenakan.

Selain itu GOJEK juga memberikan edukasi kepada mitra driver melalui #Trikngetrip. Sebuah program edukasi menyampaikan pesan agar mitra driver memberikan pelayanan terbaik serta tips dalam berkendara. GOJEK juga menyelenggarakan rangkaian pelatihan untuk meningkatkan keterampilan driver melalui Bengkel Belajar Mitra. 

Program ini rutin diselenggarakan di berbagai kota dengan menggandeng para profesional untuk memberi pembekalan kepada driver GOJEK dalam meningkatkan layanan dan mengasah pengetahuan di bidang lainnya

Dari pengalaman yang saya alami selama beberapa tahun menggunakan GOJEK, tentu pembaruan-pembaruan layanan yang diberikan membuat saya lebih puas dan nyaman. Semakin menyenangkan dan tentunya saya menikmati layanan yang ada dan mulai #UninstallKhawatir.

Bagi kalian yang aplikasinya belum ada layanan di atas, saya sarankan untuk memperbarui aplikasi yang terbaru, sehingga fitur-fitur yang saya jabarkan di atas dapat kalian akses kala menggunakan GOJEK. Tapi, semoga selalu aman. Jadi tidak perlu menggunakan fitur tersebut.

“Jadi, naik GOJEK ke mana kita hari ini?”

Mengopi dan Berbagi Cerita di Gudang Kopi Jogja

$
0
0
Pengunjung sedang memesan minuman di Gudang Kopi
Pengunjung sedang memesan minuman di Gudang Kopi
Layaknya pengunjung yang datang silih berganti. Aku masih konsisten mengunjungi tiap kedai yang berbeda. Menikmati suasananya, menyesap kopi, dan berbincang dengan barista kala mereka tidak sibuk bekerja. Atau sekadar menjelajah tiap sudut sembari mengabadikan ruangan kedai. 

Dibukanya kedai Gudang Kopi sampai juga di telingaku. Salah satu barista dari Homi Coffee mengabarkan sewaktu aku berkunjung di kedainya. Informasi tentang warung kopi yang berada di lantai dua Gudang Digital pun menyeruak dari kawan-kawan blogger sekaligus pecinta fotografi. 

Hingga tanpa terasa, aku menjadikan Gudang Kopi sebagai salah satu tempat bersantai, mengopi, bahkan berbincang terkait kegiatan memotret maupun urusan blogger. Hal ini dikarenakan agenda luar kantor yang berhubungan dengan hobi memotret mempunyai kolega orang-orang Gudang Digital. 

Jika kalian ingin mengunjungi Kedai Gudang Kopi, alangkah lebih baiknya jika menggunakan transportasi daring. Namun, tetap ada area parkir yang bisa digunakan jika kalian memakai kendaraan roda dua. Alasan yang membuatku menyarankan menggunakan ojek daring, karena lokasi kedai dan toko tepat di ujung Pasar Demangan. 

Tangga bercorak merah selaras dengan tulisan besar terpampang di tepi jalan. Kedai kopi berada di lantai dua. Sementara lantai bawah fokus bagi yang ingin membeli kamera dan peralatan yang terkait. 

Pintu kecil terbuka, suasana Gudang Kopi biasanya ramai menjelang siang. Terlebih jika di ruang sekatan yang biasa digunakan untuk kelas (pelatihan fotografi dll) sedang ada acara. Deretan kursi sofa memanjang, seperti tersemat pada dinding. 
Meja barista di kedai Gudang Kopi Jogja
Meja barista di kedai Gudang Kopi Jogja
“Selamat datang!” 

Sapaan barista dan pramusaji selalu terdengar kala ada pengunjung yang datang. Saking seringnya aku datang ke sini, ditambah beberapa barista pernah ketemu di tempat yang lain, kami cepat akrab. Sepertinya kebiasaanku ingat wajah dan lupa nama masih melekat hingga sekarang. 

Tak jarang barista maupun pramusaji di Gudang Kopi memberi diskon khusus. Pernah tidak sengaja melihat struk yang diberikan terdapat tulisan diskon untuk pengunjung yang loyal. Atau menggunakan kode tertentu untuk mendapatkan diskon. 

“Berhubung mas kenal saya, jadi saya kasih diskon, mas!” Canda salah satu barista saat di meja kasir. 

Candaan-candaan seperti ini menjadi menyenangkan. Artinya, barista dan pramusaji paham jika yang paling penting adalah bagaimana menciptakan kesan menyenangkan kala berkunjung di kedai kopi, serta mempunyai keingin untuk kembali berkunjung di lain waktu. Ternyata bukan sekadar bercanda, memang saat kubayar pesanan sudah terpotong beberapa persen. 
Para penghuni Kedai Gudang Kopi
Para penghuni Kedai Gudang Kopi
Gudang Kopi memang termasuk kedai yang baru. Namun, pengunjung yang datang cukup banyak. Sebagian dari mereka merupakan kolega yang senang memotret, sebagian lagi orang-orang baru seperti aku. 

Pernah ketika aku datang masih belum ramai. Ini waktu yang tepat untuk memotret ruangan kedai. Sengaja memilih waktu masih sepi agar pengunjung yang lain tidak merasa terganggu dengan tingkahku. 

Seperti yang sudah kusinggung di atas, kedai ini mempunyai tiga ruangan. Ruangan pertama yang ada di dalam, tepatnya satu bagian dengan meja barista. Meja dan kursi dikonsep mengikuti bentuk bangunan. Depan kasir, sofa hitam panjang tersemat pada dinding, di depannya dilengkapi empat meja tanggung dan beberapa kursi. 
Ruangan kedai kopi bagian dalam
Ruangan kedai kopi bagian dalam
Dinding kedai warnanya tidak monoton. Semacam corak papan berwarna cokelat, dilengkapi dengan beberapa figura foto yang berjejer rapi. Di atasnya juga ditambahi lampu sebagai penerang. Simpel dan terlihat menarik. Sedangkan sisi kiri bar, beberapa meja kecil juga lengkapi kursi, berbatasan dengan dinding kaca pada ruang kelas. 

Ruang kelas di bagian dalam juga multifungsi. Kala sedang ada event berkaitan dengan fotografi ataupun saat dipesan oleh komunitas tertentu, tempat ini menjadi semacam kelas kuliah yang bisa menampung lebih dari 30 peserta. Terdapat LED serta kursi-kursi untuk peserta. 

Jika sedang tidak digunakan acara, tempat ini menjadi bagian dari kedai kopi. Sudah ada meja dan kursi yang tersusun rapi tiap sudut. Kalian bisa memilih sudut yang menurutmu paling nyaman kala mengerjakan tugas maupun bersantai dengan kawan. 
Ruang kelas diskusi disulap menjadi tempat ngopi kala senggang
Ruang kelas diskusi disulap menjadi tempat ngopi kala senggang
Satu ruangan lagi yang tidak sempat kuabadikan adalah area terbuka. Di antara ruangan yang lain, tempat ini menurutku paling luas dan asyik buat nongkrong bagi yang merokok dan sebagainya. Ada banyak meja yang tersedia, dan tidak ketinggalan tempat sampah di ujung ruangan, plus asbak. 

Menurutku, jika kita datang ke sini untuk bekerja, tentu ruangan yang di dalam menjadi pilihan pertama. Namun, jika sekadar berbincang santai, ruangan yang di luar cocok untuk berkumpul. Tinggal kita ingin yang mana saja. Di semua tempat juga tersedia stop kontak. 

Hampir sebagian besar minuman kopi di Gudang Kopi suadh kucicipi. Mulai dari Es Kopi yang ada tiga varian, berlanjut manual brew. Bahkan ada juga coldbrew-nya. Aku lebih sering memesan yang manual brew. Untuk kisaran harga Rp25.000. 

Sebelum memesan, kita bisa berbincang dengan barista untuk meracik kopi sesuai keinginan. Misalnya, aku suka minuman kopi yang tidak terlalu tebal, sehingga barista bisa menyesuaikan selera kita. Seandainya kalian bukan pecinta kopi, santai saja. Pilihan nonkopi juga beragam. 
Meracik kopi pesanan
Meracik kopi pesanan
Tidak hanya minuman, terkait makanan juga tersedia di kedai ini. Mau sekadar camilan maupun makanan berat. Aku lupa nama menu yang sempat kumakan beberapa waktu yang lalu. Kalau tidak salah namanya sedikit ada kata “rolasan”. Bisa kalian lihat di daftar menu yang ada di depan meja barista. 

Lama aku memotret berlanjut menulis draf artikel, pesanan kopi sudah di meja. Tataan paman berukir tulisan Gudang Kopi lengkap dengan gelas yang berisi air mineral. Kali ini aku memesan kopi dari Kerinci. Aku merasa biji kopi dari Kerinci ini pas, ada sedikit rasa manisnya. 

Satu hal yang unik di Gudang Kopi dibanding kedai kopi yang lainnya adalah adanya kerta memo terkait biji kopi yang kita pesan. Pada secarik kertas terdapat keterangan berkaitan dengan biji kopi, tempat roasting, dan rasa yang terasa saat kita seduh. 

Bagi orang yang sedikit lupa mengingat seperti aku, keterangan ini menjadi sangat berarti. Bagi orang awam, tentu adanya keterangan ini memicu kemampuannya untuk merasakan apa yang terasa kala menyeduh kopi tersebut. Menarik sekali. 
Seduhan kopi kerinci, lengkap dengan informasi pada kertas
Seduhan kopi kerinci, lengkap dengan informasi pada kertas
Keberadaan kedai kopi sepertinya sebuah terobosan baru bagi Gudang Digital. Mereka bisa menarik pengunjung dari pelanggan toko maupun kolega yang lain untuk berkunjung ke kedai. Tempatnya juga nyaman. Bisa lah bagi kalian yang ingin membuka kelas pelatihan dengan kapasitas 30 orang di sini. 

Sebenarnya ada banyak fotoku yang berkumpul di kedai ini kala ngobrol bareng kolega, blogger, teman baru, bahkan dengan barista maupun owner kedai kopinya. Namun, tak perlu aku unggah di postingan artikel. 

Kalau kalian penasaran dengan tempat ini, silakan berkunjung ke kedainya. Siapa tahu sepulang dari kedai kopi langsung mampir toko kamera di bawahnya. Atau setelah melihat-lihat kamera di toko di bawah lanjut naik buat mengopi di kedai. Sebut saja teman saya. Eh! *Gudang Kopi Jogja; 16 Maret 2019

Menapaki Sudut Benteng Karang Bolong di Pulau Nusakambangan

$
0
0
Benteng Karang Bolong di Pulau Nusa Kambangan, Cialacap

Sudut-sudut pulau Nusakambangan seperti sedang menggodaku. Seakan-akan melambai untuk dikunjungi. Empasan gelombang samudra sudah terlewati, perahu kecil yang kunaiki menyisir lautan dan mendekati tebing-tebing terjal daratan pulau. 

Pikiran terus mengingat-ingat nama Pantai Pasir Putih Karang Bandung dan pulau Wijayakusuma. Ingin kuambil gawai, lantas menuliskan nama-nama tersebut pada catatan. Hanya saja keadaan tidak memungkinkan. Harapanku tentu nanti saat mendarat, aku masih ingat nama-nama tersebut. 

Pemandangan tebing pulau Nusakambangan memang menarik. Mulai dari bongkahan karang besar, tumbuhan lebat layaknya atap tak berlubang, atau tebing karang tinggi menjulang bagaikan tembok. Terkadang juga melihat nelayan yang memancing maupun berburu lobster. 

Perahu ini melaju kencang, merapat ke daratan yang di bagian ujungnya terdapat karang besar dan sedikit tertutupi semak-semak. Di waktu yang hampir bersamaan, perahu-perahu lain juga berdatangan menuju tujuan yang sama. Bongkahan karang ini menjadi penanda Pantai Karang Bolong. Salah satu pantai yang menjadi tujuan wisatawan kala menyambangi Pulau Nusakambangan. 
Wisatawan yang berlibur di pulau Nusakambangan
Wisatawan yang berlibur di pulau Nusakambangan
Pantai Karang Bolong ini dijadikan sebagai tempat sandar perahu. Selain itu juga sebagai tempat menunggu jemputan perahu. Bukan pantai yang menarik untuk bermain air meski pasirnya cenderung putih. Sayangnya sampah kiriman dari laut menjadikan tempat ini tidak terawat. 

Pantai yang digunakan untuk bermain air di sini adalah Pantai Pasir Putih Karang Pandan. Lokasinya hanya dibalik bukit pantai ini. Lewatnya bisa melalui jalan menuju Benteng Karang Bolong. Benteng inilah yang membuatku tergugah untuk berkunjung ke pantai ini. 

Selain benteng Karang Bolong, tujuan pertama sebenarnya ingin berkunjung ke Mercusuar Cimiring, hanya saja tidak terlaksana karena berbagai alasan. Dulu, aku pernah singgah di pulau ini saat mengunjungi Benteng Klingker

Sebelum menjenlajah sudut Benteng Karang Bolong, aku menyempatkan istirahat di pantai Karang Bolong. Melangkah ke sudut lain bibir pantai, dan mengabadikan pemandangan di sana. Tepat di bawah pohon, sekelompok wisatawan lokal sedang menunggu jemputan untuk pulang ke Pantai Teluk Penyu
Pesisir Pantai Karang Bolong Nusakambangan
Pesisir Pantai Karang Bolong Nusakambangan
Jalan setapak mengarahkan langkahku masuk ke daratan Pulau Nusakambangan. Plang tulisan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terikat menyatu dengan batang pepohonan. Sampah plastik terlihat di tiap jalur jalan setapak. 

Miris rasanya, tidak hanya sampah yang dihasilkan dari kiriman laut. Plastik-plastik yang tersebar di tepian jalan merupakan sampah bekas peninggalan pengunjung. Entah wisatawan ataupun warga setempat. Menurutku yang paling dominan tentu wisatawan. 

Di area lapang menuju Benteng Karang Bolong, terdapat lapak warga yang menjual berbagai minuman kemasan. Pun dengan makanan kemasan, semuanya tersedia. Bisa jadi sampah-sampah yang berserakan tadi berasal dari makanan kemasan yang dibeli pengunjung dan dibuang begitu saja. 

“Madu mas? Asli ini. Baru ambil dari hutan.” 

Ember hitam tanggung yang berisi sarang lebah ditumpuk menjadi satu. Tetesan madu terlihat mengumpul, lantas dimasukkan pada botol bekas wadah sirup. Banyak lebah yang masih berkumpul, beterbangan di sekitar ember. 
Madu hasil buruan penduduk setempat di pulau Nusa Kambangan
Madu hasil buruan penduduk setempat di pulau Nusa Kambangan
Ada keinginan untuk membeli madu, sayangnya uang yang ada di dompet kurang. Mau tidak mau harus kutangguhkan. Aku menyicip sedikit cuilan sarang lebah, dan menyesap madunya. Manis dan kental. Madu ini benar-benar nikmat. Meski diperbolehkan menyicip, aku sungkan jika tidak membayar. Kuberi sedikit untuk menebus madu yang kusesap. 

Dari ujung jalan sudah tampak gerbang Benteng Karang Bolong. Benteng ini sudah dipenuhi pepohonan dan semak belukar. Lorong pintu masuk tetap terlihat jelas. Sekilas ada pemuda yang menjaga di lorong. Aku mendekat. 

“Blogger ya mas?” Tanya salah satu dari pemuda yang duduk di lorong benteng. 

“Tahu dari mana kalau saya blogger?” Tanyaku balik. 

Dia tertawa, kemudian melihatku yang kebingungan. Salah satu pemuda kemudian bercerita, jika ada orang yang sibuk menenteng kamera dan lebih sering memotret benteng daripada berswafoto biasanya itu blogger. Menariknya, dia menyebut salah satu blog yang pemiliknya aku kenal. 
Gerbang Benteng Karang Bolong Nusakambangan
Gerbang Benteng Karang Bolong Nusakambangan
“Saya biasa membaca blog backpackstory” Ujar pemuda tanggung tersebut. 

Aku terhenyak, lantas mengajak mereka berfoto dan mengirimkan gambar melalui media sosial sembari mencolek pemilik blog tersebut. setahuku, dulu Mas Ariev Rahman memang pernah menulis berkaitan pulau Nusakambangan. Khususnya bagian lapas. 

Mas Ageng, Mas Feri, dan Mas Koko; ketiga pemuda ini berbincang cukup lama bersamaku di depan gerbang Benteng Karang Bolong. Mereka menawarkan jasa menemani sebagai pemandu lokal masuk ke area benteng. 

“Berapa tarifnya?” 

“Terserah mas mau ngasih berapa. Kami tidak pernah mematok harga,” Terang Mas Ageng. 

Aku sudah menyiapkan uang untuk jasa menemani sembari menggali informasi terkait benteng karang bolong. Masih di tempat yang sama, aku melihat tiap dinding sudah lekat dengan coretan. Bahkan ada yang menggunakan alat keras untuk menggerus dan menyematkan tulisan. 

Mas Ageng menceritakan dengan suara pelan. Terdengar semacam keluhan ketika dia mengawali cerita dengan rasa penyesalan banyak coretan. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Kini, mereka hanya bisa menjaga agar benteng ini tetap bersih, dan berusaha membagikan informasi terkait sejarah Benteng Karang Bolong.
Ruangan di gerbang benteng karang bolong penuh vandal
Ruangan di gerbang benteng karang bolong penuh vandal

***** 

Perbukitan di bagian timur Pulau Nusakambangan menjadi tempat berdirinya Benteng Karang Bolong. Dilansir berbagai referensi, benteng ini dibangun pada tahun 1855. Tentu kegunaan benteng ini sebagai tempat bertahan dan menyerang musuh yang datang dari laut. 

Sebagian lagi menyebutkan bahwa benteng ini adalah benteng alteri. Benteng yang memang dibangun untuk tempat bertempur. Di dalam benteng terdapat banyak ruangan, salah satunya tempat amunisi. Di beberapa tempat malah terdapat meriam yang menghadap ke laut lepas. 

Sejarah panjang membuat pulau Nusakambangan ini terdapat dua benteng, ditambah dengan Benteng Pendem yang berada di daratan. Tentu bagi pecinta sejarah, topik ini menjadi sangat menyenangkan untuk digali lebih dalam. Terkhusus untuk mempromosikan wisata di Cilacap. 

Selepas berkeluh-kesah, Mas Ageng mengarahkan temannya untuk menemaniku keliling benteng. Aku lupa pastinya di antara dua pemuda tanggung yang menemaniku. Jika tidak salah, Mas Koko yang menjadi pemanduku selama perjalanan. 

Mas Koko berjalan di depan, tangannya sudah membawa senter. Kami menyibak jalan setapak menuju bagian inti dari benteng. Bangunan tinggi tertutup belukar masih kokoh dari luar. Benteng ini terdapat banyak ventilasinya. Di lihat dari luar, ventilasi ini berada rendah. 
Benteng Karang Bolong tertutup belukar
Benteng Karang Bolong tertutup belukar
“Ini yang ingin aku potret, mas!” Aku sedikit berseru. 

Sudah lama aku ingin berkujung dan memotret benteng ini. Bahkan, ketika aku mengunjungi Benteng Klingker pun sampai lupa ingin sekaligus singgah. Berkali-kali ada kawan yang memposting benteng penuh semak belukar, kemudian menuliskan keterangan lokasi di Benteng Karang Bolong. 

Di sisi benteng ada jalan setapak sedikit menurun. Kami turut mengikuti pemandu, hingga melihat lubang menganga besar. Tanpa berlama-lama, kami menuruni hingga sampai di dalam benteng. Benteng ini cukup luas dan besar. 

“Total ada 16 ventilasi, mas.” 

Di dalam ini terdapat beberapa tempat untuk mengintai musuh yang ada di luar. Sayangnya, beberapa bangunan di dalam sudah roboh. Robohnya bangunan bukan karena ulah manusia. Memang ada faktor alam. 
Ruangan di benteng Karang Bolong Nusakambangan
Ruangan di benteng Karang Bolong Nusakambangan
Sekilas benteng ini mirip dengan Benteng Klingker, hanya saja lebih besar. Bagian dalam ruangan cukup panjang, bahkan terlihat bertingkat. Lorong-lorong gelap tampak membuat benar-benar sunyi. Sesekali suara bergema kala kami melangkah. 

Pemandu yang membawa senter berjalan di depan. Sesekali mengarahkan lampu senter ke belakang agar kami bisa melangkah dengan nyaman. Perasaanku, benteng ini tak ada habisnya. Semacam lorong-lorong yang sudah tersekat dan jalurnya jelas. 

Kami berhenti tepat di satu ruangan kecil, dengan bagian bawah lantai terdapat lubang berbentuk persegi empat. Sebuah dahan kayu sengaja di masukkan ke lubang. Pemandu masih menyorotkan senternya ke arah lubang. 

“Ini ruang penjaranya, mas.” 

Aku tidak berani melongokkan kepala ke dalam lubang. Hanya memotret dari atas, itupun bagian dalam tampak gelap. Tidak terbayang dengan lubang kecil itu, bagaimana para tawanan dimasukkan. Bergidik rasanya. Tempat penjara ini seperti jauh lebih kejam dibanding yang terlihat di Benteng Pendem, Cilacap. 
Lubang bagian penjara di benteng karang bolong
Lubang bagian penjara di benteng karang bolong
Aku mencatat sedikit informasi dari pemandu. Berbagai ruangan yang disebutkan yang ada dalam maupun di sekitar benteng Karang Bolong. Mulai dari Pos Pemantau, Ruang Rapat Besar, Ruang Memasak Mesiu, Ruang Eksekusi, Ruang Tembak, Ruang Absen, Penjara, hingga Landasan Meriam yang menghadap ke laut. 

Meski banyak tempat yang kulewatkan karena beberapa hal, aku tetap menikmati sejumput cerita tentang benteng Karang Bolong. Masih menyusuri lorong, kami tidak melintasi jalan masuk. Ada jalan menuju luar benteng. Malah di depan terdapat semacam lorong panjang. 

Sebagian lorong gelap, kala terkena senter sudah terlihat berbagai coretan dari oknum pengunjung. Pemandu menerangkan jika lorong yang saling berkaitan dan memiliki banyak pintu ini adalah pos penjagaan. 

Tembok sudah berlumut, setiap bagian atas berbaur menjadi satu dengan pepohonan. Aku melangkah menyusuri salah satu lorong yang terang. Pemandu masih terus bercerita tentang fungsi tiap bangunan. 
Lorong pos penjagaan di benteng
Lorong pos penjagaan di benteng
Perjalanan terus berlanjut. Kami sudah berada di luar benteng, jalan sedikit naik, hingga sampai di ujung benteng. Di sinilah bekas Meriam panjang yang menghadap ke laut berada. Panjang Meriam lebih dari empat meter. 

Tidak sempat kutanyakan ini jenis meriam apa. Namun, dengan keberadaan meriam ini semakin meyakinkan jika benteng Karang Bolong memang sebagai tempat untuk menyerang musuh. Entah fokus pada bertahan kala diserang, atau untuk menyerang balik lawan. 

Nyatanya di sebelahnya lagi, hanya berjarak sekitar 20 meter terdapat juga meriam yang terbengkalai. Ini artinya, ada dua Pos Meriam waktu benteng ini berfungsi. Semuanya menghadap ke laut. 

Tepat di dekat meriam yang kedua, terdapat semacam prasasti yang ditandatangni bupati Cilacap tentang tempat ini sebagai situs sejarah. Sayang, belum dioptimalkan, sehingga sejarah benteng Karang Bolong belum bisa diakses dengan mudah informasinya. 

“Benteng ini seperti tempat yang tersamar di antara rimbun pohon. Mereka bilang benteng ini adalah tembok klamufase.” 
Bekas meriam di ujung benteng karang bolong Nusakambangan
Bekas meriam di ujung benteng karang bolong Nusakambangan
Bisa jadi keberadaan benteng karang bolong sedikit luput dari pandangan musuh. Sehingga mereka tidak tahu di balik semak belukar dan pepohonan atas bukit terdapat dua moncong Meriam yang siap memuntahkan isinya kala musuh mendekat. 

Tempat ini pula menandakan pemandu sudah selesai menjalankan tugas. Kami menuju jalan setapak, tepatnya di pertigaan kecil. Mas Koko menunjukkan arah jalan menuju Pantai Karang Pandan, salah satu pantai di balik karang bolong yang bersih dan nyaman untuk bermain air. 

Sembari berjabat tangan, kusisipkan sedikit uang sebagai tanda terima kasih. Uang tersebut nominalnya terlalu kecil untuk ukuran mereka menceritakan sejarah benteng dari awal hingga selesai. Semoga saja berkah, dan mereka tetap konsisten menjaga benteng dari para oknum yang merusak. 

Langkah kaki menuruni bukit, di depanku sudah terlihat keramaian. Berbeda waktu berada di benteng, semua serasa sunyi. Kumasukkan gawai ke drybag, kemudian aku menikmati waktu siang di pantai pasir putih tanjung karang. *Kunjungan di Benteng Karang Bolong Nusakambangan pada tanggal 16 Februari 2017



Mengopi dan Berbincang Santai di Marisini Coffee Jogja

$
0
0
Memotret Kopi di Kedai Marisini Coffee Jogja
Memotret Kopi di Kedai Marisini Coffee Jogja
Kurang dari sebulan, aku sudah mengunjungi dua kedai kopi di sekitar Condongcatur. Kali ini aku mengunjungi Marisini Coffee di jalan Sidomukti, Tiyosan Condongcatur. Seperti biasa, mengopi kali ini aku memanfaatkan transportasi daring. Tujuannya tentu bertemu kawan-kawan blogger yang rencana kopdar. 

Kopdar dadakan ini tercetus karena ada kawan bloger dari Banyuwangi yang kembali berkunjung di Jogja. Pemilihan tempat di Marisini Coffee lebih karena mempertimbangkan faktor tempat yang dekat dari beberapa tempat tinggal kolega. 

Selepas asyar, aku sudah berada di kedai kopi yang disepakati. Marisini Coffee lumayan ramai. Namun, tetap ada meja yang belum terisi. Bangunan yang berdiri di tanah lapang serta berbatasan dengan sawah ini cukup luas. Info dari juruparkir, tanah ini adalah milik desa yang disewakan. 

Ada tiga bangunan yang besar. Mulai dari tempat meja barista, joglo di tengah, serta satu bangunan yang menyatu dengan tempat musola. Aku tidak tahu bagaimana di dalamnya, karena pengunjung duduk santai di teras rumah. Tiap dinding terdapat beberapa lukisan. 

Marisini Coffee dibalur dengan warna cat putih. Bangunan semi terbuka ini semuanya putih. Dinding dari kaca transparan (ruang bebas rokok), penyanggah bangunan putih, hingga atap pun selaras warna putih. Kontras dengan tanah lapang yang hijau. 
Dua Bangunan Utama di Kedai Marisini Coffee
Dua Bangunan Utama di Kedai Marisini Coffee
Kulangkahkan kaki masuk kedai. Sisi kanan terdapat kursi yang diduduki dua perempuan. Sepertinya mereka sedang mengerjakan tugas. Tampak kertas bertumpukan sembari menatap laptop. Sesekali dua perempuan ini berdiskusi. 

Di depan kasir, aku tidak langsung memesan minuman. Kutunggu pramusaji yang melayani pengunjung. Sayup-sayup terdengar, obrolan mereka terkait pemilihan tempat di luar. Sepertinya mbak pengunjung ini sedang menunggu kawan-kawannya yang belum datang. 

Sebaris tulisan yang membuatku tersenyum. Tepat di meja bar, sebuah tulisan yang menginfokan tidak adanya jaringan internet di tempat ini. Aku tidak menanyakan lebih lanjut. Sempat aku cek di gawai terkait jaringan internet. Ada nama Marisini yang menggunakan sandi. Namun, aku sedang tidak membutuhkan jaringan internet. 
Barista berinteraksi dengan pengunjung
Barista berinteraksi dengan pengunjung
Tak ada minuman manual brew. Aku tebersit untuk mencoba minuman yang berkaitan dengan marisini. Es Kopi Susu Papa Marisini pilihanku. Minuman dingin ini menggunakan pemanis gula aren. Sembari memesan minuman, aku meminta izin untuk memotret; dan menjelaskan jika aku suka mengulas kedai kopi di blog. 

Proses pembayaran selesai, kutunggu minuman datang di meja pendopo sambil membawa nomor meja yang diberi pramusaji. Aku kembali menunggu minumanku sembari mengelilingi tempat ini. Mencari dokumentasi foto untuk keperluan blog. 

Kali pertama mengenal Marisini Coffee dari kawan bloger yang juga menekuni dunia fotografi. Suatu ketika, antara bulan Februari atau Maret ada postingan di Instagram terkait kedai tersebut. Aku tertarik karena tempat ini sepertinya asyik untuk bersantai. 

Marisini Coffee dibuka sejak bulan Februari 2019. Kedai ini buka setiap hari dari pagi hingga malam. Total barista ada lima orang, dibantu dengan tiga pramusaji. Setiap hari biasa, dua barista bekerja. Berbeda dengan akhir pekan, barista yang berkerja menjadi tiga orang. 
Daftar Harga dan Menu di Kedai Marisini Coffee Jogja
Daftar Harga dan Menu di Kedai Marisini Coffee Jogja
Seperti yang sudah aku terangkan sebelumnya. Kedai kopi Marisini mempunyai tiga bangunan. Dua yang digunakan keseluruhan, sementara satu bangunan yang berdekatan dengan musola hanya dimanfaatkan bagian teras. Selain itu, ada juga dua bangunan kecil yang menjorok dekat sawah. 

Ruang kedai kopi yang tertutup tidak besar. Ada beberapa kursi dan meja. Satu lagi meja melekat pada dinding kedai menghadap ke barat. Meja tersebut agak lebih tinggi. Meja dan kursi di dalam tetap berwarna putih. Tempat ini cocok untuk bekerja ataupun bersantai dan terlepas dari keriuhan pengunjung yang di luar. 

Joglo di Marisini yang langsung berbatasan dengan ruangan tertutup menjadi tempat yang paling luas. Ada beberapa meja panjang, lengkap dengan kursi. Pada tiang-tiang tertentu terdapat stop kontak. Pun meja kecil yang dilengkapi empat kursi kayu. 
Meja dan kursi-kursi di area dalam kedai kopi
Meja dan kursi-kursi di area dalam kedai kopi
Jika di ruang dalam meja dan kursi identik dengan besi. Di joglo berbeda, di sini keseluruhannya terbuat dari kayu. Pemandangan pun lebih luas, di sisi barat ada tanah lapang. Bahkan ada semacam panggung kecil. Aku kurang tahu fungsinya panggung tersebut. 

Selain itu, di tanah lapang juga bisa dimanfaatkan untuk bersantai. Pramusaji nanti menyiapkan meja dan kursi. Ada juga bangunan kecil sebesar gubuk yang dilengkapi meja panjang dengan kursi sebanyak delapan buah. Tempat inilah yang menurutku paling asyik. 

Satu minuman yang dibungkus dengan gelas plastik diserahkan padaku. Sempat kutanya kenapa menggunakan plastik padahal aku minum di tempat. Barista menjawab bahwa pengunjung diperbolehkan memilih gelas plastik atau kaca. Aku sendiri lebih senang jika disajikan menggunakan gelas kaca. 

Minuman dan tas kecil kutaruh di meja. Lagi-lagi aku berkeliling mencari foto sembari menunggu kawan yang lain datang. Sedikit kaget tatkala aku kembali. Meja yang sudah aku tempati dan rencananya untuk tujuh orang sudah dipakai pengunjung yang lain. 

Aku segera meminta konfirmasi ke pramusaji, beliau meminta maaf. Dikira aku hanya sendirian. Kupindahkan sendiri minuman dan tas tersebut pada meja kecil. Kunikmati minuman sembari mencari meja yang cukup untuk rombongan. 
Joglo tempat kongkow asyik di Marisini Coffee Jogja
Joglo tempat kongkow asyik di Marisini Coffee Jogja
Sepasang pengunjung yang duduk di gubuk dekat pematang sawah pulang. Bergegas aku pindah ke sana. Bersama kawan yang sudah datang, kubersihkan sampah dari meja dan menumpuk gelas serta piring satu tempat agar mudah dibereskan pramusaji. 

“Maaf mas, tempat ini sudah dipesan pengunjung yang lain. Mereka meminta tempat ini untuk ditempati,” Terang pramusaji yang membersihkan meja. 

Sejenak aku terdiam sebelum menjawab. “Saya tadi sudah di joglo, mas. Tapi meja yang saya duduki diambil-alih pengunjung yang lain dengan bantuan pramusaji.” 

Pramusaji membereskan piring dan gelas dan berlalu. Aku dan teman yang sudah datang kembali melirik area yang lain. Siapa tahu pengunjung yang memesan tempat ini sudah datang. Selang tak lama, kembali pramusaji mendatangi kami. 

“Silakan mas di sini. Nanti yang memesan tempat kami arahkan ke gubuk sebelah.” 

Kami ucapkan terima kasih sebelum pramusaji berlalu. Sepertinya beliau berkoordinasi dengan barista yang bertugas. Di Marisini Coffee memang ada dua gubuk. Tempat ini memang asyik untuk bersantai sembari bincang santai. 

Satu persatu kawan datang, hingga akhirnya berkumpul sepuluh bloger dari Jogja, Banyuwangi, dan Palembang. Marisini Coffee tak hanya menyediakan minuman. Ada banyak makanan yang bisa dipesan. Entah berapa kali pramusaji datang membawa makanan berat hingga camilan. 

Kesibukan para bloger sudah dapat ditebak. Berbagai minuman yang datang menjadi bidikan kamera. Kami sengaja mencari konten sembari kopdar. Senja berlalu, kami bergantian memotret mentari yang terbenam. Jejeran nyiur di pematang sawah menjadi daya tarik tersendiri. Berkali-kali kawan mengabadikan senja. Aku malah asyik melihat kawan-kawan yang memotret. 
Berbagai pesanan minuman di kedai kopi Marisini Jogja
Berbagai pesanan minuman di kedai kopi Marisini Jogja
Berbagai pesanan minuman di kedai kopi Marisini Jogja
Silih berganti kami menuju musola. Tempat salat ini hanya bisa digunakan tiga orang. Meski kecil, aku merasa menyenangkan rasanya jika kedai kopi mempunyai tempat salat. Sehingga tidak memikirkan mau beribadah di mana ketika waktunya datang. 

Terlepas dari adanya kesalahpahaman dengan pramusaji terkait tempat duduk, aku merasa kedai kopi ini menyenangkan tempatnya, suasananya, dan harganya juga terjangkau. Bagi yang ingin bekerja, tempat ini bukan menjadi rekomendasiku. Tapi kalau untuk diskusi kelompok, kedai ini cukup nyaman. 

Menjelang pukul 21.00 WIB, kamu bubar. Tidak terasa lebih dari enam jam kami di sini. Kedai kopi seringnya menjadi tempat untuk kopdar sesama teman bloger. Bagi yang penasaran dengan senja di kedai ini, kalian bisa datang ke Marisini Coffee menjelang senja. Jika memungkinkan, waktu musim tanam padi menjadi momen yang menyenangkan melihat senja di sini. *Marisini Coffee; 29 Maret 2019

Mengenal Seva.id; Situs Layanan Otomotif di Indonesia

$
0
0
seva.id situs otomotif di Indonesia

“Saya tadi sholawatin mobil mewah di depan,” Celetuk kawan kala berkumpul di salah satu kedai kopi di Jogja. 

Kami tertawa mendengarkan obrolan sore ini. Secara tidak sengaja, obrolan yang kami perbincangkan tentang mobil. Mungkin ini terkait adanya satu mobil mewah berwarna kuning yang terparkir di depan kedai kopi. Konon mobil tersebut milik si empu kedai. 

Obrolan makin riuh. Setiap kawan yang berbincang mempunyai cita-cita untuk membeli kendaraan beroda empat tersebut sesuai dengan seleranya. Semua disambungkan dengan aktivitas travelling. Bagaimana mereka mengimpikan bisa menjelajah sudut Indonesia menggunakan mobil. 

Tebersit bayangan sewaktu kami mengeksplore beberapa kabupaten di Jawa Timur dua tahun yang lalu. Jombang dan Mojokerto, berlanjut tahun berikutnya ke Lamongan, dan tidak ketinggalan kabupaten Malang. Semua perjalanan jelajah destinasi menggunakan mobil. Sebagian menggunakan mobil kawan, sebagian lagi kami berbagi biaya sewa kendaraan. 

“Makanya saya sholawatin. Biar nanti dikabulkan doaku punya mobil. Kan enak, kita bisa travelling bareng naik satu mobil dari Jogja.” 

Sebuah cita-cita yang mulia. Ingin mempunyai mobil dan bertujuan agar nantinya dapat bepergian menggunakan mobilnya. Harapan-harapan tersebut adalah doa kecil yang tentunya diharapkan agar terkabul. 

Saya pun demikian. Setiap menginginkan barang, sekecil apapun, saya bayangkan barang tersebut, lalu bekerja giat untuk mendapatkan barang yang sudah diinginkan sedari dulu. Termasuk kendaraan roda empat. Sebuah pertanyaan terlontar. Apakah saya membutuhkan mobil? 
Pilihan expert yang ditawarkan seva.id
Pilihan expert yang ditawarkan seva.id/ Dok. seva.id
Di Karimunjawa, saya bersama keluarga sedang merintis penginapan. Di sini mulai terasa bahwa mobil sangat diperlukan sebagai sarana transportasi. Sedari awal, belum tebersit membeli mobil yang khusus untuk membawa tamu. Namun, saya sudah memikirkan mobil untuk pribadi sekaligus nantinya bisa digunakan menjemput satu keluarga tamu. 

Pencarian mobil di internet sangat banyak. Namun, tidak semua informasi yang beredar benar adanya. Kita harus bisa menyeleksi informasi yang benar dan bisa dipercaya. Kolega menyarankanku melihat berbagai mobil yang ditawarkan Seva.id. Saya tertarik dan melihat situs tersebut melalui laptop. 

Melihat Lebih dekat Situs Otomotif Seva.id 

Dari mesin perambah, saya mulai melihat website seva.id. Sebelum melihat berbagai fiturnya, kubaca terlebih dahulu profil situs tersebut. Seva.id ini sebuah situs dan layanan otomotif yang dapat dipercaya. Tak hanya bergerak dibidang otomotif, Seva.id juga bergerak di bidang properti. 

Sesuai dengan niatku yang ingin melihat harga mobil, jadi fokus pencarian lebih dalam pada informasi tentang otomotif, khususnya mobil. Di situs ini ada berbagai kendaraan baru yang bisa dijadikan opsi referensi. Siapa tahu nantinya langsung tertarik dan membelinya. 
Tampilan website seva.id
Tampilan website seva.id
Mobil yang disediakan mulai dari city car, mobil keluarga, hingga mobil sport. Untuk mengetahui lebih detail kendaraan, kita dapat mengunduh file yang sudah lengkap data tentang mobil tersebut. Termasuk juga berkaitan dengan warna yang diinginkan. 

Secara garis besar, situs Seva.id memudahkan orang untuk mengidentifikasi kendaraan serta disesuaikan dengan spesifikasi yang ingin dibeli. Di sini juga terdapat tautan yang dapat membandingkan kendaraan satu dengan yang lainnya. 

Tidak hanya mobil baru, pilihan mobil bekas juga disediakan. Mobil-mobil yang disediakan oleh Seva.id sudah diperiksa dengan baik terkait kualitas kendaraan. Kita bisa melakukan pemesanan kendaraan, tukar tambah dengan kendaraan yang lama, maupun melakukan test drive

Ketika dalam membeli mobil, kita harus paham betul terkait harga dan kemampuan dalam membayar (angsuran). Di situs ini, kita bisa menghitung kisaran cicilan tiap bulannya. Ada layanan simulasi kalkulator kredit. 

Iseng saya mengisi form pada fitur tersebut,memasukkan merek mobil baru, dan mencantumkan uang muka pembelian. Akhirnya muncul nominal yang nantinya saya bayar tiap bulan. Ini juga termasuk berapa lama saya dalam membayar cicilan. Tidak ketinggalan rekomendasi dealer terdekat. 
Kondisi kendaraan yang ditawarkan seva.id
Kondisi kendaraan yang ditawarkan seva.id
Tentu ini menarik, setidaknya saya sudah dimudahkan dalam memprediksi berapa dana yang harus disiapkan tiap bulan untuk membayar angsuran, sehingga saya tidak bingung ketika masa pembayaran datang. 

Siapapun yang ingin membeli mobil di situs online, mereka wajib paham tentang profilnya, layanan yang diberikan, serta mitra yang digandeng. Seva.id sendiri mempunyai banyak mitra yang terpercaya. Mitra-mitra tersebut ditampilkan pada website. 

Selain itu ada juga pertimbangan-pertimbangan yang harus dipahami. Sehingga nantinya tidak seperti membeli seekor kucing dalam karung. Di situs Seva.id kita dimudahkan dalam menyakinkan diri membeli mobil di sana dengan adanya program “Pilihan Expert” dan program “Stock Clearance”. 

Program Pilihan Expert ini adalah fitur yang menawarkan mobil-mobil bekas dengan kualitas berkelas. Tidak semua mobil bekas dijual di sini. Ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan sampai lolos dan terverifikasi bisa diterima dan layak ditayangkan pada website. 

Setiap mobil bekas nantinya diinspeksi oleh petugas inspektor yang sudah berpengalaman. Tiap mobil diperiksa kelayakannya, performa kendaraan hingga terkait dokumen lengkap kendaraan. Sehingga calon pembeli bisa lebih nyaman dan aman. 

Saya masih membaca situs Seva.id. Tentunya masih melihat mobil-mobil yang ditawarkan. Dari keterangan terkait Program Pilihan Expert, saya membaca tiap poin kriteria mobil yang lolos di website Seva.id. 
Kendaraan diperiksa pihak inspeksi
Kendaraan diperiksa pihak inspeksi/Dok. seva.id
Adapun kriterianya antara lain: Kondisi mobil dalam keadaan baik (termasuk interior dan exterior); Tidak pernah mengalami tabrakan atau terendam banjir; Warna masih asli dari pabrik; Kondisi mesin baik (sesuai tahun usia mobil); dan Dokumen lengkap (bukti servis rutin, buku manual, serta sura-surat mobil yang asli). 

Bayangkan saja jika kita membeli mobil sembarangan tanpa tahu asal-muasal dan riwayat mobil tersebut. Tentu kita dirugikan oleh pihak penjual jika mereka tidak pernah memberikan informasi yang lengkap. Terlebih di beberapa kota besar Indonesia sering terjadi banjir. 

Program yang menarik lainnya adalah Program Stock Clearance. Program ini adalah fitur yang menawarkan mobil baru dengan harga yang lebih terjangkau dengan potongan harga hingga Rp.50.000.000 untuk tipe mobil VIN (tahun pembuatan) 2017-2018. 

Sebuah penawaran yang menarik. Adanya program Stock Clearance ini sebenarnya sejak bulan Maret 2019 hingga bulan Juni 2019. Perlu diketahui program ini berjalan selama stok kendaraannya masih ada. 

Kriteria Program Stock Clearance sebagai berikut: Program ini berlaku untuk stok tertentu yang tertera di website; Harga khusus berlaku untuk mobil VIN (tahun pembuatan) 2017-2018; Unit untuk program ini tersebar di beberapa cabang Auto2000 yang nantinya akan dikonfirmasi salesman setelah pembeli melakukan pemesanan melalui website Seva.id; Pembelian produk Stock Clearance hanya berlaku untuk pembeli yang beralamat KTP di wilayahnya terdapat jaringan Auto2000. 

Saya mengecek wilayah yang terdapat jaringan Auto2000. Sayang sekali wilayah saya yang berada di Kabupaten Jepara belum terdata. Harapannya tentu ke depannya jaringan Auto2000 lebih luas lagi, hingga meliputi kabupaten-kabupaten se-Indonesia. 
Stock Clearance yang ada di website seva.id
Stock Clearance yang ada di website seva.id
Tidak hanya tentang fitur, di Seva.id juga ada produk yang bisa kita ikuti seperti CariParkir dan Sejalan. Sebenarnya ada banyak lagi produknya, hanya saja dua produk tersebut yang berkaitan dengan kendaraan. 

Tidak terasa, lama saya membaca berbagai informasi yang tertera di Seva.id. Membaca tiap ulasan yang ada di website, sampai melihat daftar mitra yang berkaitan dengan Seva.id. Menilik daftar yang tertera membuat saya yakin dengan situs tersebut. 

***** 

Lebih dari dua jam saya menatap layar laptop. Sudah segelas kopi kuhabiskan sebagai teman membaca informasi yang ada di website Seva.id. Sebuah keinginan untuk mempunyai mobil mulai terlihat menggoda pikiran. 

Pertimbangan-pertimbangan terkait nantinya mengoperasikan penginapan di Karimunjawa membutuhkan mobil untuk transportasi. Sepertinya mobil menjadi prioritas ketika penginapan sudah berjalan. Saya percaya, setiap keinginan nantinya bisa terwujud jika kita bekerja, berdoa, dan bersabar. Termasuk dalam membeli kendaraan roda empat. 

Bagi kalian yang bingung mencari informasi berkaitan pembelian mobil, tukar tambah kendaraan roda empat, coba buka situs Seva.id. Siapa tahu makin tahu informasi harga kendaraan, dan membeli melalui situs Seva.id.

Kong Djie, Warung Kopi Legenda di Belitung

$
0
0
Kopi Kong Djie Belitung kala malam hari
Kopi Kong Djie Belitung kala malam hari
Lalu-lalang pengguna jalan di simpang warung kopi Kong Djie ramai. Aku sedikit bersabar sebelum menyeberang. Lampu temaram menerangi jalan, namun jalan simpang tiga ini tidak sepenuhnya terang benderang. 

Tanpa menggunakan penyanggah kamera. Aku berusaha mengabadikan teras kedai kopi Kong Djie. Cuaca di Belitung menarik. Siang sempat hujan, berlanjut terang, dan menjelang malam kembali diguyur hujan. Tanah di dekat warung kopi masih basah. Memantulkan cahaya temaram dari tiang lampu. 

Cuaca yang tepat untuk mengopi. Setiba di Belitung, aku memanfaatkan waktu untuk langsung menjelajah beberapa destinasi seharian. Mulai dari Replika Sekolah Laskar Pelangi, Museum Kata, hingga berlayar menuju Pulau Lengkuas. Malam ini baru berniat check in di MaxOne Hotel selepas menyeduh kopi. 
Pengunjung yang ingin mengopi di Belitung
Pengunjung yang ingin mengopi di Belitung
Tulisan besar bisa terbaca di tiap ruas jalan. “Warung Kopi Kong Djie Tanjung Pandan”. Kedai kopi legendaris yang berada di Jalan Siburik Barat No.4, Tanjung Pandan ini sudah ada sejak tahun 1943. Tahun berdirinya kedai inipun tersemat pada depan atap kedai. Sayangnya aku luput bertanya terkait informasi lengkap warung kopi. 

Sebagai wisatawan yang mengunjungi pulau Laskar Pelangi, sekaligus pecinta kopi, tentu merapat ke warung kopi Kong Djie sebuah keharusan. Warung kopi yang sudah ada sejak masa perjuangan ini berdiri kokoh di lahan tidak luas. Pastinya dengan bangunan yang sederhana. 

Masyarakat Belitung identik dengan mengopi di warung kopi. Setiap waktu banyak dihabiskan di kedai-kedai kecil sebelum maupun selepas beraktivitas. Kini, warung kopi menggeliat di segala penjuru Indonesia. Kong Djie tetap mempertahankan cara-cara sederhana dalam meracik kopi. 

Kedatanganku disambut lelaki sedikit tambun dengan sumringah. Beliau sedari tadi disibukkan meracik kopi menggunakan ceret. Jejeran gelas sudah tertata rapi. Secara berkala beliau mengisi air pada gelas. Gelas-gelas ini berisi kopi hitam dan kopi susu. 
Bang Ayogi menuangkan air panas pada gelas
Bang Ayogi menuangkan air panas pada gelas
Urusan membuat kopi, abang yang memperkenalkan diri dengan nama Bang Ayogi ini peraciknya. Untuk tugas yang lainnya dibantu beberapa orang di dapur. Ada yang memasak makanan dan menggoreng singkong. Ada juga yang bertugas mengantarkan minuman pada pengunjung. Perempuan ini pula yang menghitung jumlah pesanan kopi. 

Perempuan muda yang menyajikan tak kalah cekatan. Sesekali dia memamerkan senyuman sembari menyapa pengunjung kedai. Dibantu bang Teguh, aku meminta izin memotret tiap sudut kedai kopi. Bang Ayogi merespon dengan ramah. Beliau memperbolehkanku hilir-mudik di kedai sembari memotret. 

“Pokoknya abang boleh foto mana saja,” Suara kencang Bang Teguh memecah konsentrasiku. 

Sudut yang paling wajib kuambil tentunya bagian depan yang menunjukkan nama kedai. Kong Djie Coffee. Tulisan tebal dari kayu mulai usang. Tiap hari harus terkena hawa panas dan asap air dari tungku pemasak air yang berbentuk ceret-ceret panjang nan tinggi. 
Warung Kopi Kong Djie sejak 1943
Warung Kopi Kong Djie sejak 1943
Warung kopi di Belitung menunjukkan kesederhanaan. Tidak berdiri di sebuah ruko layaknya kedai kopi di Jogja. Pangsa pasar berbeda, di sini lebih pada kesederhanaan. Kita tahu, ini adalah warung kopi, bukan tempat tongkrongan muda-mudi milenial dengan membawa laptop dan mengakses internet. 

Dari dalam warung kopi, ceret-ceret di atas tunggu airnya mendidih. Asap mengepul, di sampingnya tidak ketinggalan selembar serbet. Serbet tersebut digunakan sebagai pelapis pegangan ceret yang panas. 

“Tidak apa-apa bang. Potret saja,” Kali ini Bang Ayogi yang berujar. 

Sedari awal aku menunggu bang Ayogi mengangkat ampas kopi yang sudah digodok sejak tadi di ceret panjang. Namun, tak sempat kuabadikan. Beliau melakukan dengan cepat. Tahu-tahu, sudah tidak mengangkat ampas kopi dalam saringan. 

Bau kopi merebak kala saringan berisi ampas kopi terangkat. Lantas dibuang ampas tersebut pada tempat yang sudah disediakan. Melihat ini, aku jadi teringat sebuah cuplikan video kawan yang merekam aktivitas warung kopi di Aceh. Rasanya mirip pemandangannya. 

Jika wisatawan memesan kopi dengan duduk di bangku. Berbeda halnya dengan masyarakat setempat. Mereka malah sering membeli dengan membungkus kopi. Tidak perlu turun dari motor, cukup duduk di atas jok motor dan memberitahu jumlah pesanan. 
Melihat dari dekat peralatan di Kedai Kopi Kong Djie Belitung
Melihat dari dekat peralatan di Kedai Kopi Kong Djie Belitung
Dibantu perempuan muda, Bang Ayogi menuangkan air mendidih pada gelas. Lantas menuangkan kembali pada plastik. Tugas perempuan yang murah senyuman tinggal menyerahkan pada pembeli dan memberikan uang kembalian. 

Melihat geliat warung yang tidak pernah sepi, tentu warung kopi yang buka dari pagi hingga tengah malam ini menghabiskan banyak bubuk kopi. Sedikit kupancing Bang Ayogi terkait jumlah bungkus kopi yang dihabiskan dalam sehari. 

Percaya atau tidak, dalam sehari-semalam, warung kopi ini menghabiskan 20 bungkus kopi bubuk. Satu bungkus kopi seberat 600 gram. Tidak terhitung berapa gelas kopi yang diminum semalaman. Bang Ayogi mengatakan, selain faktor wistawan, masyarakat di sini sudah melekat dengan mengopi. 

Tempat untuk mengopi di Warung Kopi Kong Djie ini ada tiga ruangan. Bagian teras yang dilengkapi beberapa meja panjang, bagian dalam, serta bagian dekat tempat meracik. Di atas meja ada banyak camilan yang bisa dimakan sembari mengopi. 
Menuangkan air kopi panas pada gelas
Menuangkan air kopi panas pada gelas
Aku sendiri memesan kopi tanpa susu. Menu yang paling ramai di warung kopi ini adalah kopi susu menggunakan gelas kecil. Harga yang ditebus untuk segelas kopi susu adalah Rp.8.000. Jika ditambahi dengan telur setengah matang menjadi Rp.12.000. Atau minuman lain seperti Teh Susu dengan gelas besar seharga Rp.15.000. 

Camilan yang kupesan dua jenis. Singkong goreng dan pisang goreng. Segelas kopi hitam pekat tanpa gula beserta camilannya sudah lengkap. Aku berhenti dari aktivitas memotret, duduk santai di kursi panjang seraya menyesap kopi. 

Tanpa sadar, Bang Ayogi menghampiriku. Beliau membawa segelas kecil kopi yang isinya setengah. Disela-sela kesibukannya meracik kopi, beliau menyempatkan duduk dan berbincang denganku. 

“Ini bang ada ekstrak biji kopi di warung Kong Djie.” 

Sebenarnya aku bukan orang yang paham betul tentang rasa kopi. Namun, mendapatkan kesempatan menyeduh ekstrak biji kopi dari warung kopi legenda di Siburik, Belitung adalah suatu penghormatan. 

Sruppp!! Sekali seduhan, kopi ini kunikmati. Ingin rasanya langsung menandaskan hingga lepas tenggorokan. Tetapi kutangguhkan. Sayang rasanya jika tidak bisa menikmati rasa yang tinggal di lidah. 
Wisatawan maupun warga setempat mengopi bareng di Warkop Kong Djie
Wisatawan maupun warga setempat mengopi bareng di Warkop Kong Djie
Bang Ayogi menceritakan tentang stok kopi yang digunakan. Kopi Robusta beliau ambil dari Lampung. Sementara yang Kopi Arabika diambil dari Jawa Barat. Kopi Kong Djie ini sudah mempunyai mitra untuk mengambil produk-produk kopi yang diinginkan di wilayah tersebut. 

Meski berbincang singkat, aku merasa terhormat karena langsung dijamu peracik kopi di sini. Kembali kunikmati kopi dan camilan sembari melihat wisatawan yang makin ramai. Meski hujan belum sepenuhnya reda, magnet warung kopi Kong Djie sangat kuat bagi wisatawan. 

Sebelum pulang, aku menyempatkan membeli beberapa bungkus kopi bubuk yang dijual. Seingatku, satu bungkus kopi seharga Rp.35.000. Bubuk kopi ini nantinya yang menemaniku dalam menulis cerita waktu mengunjungi warung kopi Kong Djie di blog. 

Malam semakin larut, aku bergegas meminta izin sekaligus mengucapkan terima kasih pada Bang Ayogi atas jamuannya. Esok pagi, sebelum menuju bandara Internasional HAS. Hanandjoeddin, ingin kusempatkan melihat danau Kaolin Belitung, meski pemandangan tidak indah layaknya siang hari. *Kopi Kong Djie Belitung, 27 Oktober 2018.

Kuliner di Pulau Bangka, Mie Koba Iskandar dan Otak-otak Ase

$
0
0
Kuliner Mie Koba Bangka
Kuliner Mie Koba Bangka
Penerbangan dari Batam menuju Bangka berjalan dengan lancar. Sembari memanggul keril tanggung, aku mengikuti penumpang yang menuju pintu keluar. Meski tiba pukul 19.00 WIB, para menjemput cukup ramai. Mereka berjejer di batas pagar yang sudah ditentukan. 

Para penjemput didominasi pemandu, terlihat beberapa dari mereka memegang kertas bertuliskan nama rombongan yang dijemput. Pemandangan yang sama waktu aku turun di bandara Belitung. Bedanya, hanya pas di Belitung aku tiba pukul 10.00 WIB. 

Aku duduk di kursi yang tersedia sembari menyempatkan mengisi baterai gawai. Tidak lama kemudian, saudara yang menjemput terlihat dari kejauhan. Niat awal sejak tahun kemarin ingin berkunjung ke Bangka akhirnya terealisasikan. 

Perjalanan selanjutnya menujuHotel Menumbing Heritage. Selama dua hari ke depan di Bangka, aku belum tahu ingin mengunjungi daerah manapun. Intinya sekarang ingin bersantai dulu sembari mencorat-coret rencana jelajah Pulau Bangka. Selepas mengurusi penginapan, aku langsung diajak kuliner malam. 

“Kita makan Mie Koba,” Ujar Bu Hastuti. 

Melewati pasar yang masih terlihat keramaiannya, mobil terus berjalan. Hingga berbelok kiri di pertigaan. Laju makin lambat, di depan sudah ada dua mobil parkir, dan beberapa sepeda motor. Mobil diarahkan juruparkir agar rapi kala berhenti. 
Warung Mie Koba malam hari
Warung Mie Koba malam hari
Aku melangkah menyeberangi jalan. Berdiri tepat di semacam puskesmas yang baru diresmikan bangunannya. Di seberangku adalah Mie Koba Iskandar yang terkenal di Belitung. Ibarat kata kawan, Mie Koba kudu dicicipi kalau main ke Bangka. 

Berlokasi di Gedung Nasional, Taman Sari, Kota Pangkal Pinang, Bangka Tengah, Mie Koba cukup popular di kalangan warga Bangka. Sedari tadi silih berganti yang datang. Sebagian makan di tempat, ada juga yang dibungkus. Tempatnya cukup sederhana, teras rumah yang sudah dipasangi atap permanen. 

Meja panjang layaknya warmindo di Jogja. Tiap meja dilengkapi dengan kursi plastik berwarna biru. Kami berbaur dengan pengunjung yang lain, sama-sama ingin menikmati mie tersebut. Intinya, kita datang dan langsung duduk, baru melakukan pemesanan. Takutnya tempat duduk ditempati orang lain. 
Pengunjung yang ingin menikmati Mie Koba Iskandar
Pengunjung yang ingin menikmati Mie Koba Iskandar
Para pecinta kuliner berkumpul. Kulihat rombongan dari berbagai kota. Meski didomininasi warga setempat, tetap saja ada rombongan dari kota lain di Indonesia. Aku mengetahui dari logat bicaranya. Sembari menunggu pesanan, kusempatkan untuk memotret dan mengambil sedikit rekaman. 

Mie Koba ini buka mulai pukul 08.00 WIB hingga malam. Rata-rata tutup pukul 22.00 WIB. Kali ini aku datang pukul 20.17 WIB. Dan pastinya antre lumayan lama. Lama antre ini disebabkan beberapa faktor, yang paling terlihat adalah, kadang pelayan tidak tahu siapa yang datang lebih awal untuk dilayani. 

Bagiku tidak masalah, tempat seramai ini hanya ada tiga orang yang bertugas. Satu abang meracik mie, satu lagi bertugas membantu membantu meletakkan piring dan mengantarkan ke pembeli, dan satu lagi bertugas di kasir. Mungkin ada beberapa lagi orang di belakang yang bertugas mencuci piring. 
Abang yang membuat Mie Koba
Abang yang membuat Mie Koba
Dua kali aku terlewatkan, orang di belakangku yang baru datang sudah terlebih dulu mencicipi. Kami hanya tertawa, toh memang di sini tidak ada nomor meja, tidak ada nomor antrean. Intinya, seingat pelayan tersebut kami cukup lama, itulah yang dilayani. Tak ketinggalan ujaran beliau pada kami. 

“Berapa orang, bang!?” Abang tersebut ingin memastikan. 

Sekilas Mie Koba terlihat seperti Bakmie rebus. Mie-nya lebih sedikit dan tampilannya lebih coklat. Namun porsinya tidak terlalu banyak. Tumpukan piring yang sudah beri tambahan racikan abang lekas diambil kawannya. Lantas mengantarkan piring-piring tersebut kepada pengunjung yang sudah menunggu. 

Sedikit tambahan taburan di atas Mie Koba yang aku kenali dari dekat adalah potongan seledri dan bawang goreng. Tidak ketinggalan tambahan kecambah. Aku melihat lebih detail lagi, termasuk kuah yang pekat. Aroma ikan cukup kuat. Kuah ini berasa seperti kuah ikan pindang. 
Kuliner Mie Koba Bangka siap disajikan
Kuliner Mie Koba Bangka siap disajikan
Kulibas Mie Koba yang ada di depanku. Makan mie ini juga bisa sekalian memesan telur rebus untuk tambahan. Tidak ada cabai, yang ada sambal. Itupun rasanya sudah tercampur aroma ikan. Bagi yang ingin mengurangi aroma ikan, bisa minta irisan jeruk nipis untuk diperas. 

Uniknya lagi, di sini pilihan minuman terbatas. Minuman yang disediakan adalah air mineral kemasan dan teh botol sosro. Tidak ada minuman yang lainnya. Kunikmati seporsi mie koba sebagai menu kuliner pertama di Bangka. Ketika mau membayar, semua sudah dibayari Bu Hastuti. Rezeki memang tidak tertukar! 

Berlanjut Kuliner Otak-otak Ase 

Satu porsi Mie Koba sudah kulibas. Kami meninggalkan warung yang makin ramai tersebut. Awalnya kurencanakan menikmati kopi, namun berhubung badan masih capek dan lokasi tempat mengopi lumayan jauh, kuputuskan mengikuti arahan tuan rumah. 

Sepanjang perjalanan, sedikit kuamati di Bangka masih terlihat bangunan-bangunan lamanya. Meski hanya melalui lampu rumah, aku bisa melihat dengan jelas bahwa bangunan tersebut peninggalan masa penjajahan. 

Mobil terus menyeruak keramaian kota, hingga berhenti di seberang tempat kuliner lagi. Warung bertuliskan Otak-Otak Ase mencolok. Keramaian di tempat tersebut pun terlihat jelas. Bisa jadi, ini adalah kuliner kedua dalam rentang waktu kurang dari setengah jam. 
Kuliner Otak-otak Ikan Ase, Bangka
Kuliner Otak-otak Ikan Ase, Bangka
“Mumpung di Bangka,” Celetuk Bu Hastuti. 

Lokasinya mirip ruko. Di bagian depan ada banyak pramusaji yang bertugas melayani pembeli. Selain kuliner otak-otak ikan, di sini juga menyediakan oleh-oleh kemasan yang bisa dibawa pulang. Aneka kerupuk pun ada di sini. Pembeli tinggal memilih, dan petugas memasukkan dalam kemasan. Sehingga tinggal bawa ke bandara. 

Kami menuju meja panjang, berbaur dengan pembeli yang lain. Bu Hastuti sudah mengurusi semua menu yang nantinya kami makan. Berlokasi di Jalan Kampung Bintang No.149, Bintang, Rangkui, Kota Pangkal Pinang, kuliner Otak-otak Ase sepertinya sudah familiar oleh wisatawan. 
Suasana cukup ramai di Otak-otak Ase
Suasana cukup ramai di Otak-otak Ase
Sajian sudah tersaji. Otak-otak ikan ada yang direbus dan dibakar. Semuanya sudah ada di depan mata. Tak ketinggalan minuman yang kami pilih Jeruk Kunci. Semua hidangan minum disajikan dingin. Oya, Jeruk Kunci adalah minuman khas di Bangka. 

Kuamati otak-otak ikan yang siap santap. Selain otak-otak ikan juga ada Empek-empek, Cumi, serta Udang. Tak ketinggalan Ampiyang. Semuanya bisa dinikmati dengan tiga sambal pilihan. Sambal biasa, Sambal Tauco/Belacan, serta Sambal Terasi. Kunikmati kuliner tersebut. semua kujajal satu persatu. Aku cukup cocok dengan menu kuliner ini. 

“Dihabiskan mas.” 
Menikmati menu kuliner Otak-otak Ase di Bangka
Menikmati menu kuliner Otak-otak Ase di Bangka
Percayalah, baru juga sandar di Bangka, aku sudah melibas dua kuliner sebagai pembuka. Sepertinya tanda-tanda esok bakal bangun siang. Lagi lagi semua makanan malam ini dibayar Bu Hastuti. Lumayan, uang sakuku belum terjamah sedikitpun. 

Rasanya sudah kekenyangan, aku kembali menuju penginapan. Usai mengantarkan sampai hotel, Bu Hastuti pamit pulang. Ya, hari yang panjang. Selepas perjalanan dari Batam, akhirnya aku istirahat juga di kasur hotel. Rencananya, besok aku ingin bangun pagi. Menyusuri sudut pasar di tengah kota Bangka. *Bangka, 25 Oktober 2018.

Imba Coffee Jogja, Kedai Kopi yang Lokasinya Tersembunyi

$
0
0
Coffee dan Pastri di Imba Coffee Jogja
Coffee dan Pastri di Imba Coffee Jogja
Menjelajah kedai kopi di Jogja memang tidak pernah habis. Selalu ada kedai kopi yang menurutku menarik untuk diulas. Sepertinya, kawasan Soropadan, Condongcatur, yang masuk di kabupaten Sleman ini kian menarik minat investor dalam membangun kedai kopi. 

Di sana ada beberapa kedai kopi yang sudah pernah aku kunjungi seperti Kene Coffee maupun 7PM Books & Coffee. Tidak jauh dari kedai-kedai tersebut terselip satu kedai kopi yang lokasinya agak tersembunyi. Bahkan di arah jalan masuk pun tak ada plang petunjuk arah. 

Pukul 14.00 WIB, aku memesan transportasi daring menuju kedai kopi Imba yang berada di Condongcatur. Di sana sudah ada tiga teman bloger yang menunggu. Meski paham daerah sana, aku tidak tahu lokasi persis kedai kopi Imba tersebut. Rencananya, kami ingin menyicil pekerjaan sembari berbincang. 

Beruntung pengemudi jauh lebih paham. Beliau mengatakan bahwa kedai ini tepat di belakang sebuah salon. Beliau paham karena pernah mengantarkan pemesan yang mengunjungi kedai kopi kopi Imba. 

“Tidak ada plangnya mas. Tapi jalan masuk tepat di samping salon.” 

Benar adanya, dari samping sebuah salon, mobil belok kiri melewati jalan kecil. Di belakang salon terdapat lahan cukup luas. Inilah kedai kopi Imba Coffee, kedai yang sudah beberapa kali teman bloger kunjungi untuk bekerja. 

Area parkir kedai menurutku luas. Di depan kedai terdapat pohon Nangka yang menjadi peneduh saat siang. Sepertinya kedai kopi ini diapit salon dan perumahan di bagian depan. Tempatnya memang tersembunyi. Cukup menarik, meski agak tersembunyi tapi tetap ramai pengunjungnya. 
Pintu depan Kedai Kopi Imba Coffee Jogja
Pintu depan Kedai Kopi Imba Coffee Jogja
Sebelum jauh mengeksplor sudut kedai, aku menuju meja barista. Meja panjang barista tepat di sini kiri pintu masuk. Sudah terpajang mesin kopi yang siap digunakan. Daftar menu terpajang di depan meja kasir. 

“Selamat siang, mas. Kopi atau nonkopi?” 

“Kopi mas,” Jawabku seraya melihat stok biji kopi yang disediakan. 

Sebelum ke sini, aku sedari pagi menyicil artikel di Aegis Coffee. Di sana tentunya memesan Kopasus, minuman yang patut kalian coba jika mengunjungi coffeeshop tersebut. Kisaran harga di Imba Coffee antara Rp.20000 ke atas. Harga kopi sedikit berbeda untuk jenis biji kopi yang digunakan. 

Sedikit terlupakan. Bagi yang tidak membawa uang tunai, di kedai ini tersedia pembayaran non tunai. Selain itu, ada juga potongan harga yang membayar menggunakan Gopay. Kalau tidak salah potongannya sampai 30% untuk menu tertentu. 
Daftar Menu dan Harga di Imba Coffee Jogja
Daftar Menu dan Harga di Imba Coffee Jogja
Aku memesan manual brew dengan biji kopi reguler. Sayangnya aku lupa biji kopi dari daerah mana yang kucoba. Tidak sempat mencatatnya. Barista merekomendasikan metode seduh dengan V60. Aku mengiyakan. Usai memilih satu meja kecil yang bisa digunakan dua orang. Selain minuman, di sini juga tersedia pastri. Menu nonkopinya pun beragam. 

Aku kembali menuju meja barista. Di sini menyempatkan diri untuk bertanya-tanya terkait kedai kopi Imba. Kedai kopi Imba ini dibangun sekitar bulan September 2018. Setiap hari kedai kopi ini huka mulai pukul 08.00 WIB hingga tengah malam. Tiap waktu barista yang bekerja dua orang. Total barista yang bekerja di Imba Coffee sejumlah 5 orang. 

Waktunya menjelajah tiap sudut kedai kopi Imba. Sebelumnya, aku sudah terlebih dulu meminta izin memotret. Satu pandanganku tertarik pada tiap rak yang melekat pada tembok kedai. Berbagai alat seduh terpajang. 
Barista membuatkan pesanan manual brew
Barista membuatkan pesanan manual brew
Tidak banyak kedai kopi yang sekaligus menjual alat seduh kopi. Imba Coffee salah satu kedai yang menjual peralatan seduh. Berbagai alat seduh beragam terlihat. Ada Kalita, Aeropress, serta beberapa jenis grinder manual juga tersedia. Jika tidak salah, berbagai alat yang disediakan salah satu mereknya adalah Hario 

Seorang pengunjung memasuki kedai kopi. Sesaat menyapa barista, lantas mengambil sebungkus kertas filter kopi. Dilihat dari cara berbincang, pengunjung ini sepertinya pelanggan kedai kopi yang membeli kebutuhan terkait kopi di Imba Coffee. 

Aqied, salah satu teman blogerku yang sudah beberapa kali berkunjung mengatakan jika nantinya aku membutuhkan berbagai alat seduh kopi bisa membeli di sini. Ada beberapa alat seduh kopi yang dia rekomendasikan. Salah satunya tentu grinder manualnya. 
Imba Coffee menjual berbagai perlengkapan alat seduh kopi
Imba Coffee menjual berbagai perlengkapan alat seduh kopi
Kembali mengelilingi ruangan dalam kedai kopi. Kombinasi meja panjang ala coworking space dilengkapi delapan kursi. Tempat ini bisa menjadi salah satu spot asyik bagi yang bekerja. Tepat di tengahnya sudah disediakan stop kontak. 

Kombinasi meja yang lain dilengkapi dengan empat kursi. Ada juga meja kecil yang hanya cukup untuk dua kursi diposisikan dekat jendela. Jendela yang menghadap ke teras pun dimanfaatkan menjadi meja permanen dengan kursi kayu. 

Fasilitas yang lainnya di dalam adalah adanya kursi untuk balita yang diletakkan pada pojok ruangan. Kursi ini bisa digunakan kala ada pengunjung keluarga dan mempunyai balita. Selain itu, di dalam juga terdapat fasilitas musola dan kamar mandi, serta wastafel lengkap dengan cermin. 

“Kamar mandinya luas banget,” Celetukku setelah melihat ke belakang. 

Masih di dalam ruangan. Terdapat rak buku yang di dalamnya terdapat tumpukan buku. Meski tidak banyak, buku-buku tersebut bisa dibaca saat bersantai. Selama duduk di dekat sini, baru satu pengunjung yang meminjam buku dan membacanya di teras. Selebihnya pengunjung lebih banyak fokus dengan laptopnya, termasuk aku. 
Ruangan kedai Imba Coffee nyaman untuk bekerja
Ruangan kedai Imba Coffee nyaman untuk bekerja
Pemilihan lagu maupun suara pelantang di kedai kopi juga menjadi hal yang aku perhatikan. Kedai kopi yang suara pelantangnya kencang dan pemilihan lagu identik ritme cepat tentu kurang tepat untuk pengunjung yang ingin bekerja. Di sini, sesuai dengan tempatnya yang agak tersembunyi. Suara musik pun pelan. 

Beranjak ke ruangan luar. Teras kedai kopi ini diberdayakan sedemikian rupa untuk tempat duduk. Ada empat bulat yang ditaruh sisi selatan kedai. Sisi sebelahnya dilengkapi dengan kursi, dan sisi yang lainnya memanfaatkan batas dinding yang dijelma menjadi kursi permanen. 

Berbeda halnya dengan yang bagian barat. Dinding yang menghadap langsung dengan pohon Nangka ini dinding pembatasnya dijadikan meja permanen. Tidak ketinggalan penambahan kursi agar bisa ditempati pengunjung yang merokok. 

Jika kalian datang ke Imba Coffee siang hari. Aku merekomendasikan untuk duduk di kursi yang ada di dalam. Di ruang luar kalau siang dan panas terasa gerah. Meja dan kursi yang berada di luar menjadi ramai menjelang sore. 
Tatanan kursi di bagian luar kedai kopi untuk perokok
Tatanan kursi di bagian luar kedai kopi untuk perokok
Waktu bergerak dengan cepat. Tanpa terasa azan magrib berkumandang. Aku bergantian dengan kawan menunaikan salat magrib di kedai kopi. Setelah itu satu persatu dari kami pulang. Diawali dari Mak Indahjuli, Aqied, Ardian, Aku & Aji, dan yang terakhir di sana adalah Yugo. 

Pengunjung silih berganti. Benar kataku, sore hari menjelang petang tempat duduk yang ada di luar makin ramai. Aku keluar dari kedai, dan pulang ke kosan. Hari ini satu tulisan terselesaikan, dan tentunya sekaligus mendapatkan konten kedai kopi Imba. 

Banyak yang berkata, Imba Coffee cocok sebagai tempat tongkrongan orang-orang yang tidak suka keramaian. Suasana sepi, dan tersembunyi. Jika kalian salah satu di antara tipe orang tersebut. Silakan ke sini sebelum pukul 16.00 WIB. Pasti tempatnya asyik untuk menyendiri. 
Suasana di kedai kala menjelang malam semakin ramai
Suasana di kedai kala menjelang malam semakin ramai
Pelayanan barista juga menyenangkan. Mereka semua ramah. Oya, kopi yang kuseduh siang tadi menurutku enak. Jaringan internet cukup mumpuni kalau sekadar untuk membuka blog ataupun membalas komentar. *Imba Coffee Jogja; Jumat, 19 April 2019.

Sarapan Nasi Jagung Urap di Pasar Ngablak

$
0
0
Mbah penjual Nasi Jagung Urap di Pasar Ngablak, Magelang
Mbah penjual Nasi Jagung Urap di Pasar Ngablak, Magelang
Rencana awal ingin melihat mentari terbit tidak terealisasikan. Aku sudah kembali di atas sepeda motor menuju penginapan. Pagi tadi sempat mengabadikan indahnya Cuntel. Tentu ada banyak stok foto indah terkait lanskap Cuntel dengan pemandangan jejeran gunung. 

Target selanjutnya adalah mengunjungi pasar Ngablak. Seperti agenda semalam, selain ingin memotret aktivitas pasar, aku lebih tertarik untuk mencari kuliner di pasar tradisional. Konon, Nasi Jagung Urap yang dijual simbah-simbah terkenal enak dan murah. 

Di pasar Ngablak, jalanan sedikit tersendat. Juruparkir pengarahkan tempat parkir sepeda motor. Lahannya berbaur dengan kendaraan yang lain di tepi jalan. Tersusun rapi, hingga tidak menutup jalan. 

Tiap pagi, pasar Ngablak sangat padat. Aku sedikit paham karena sudah beberapa kali melintasi jalur ini waktu berkunjung ke D’emmerick Hotel. Berbagai hasil kebun masyarakat setempat dibawa ke pasar untuk dijual. 

Gapura usang bertuliskan Sub Terminal Agribisnis Ngablak-Magelang tertera jelas meski tampak karatan termakan waktu. Penjual dan pembeli menjadi satu. Keriuhan khas pasar terlihat jelas. Sementara jauh di belakang sana, tampak Gunung Andong merekah. 
Gerbang Pasar Ngablak saat pagi hari
Gerbang Pasar Ngablak saat pagi hari
Kalian tentu tahu tentang Gunung Andong. Bagi pendaki pemula, gunung tersebut menjadi lokasi yang menyenangkan untuk didaki. Teman-temanku sudah pernah mendaki gunung tersebut. Hanya saja, aku masih belum tertarik untuk mengunjunginya. 

Aku berbaur dengan pengunjung yang lainnya. Sepanjang tepi jalan ramai para penjual yang menata hasil buminya untuk dijual. Calon pembeli juga hilir-mudik melintasi jalan paving. Tidak jarang aku berpapasan dengan penjual yang memikul dagangannya ke lapak. 

Di tepian jalan, penjual didominasi buah dan bumbu dapur. Mulai dari jeruk, pisang, cabai, kol, tomat, dan sebagainya. Tidak ketinggalan jajanan pasar juga tersaji. Geliat pasar kala pagi selalu menyenangkan. Suara-suara sapaan penjual bercampur dengan riuhnya saling menawar barang belanjaan. 
Keramaian pengunjung pasar Ngablak
Keramaian pengunjung pasar Ngablak
“Nasi Jagung Urapnya di dalam,” Terang temanku. 

Aku terus mengikuti langkah teman. Dia hapal segala sudut dan gang di pasar. Terkadang aku harus berhenti, mencari dia tadi lewat jalan yang mana. Di pasar Ngablak ternyata tidak hanya dipenuhi masyarakat setempat. Aku sempat berpapasan dengan rombongan yang membawa keril besar. Sepertinya mereka ingin mendaki gunung. 

Sempat aku kebingungan mengikuti teman. Tiba-tiba dia sudah di sampingku, muncul dari gang sebelah. Dia menginfokan jika mbah-mbah penjual nasi urap sudah tidak di lapak yang sama. Ternyata beliau pindah ke lorong jalan. 

Pasar menjadi tempat yang paling menyenangkan kala kita butuh sarapan. Setiap aku bepergian, ke tempat lain. Biasanya aku mencari pasar, lantas menemukan makanan-makanan dengan harga murah. Secara tidak langsung, itu caraku mengantisipasi pengeluaran kala bepergian. Asyiknya lagi jika bisa diceritakan di blog. 

Lorong jalan di pasar bukanlah area yang luas. Lebar lorong kurang dari dua meter. Di sanalah simbah berjualan nasi jagung urap. Tiap ada yang membeli, para pengguna jalan di lorong harus sabar, perjalanan mereka tersendat. Inilah pasar, meski begitu, tak ada yang mengeluh atau memprotes. 
Nasi Jagung Urap Mbah Tugiyem di pasar Ngablak
Nasi Jagung Urap Mbah Tugiyem di pasar Ngablak
Semua tempat di pasar bisa menjadi lapak jualan. Lorong kecil ini mulai ramai pengunjung pasar yang ingin membeli sarapan. Sedari tadi kulihat mbah yang berjualan terus disibukkan membungkus nasi urap jagung. 

“Inggih, matur nuwun.” 

Berkali-kali ucapan tersebut terlontar dari mbah berkerudung merah. Entah sudah berapa kali beliau membungkus nasi. Tak ada rasa capek. Tangan-tangan tersebut masih cekatan memasukkan nasi jagung, segala sayur, dan tentunya sambal. 

Sembari melayani pembeli, aku menyempatkan berbincang dengan simbah yang berjualan nasi jagung urap. Nama beliau Mbah Tugiyem. Beliau sudah dua tahun berjualan nasi jagung urap di pasar Ngablak. Sebelumnya beliau berjualan di Getasan. Salah satu kecamatan yang berbatasan langsung dengan Ngablak. 

Temanku sudah memesan dua porsi nasi jagung urap. Nantinya kami sarapan di penginapan atau di rumah teman yang tidak jauh dari pasar. Mbah Tugiyem dengan sabar melayani pembeli. Sesekali beliau membalas sapaan pengunjung pasar yang mengenalnya. 

Di lorong ini, mbah Tugiyem berjualan dari pukul 06.30 WIB hingga menjelang siang. Biasanya beliau mengemasi dagangannya pukul 11.00 WIB. Lebih sering malah tidak sampai siang, dagangan beliau ludes dilarisi pembeli. 
Mbah Tugiyem melayani pembeli nasi urap jagung
Mbah Tugiyem melayani pembeli nasi urap jagung
Satu porsi nasi jagung urap di pasar Ngablak hanya Rp.3000 saja. Tentu harga segitu bagiku sangat murah. Terlebih porsinya lumayan untuk sekadar sarapan. Di pasar, rata-rata makanan memang murah. Aku pernah mengalaminya waktu membeli nasi urap di Jepara. 

“Harganya terserah pembeli, mas. Mau beli Rp.3000 dilayani, minta Rp.5000 ya dikasih lebih banyak lagi.” 

Mbah Tugiyem tidak mematok harga. Beliau melayani berapapun pembeli inginkan. Rata-rata tiap pembeli membulatkan harga Rp.5000 per porsi. Kalaupun ada yang membeli di bawah harga tersebut, beliau tetap melayani dengan senang hati. 

Inilah cerminan pasar tradisional. Tidak ada harga yang paten. Tiap orang bisa membeli dengan tarif berbeda. Namun, tetap saja dalam nominal yang sewajarnya. Sembari berbincang, aku juga menyempatkan memotret beliau. Sebelumnya, aku sudah meminta izin terlebih dulu. 

“Tadi pesan berapa bungkus, mas?” Tanya Mbah Tugiyem padaku. 

“Dua bungkus, mbah. Lima ribuan nggeh,” Jawabku sembari mencatat obrolan dengan beliau. 

Satu bakul nasi jagung mulai tinggal separoh. Selanjutnya beliau mengambil sayuran yang sudah disiapkan. Ada ongseng sayur Jipang, Urapan, Ongseng Labu Siam. Semua dijadikan satu pada bungkus daun pisang dan koran. 

Tidak lupa mbah Tugiyem menambahkan sambal urap ataupun sambal parutan kelapa, tergantung keinginan pembeli. Selanjutnya lauknya adalah potongan-potongan kecil ikan asin yang digoreng kering. 

Selang tidak lama, mbah Tugiyem sudah memberikan bungkusan plastik yang berisi nasi jagung urap ke kami. Usai membayar, kami berpamitan. Tidak lupa mengucapkan terima kasih karena sudah merepotkan beliau selama berbincang santai. 

Aku berencana sarapan di penginapan. Namun, kawan mengajak untuk sarapan di rumahnya. Benar juga, rumah kawan tidak lebih dari 1KM dari pasar. Di depan rumah terdapat berbagai bibit sayuran yang dijual. Rata-rata masyarakat di sini berjualan bibit sayuran. 
Sebungkus Nasi Jagung Urap dari Pasar Ngablak
Sebungkus Nasi Jagung Urap dari Pasar Ngablak
Nasi jagung urap yang terbungkus daun pisang dan koran kubuka. Aroma ikan asin ikut merasuk. Kunikmati kuliner nasi jagung urap yang murah meriah dari pasar Ngablak. Meski porsi tidak banyak, tetap saja sudah lebih dari cukup untuk sarapan. 

Sedikit unik rasanya. Layaknya mencoba nasi goreng jagung yang semalam kunikmati. Di lidahku, nasi urap jagung cukup sesuai dengan seleraku. Lahap kuhabiskan satu bungkus nasi jagung urap, teh hangat, ditambah kerupuk. 

Selalu ada kepuasan tersendiri jika kita berkunjung di pasar. Berbagai interaksi antar masyarakat di sana. Melihat geliat perekonomian, etos kerja, hingga berharap rezeki semakin melimpah. Aku percaya, di pasar Ngablak ada banyak sosok-sosok yang bersemangat seperti mbah Tugiyem yang lain. Beliau terus bekerja dengan tekun, tanpa harus mengeluh layaknya mulut-mulut pesimistis di media sosial tentang negeri ini. *Pasar Ngablak Magelang; Minggu, 08 Juli 2018.

Menepati Janji di Kedai Eternity Coffee and Maker Space Jogja

$
0
0
Barista meracik kopi di Eternity Coffee Jogja
Barista meracik kopi di Eternity Coffee Jogja
Pengunjung kedai kopi lalu-lalang mencari tempat duduk. Tampak juga barisan calon pembeli yang antre menuju meja kasir. Aku sendiri duduk santai bersama kawan di meja panjang. Aktivitasku mengamati pengunjung yang membludak sembari menyesap kopi. 

Seperti halnya kedai kopi baru buka. Eternity Coffee and Maker Space yang berada di Jalan Babarsari No.41-42, Tambak Bayan membuka harga promosi di bulan februari. Rata-rata mereka memesan minuman nonkopi. Tidak sedikit dari pembeli yang membawa pulang minuman dengan harga terjangkau. 

Menarik memang melihat perkembangan bisnis kopi di Jogja. Hampir tiap bulan pasti ada kedai kopi baru muncul dengan segmen yang beragam. Di Eternity Coffee ini, aku sempat berbincang dengan pemilik kedai. Kami berbagi cerita tentang kedai kopi di Jogja, sebatas apa yang kami ketahui. 
Suasana di meja kasir kedai kopi
Suasana di meja kasir kedai kopi
“Saya ingin membuat suasana di kedai ini seperti tempat mereka (pengunjung) sendiri, mas. Mereka nantinya akrab dengan barista, dan barista ke depannya barista langsung paham dengan pesanan pengunjung tanpa ditanyai.” 

Lelaki berambut cepak serta menggunakan kacamata ini bercerita panjang lebar terkait keinginannya mengembangkan Eternity Coffee. Aku menimpali sebisa mungkin. Kukatakan pada Mas Yudi (pemilik kedai) jika masa-masa transisi kedai kopi dalam jangka pendek adalah tiga bulan. 

“Setelah tiga bulan, kita baru tahu siapa-siapa target pengunjungnya, mas. Untuk jangka menengah, satu tahun ke depan,” Ujarku sesaat. 

Obrolan panjang di meja depan menghadap ke jalan sebelum aku dan teman-teman bloger pamit untuk pulang. Aku sempat memberi harapan jika nantinya kedai kopi ini kuulas di blog. Hingga hampir tiga bulan berselang, belum kupenuhi janji tersebut. 
Berbincang santai dengan Mas Yudi (owner kedai), di belakang terlihat Hanif (insanwisata.com)
Berbincang santai dengan Mas Yudi (owner kedai), di belakang terlihat Hanif (insanwisata.com)
*****

Tiga bulan berselang, aku kembali mengunjungi Kedai Eternity Coffee. Tujuanku kali ini ingin melihat bagaimana suasana terbaru, pun dengan melengkapi beberapa foto yang belum aku dapatkan. Beruntung Mas Yudi juga ada di kedai kopi, sehingga kami kembali berbincang santai. 

Sapaan khas barista sekaligus pramusaji cukup kencang, membuatku sedikit kaget. Kulihat agak lama, perempuan ini berbeda dengan pramusaji yang kuabadikan di bulan februari. Eternity Coffee sendiri mempunyai beberapa barista, pramusaji, dan jurumasak. 

Sembari berbincang dengan kasir, aku sempat bertanya apakah lelaki yang duduk tersebut Mas Yudi? Takutnya aku keliru orang saat menyapa. Perempuan yang bekerja di kasir mengiyakan. Untuk sesaat aku melirik menu yang tersedia. 

Ketika baru dibuka, daftar harga dan menu belum sepenuhnya tersedia. Kali ini sudah ada harga dan daftar menu yang tersedia di depan kasir. Berhubung hanya ingin sebentar, aku memesan manual brew dengan menggunakan biji kopi Kintamani. Pembuatannya dengan cara V60. 
Daftar menu dan harga di Eternity Coffee Jogja
Daftar menu dan harga di Eternity Coffee Jogja
Di sini tidak hanya menu kopi. Bagi yang nonkopi, minumannya cukup beragam. Salah satu minuman yang menjadi andalan di sini adalah “I Corn You”, serta masih banyak minuman yang lainnya. Berhubung kedai kopi ini konsepnya seperti working space, menu makanan berat pun disediakan. 

“Saya sempat baca blog kamu, mas. Tapi saya lupa judul artikelnya,” Kata Mas Yudi sewaktu bertemu. 

Aku tertawa mendengar perkataan beliau. Beliau bercerita jika acapkali mengecek apakah ada tulisan baru terkait kedai kopinya atau belum. Di sini pula aku meminta maaf kalau belum sempat menulis kedai kopi ini. 

Kurun waktu tiga bulan di lantai satu tidak sepenuhnya berubah. Meja dan kursi tertata rapi yang bisa digunakan secara bersama-sama. Tiap sudut meja disediakan stop kontak. Seperti tujuan awal Mas Yudi, kedai ini diharapkan menjadi tempat para pekerja lepas. 

Di bawah ada sekitar 20 pengunjung kedai. Sebagian besar dari mereka memang sibuk ke arah laptop. Paling sudut dimanfaatkan menjadi menja yang hanya digunakan dua orang. Atau bagian sisi kanan pintu masuk pun dilengkapi meja dan lampu. 
Menjelang malam makin ramai pengunjung
Menjelang malam makin ramai pengunjung
Kedai ini buka pukul 09.00 WIB – 01.00 WIB. Tiap hari cukup diampu dengan dua barista dan tambahan jurumasak. Waktu bulan februari, barista yang meracik kopi bernama Mas Adib. Semalam, berbeda lagi. Aku lupa berkenalan. Padahal sedari awal kami berbincang di meja barista. 

“Bagian atas sudah berubah loh, mas,” Terang Mas Yudi. 

Sewaktu awal datang, bagian atas belum sepenuhnya jadi. Seingatku hanya kursi panjang dan sedikit meja. Di atas juga tersedia kamar mandi. Kusesap kopi sesaat, lantas menaiki tangga yang berada di belakang. Dari sini, kita bisa melihat kesibukan pengunjung di lantai satu. 

Konsep lantai atas menurutku sedikit unik. Ide Mas Yudi menjadikan lantai atas sebagai working space sekaligus smoking area tentu membuatku berpikir keras. Maksud mas Yudi di sini adalah untuk menggaet mereka pembuat aplikasi dan yang lainnya. 

“Saya lebih mengatakan ini sebagai maker space. Rata-rata teman yang pembuat aplikasi dan yang lainnya itu merokok. Meski tidak semua, hanya sebagian,” Celetuknya sembari tertawa tiga bulan yang lampau. 

Lantai dua berubah total. Di sisi kanan yang berbatasan langsung dengan dinding sudah ada kursi permanen panjang lengkap dnegan meja sebanyak lima. Kemudian sisi yang lainnya dilengkapi dengan kursi-kursi tambahan. 

Sederet dengan arah ke kamar mandi, disekat dengan dinding setinggi 1 meter. Kemudian ditambahi rak buku agar tempat tersebut tidak sepenuhnya kosong. Di sana juga terdapat meja permanen panjang yang agak tinggi dilengkapi dengan beberapa kursi. 
Ruangan di lantai dua Eternity Coffee Jogja
Ruangan di lantai dua Eternity Coffee Jogja
Seluruh tempat di lantai dua adalah area merokok. Sewaktu aku menilik tempat tersebut sangat ramai. Justru tempat ini sepertinya menjadi tempat duduk favorit pengunjung. Terlihat tidak ada meja ataupun kursi yang kosong. 

Menariknya, disekat dengan dinding kaca, di atas juga masih ada ruangan kecil semacam balkon. Tempat ini hanya dilengkapi dengan dua meja. Aku membuka pintu tersebut, di dalamnya sudah ada muda-mudi yang bersantai. Berbeda dengan balik kaca yang di dalam, di sini mereka asyik berbincang. 

Rasanya makin larut, Eternity Coffee makin ramai. Kedai ini bisa menampung 80 pengunjung. Malam ini sekitar 50 pengunjung yang nongkrong. Ini tidak termasuk yang hanya datang dan memesan take away. 

Informasi dari Mas Yudi, kedai kopi ini ramai tidak pada akhir pekan. Tiap malam minggu pengunjung cenderung biasa. Beda halnya dengan malam senin dan malam jumat. Pengunjung jauh lebih banyak dibanding hari-hari yang lainnya. 

Statistik kunjungan dapat diprediksi. Kedai kopi ini mulai sedikit ramai pukul 11.00 WIB siang. Kemudian ramai lagi menjelang pukul 16.00 WIB, dan selepas salat isya. Lonjakan pengunjung terlihat lagi menjelang pukul 23.00 WIB. 

Di kedai ini ada pengunjung setia seekor kucing. Kali ini kucing tersebut sudah beranak. Tiga anak kucingnya sering berlarian di dalam kedai kopi. Bahkan kucing ini mempunyai akun Instagram sendiri. Asyiknya lagi kucing ini cukup nyaman dengan banyaknya pengunjung yang berlalu-lalang. 
Kucing dan secangkir kopi
Kucing dan secangkir kopi
Meski begitu, kedai ini tidak menyediakan musola. Bagi yang ingin menunaikan salat, kalian bisa menuju masjid yang berada di seberang kedai. Selain itu, kalian juga bisa meminta barista maupun pramusajinya untuk menjaga barang bawaan ketika salat. 

Kusesap kopi sembari melanjutkan obrolan bersama Mas Yudi. Dari obrolan ini, aku mendengar informasi jika di kedai ini sudah mempunyai pelanggan tetap. Tentu itu menjadi kabar yang baik, karena meski tiap bulan selalu ada kedai kopi baru, pelanggan tetap ini menjadi faktor utama suatu kedai untuk tetap eksis. 

Dua jam kuhabiskan waktu sembari melihat suasana malam. Sedikit demi sedikit kembali kusesap. Waktunya pulang. Segelas kopi kintamani sudah tandas. Aku berpamitan dengan pemilik Eternity Coffee. Sepertinya akan ada waktu untuk kembali ke kedai ini dalam waktu dekat. *Eternity Coffee and Maker; Februari & Mei 2019.

Kuliner Siang Mie Kopyok Pak Dhuwur di Kota Semarang

$
0
0
Mie Kopyok Pak Dhuwur Semarang
Mie Kopyok Pak Dhuwur Semarang
Pengunjung di Lawang Sewu ramai. Seringkali aku berpapasan dengan rombongan beserta pemandunya. Sesekali harus bersabar menunggu mereka berlalu dari spot untuk berfoto. Aku sendiri menemani dua blogger Banjanegara; Idah Ceris dan Neli. Mereka berdua menjadi admin di blog minggatan.

Selama beberapa jam aku menjadi jurufoto dua perempuan ini. Hingga tidak terasa sudah siang. Waktunya rehat sembari mencari tempat yang enak untuk makan siang. Kami buta kuliner kota Semarang. Usai mencari beberapa referensi, akhirnya pilihan jatuh di Mie Kopyok Pak Dhuwur.

“Sepertinya enak siang-siang makan mie kopyok.”

Antara lapar dan tidak begitu tahu kuliner di Semarang membuat kami yakin pilihan Mie Kopyok sudah tepat. Berbagai ulasan tentang Mie Kopyok Pak Dhuwur tersaji. Beberapa blog yang mengulas kuliner ini aku kenal pemiliknya. Sesaat memantau ulasan melalui gawai, kami putuskan langsung menuju lokasi.
Bangunan Lawang Sewu Semarang
Bangunan Lawang Sewu Semarang
“Cocok!” Aku pun memantapkan.

Belum juga sempat kupesan transportasi daring untuk bertiga. Kawan dari Banjarnegara sudah sigap. Dia sudah memesan terlebih dulu. Untuk sementara waktu, kami bertiga menghabiskan waktu di trotoar pintu keluar Lawang Sewu. Menantikan jemputan yang sepertinya tersendat keramaian kota.

Kembali lagi perjalanan tersendat. Baru masuk mobil dan ingin memutari jalan depan Simpang Lima, rasanya lama. Pengemudi membuka obrolan tentang rute yang kami tuju. Beliau tidak paham benar warungnya. Namun, hapal rute menuju lokasi.

Berlokasi di Jalan Tanjung No.18A, Pandansari, Kota Semarang. Warung kuliner ini tidak sulit ditemukan. Dari kejauhan sudah banyak kendaraan parkir, pun dengan gerobak penjual lotis yang ikut meramaikan jualan di tepi jalan. Sekilas corak spanduk Mie Kopyok Pak Dhuwur ini mirip dengan spanduk Warmindo di Jogja.

Tempat yang disediakan sederhana. Tanah lapak yang sudah ditutupi atap permanen. Meja panjang dilengkapi kursi plastik. Warung ini berada di tempat terbuka. Tidak ada atap menjulang tinggi. Di depan, hanya pagar berwarna hijau kusam sebagai pembatas.
Warung Mie Kopyok Pak Dhuwur yang melegenda di Semarang
Warung Mie Kopyok Pak Dhuwur yang melegenda di Semarang
Pengunjung sudah ramai. Meski buka pada pukul 07.00 WIB dan biasanya tutup menjelang sore, warung ini tidak pernah sepi. Terlebih jika datang tepat waktu makan siang seperti kedatanganku. Kami menunggu pengunjung yang sudah selesai makan, lantas cepat-cepat mendudukinya agar tidak dipakai pengunjung yang lain.

Meja sudah didapatkan. Aku mulai mengeluarkan kamera untu mengambil gambar. Gerobak tempat meracik mie sedikit gelap. Beberapa pelayan bertugas melayani pengunjung. Tempat ini memang sangat ramai kala siang hari.

“Izin memotret ya pak,” Ujarku sembari mendekati bapak yang menuangkan kecap pada irisan tahu.

Beliau bersenyum seraya mengangguk. Melihat respon bapak yang meracik, aku yakin beliau sudah terbiasa mendapati tamu seperti aku. Beliau tidak merasa canggung ataupun terusik kala aku berusaha memotret dari jarak yang dekat. Malah beliau mengajak berbincang.

“Wah dari Jogja, toh.”
Menyiapkan pesanan Mie Kopyok
Menyiapkan pesanan Mie Kopyok
Kusapu pandangan, melihat warung Mie Kopyor Pak Dhuwur yang ramai. Silih berganti pelayan mengantarkan piring-piring penuh makanan dan membawa piring kosong ketika kembali. Lantas menaruhnya di belakang. Sudah ada satu pelayan yang mencuci piring dan gelas kotor.

Sementara di gerobak tempat membuat mie kopyok tak kalah sibuk. Tangan-tangan terampil mengiris tahu, touge, dan ada juga lontong. Atau tangan tersebut dengan cekatan mengambil mie dan meniriskan sebelum dimasukkan ke piring.

Dua temanku sudah memesan menu. Tatkala aku kembali duduk, sudah ada tiga porsi mie kopyok lengkap dengan minumannya. Potongan tahu dan remahan kerupuk nasi, dan taoge menutupi mie. Kuah yang disiramkan berbentuk agak pekat. Seperti ada kaldu bawang. Tidak ketinggalan sambal yang menambah citarasa.
Sepiring Mie Kopyok Pak Dhuwur sudah di meja
Sepiring Mie Kopyok Pak Dhuwur sudah di meja
Tiap hari warung mie koptor ini buka. Nyatanya kuliner ini sudah melegenda di Semarang. Sengaja aku memposting foto mie pada WAG. Alhasil mereka semua bisa menebak jika kami berada di Mie Kopyok Pak Dhuwur.

Di Semarang memang banyak pilihan kuliner. Tentu Mie Kopyok Pak Dhuwur ini bisa menjadi opsi saat kalian berkunjung di Kota Atlas ini. Porsi tidak banyak, namun cukup pas untuk makan siang. Bagiku, kuliner ini cukup pas di lidah. Namun, beberapa kawan yang merespon di WAG ada yang kurang pas rasanya. Kutekankan, urusan rasa memang tergantung lidah masing-masing.

Satu porsi mie kopyok plus teh sekitar Rp.14.000. Aku sendiri tidak membayar, karena ditraktir kedua kawan yang sedari tadi. Tuntas satu porsi habis, kami tidak bisa berlama-lama di sini. Warung yang makin ramai dengan tempat duduk terbatas tak bisa membuat kita lama-lama bersantai.
Mari menikmati makan siang Mie Kopyok Pak Dhuwur
Mari menikmati makan siang Mie Kopyok Pak Dhuwur
Kami beranjak keluar. Rata-rata pengunjung di sini hanya untuk makan dan langsung pulang setelah selesai makan dan membayar. Mungkin yang agak sulit di sini adalah tempat parkir. Kalau sedang membludak, rasanya sedikit repot mencari tempat parkir bagi kendaraan roda empat.

Kembali kami memesan transportasi dari. Kali ini melanjutkan perjalanan menuju Sam Poo Kong. Sebelumnya, kami menyempatkan membeli lotis yang di tepian jalan. Mie Kopyok Pak Dhuwur menjadi makan siang hari ini sebelum meninggalkan Semarang menuju kota masing-masing. *Kuliner Mie Kopyok Pak Dhuwur; 05 Januari 2019.

Es Kopi Susu di Rumah Budhe Coffee Jogja

$
0
0
Kedai Kopi Rumah Budhe di sekitaran Selokan Mataran
Kedai Kopi Rumah Budhe di sekitaran Selokan Mataran
Lalu-lalang kendaraan sedikit tersendat di perempatan kecil depan Fakultas Teknik UNY. Titik ini mulai ramai karena di sekitar Karangmalang sedang ada pasar tiban menjelang buka puasa. Aku melangkah menyeberang jalan, menuju sisi utara selokan mataram guna menunggu waktu buka puasa di kedai. 

Rumah Budhe Coffee ini menjadi tujuanku. Lokasi tepat di pinggir jalan berseberangan dengan Fakultas Teknik UNY. Kedai kopi ini tepat di ujung jalan Gambir Karangasem Baru. Berdinding sekatan kaca, sehingga dari luar tampak aktivitas orang yang ada di dalam kedai saat kerai terbuka. 

Pada hari-hari biasa, kedai ini buka mulai pukul 10.00 WIB hingga tengah malam. Bagian depan kedai digunakan sebagai area parkir motor. Bagi yang menggunakan kendaraan roda empat, mencari area parkir di sini lumayan susah. Aku rekomendasikan menggunakan transportasi daring. 

Kumasuki kedai, satu barista bersama pramusaji menyapa. Meja bar tidak terlalu besar. Pun dilengkapi dengan alat mesin kopi yang berukuran kecil. Pramusaji menyapa tiap pengunjung yang datang. Aku langsung menyusul teman yang sudah sampai di sini. 
Barista sedang sibuk membuat pesanan pengunjung
Barista sedang sibuk membuat pesanan pengunjung
Berhubung menjelang waktu buka puasa. Aku memesan minuman dingin dan makanan berat. Menu yang disediakan lumayan banyak. Tiap menu minuman dan makanan tersemat pada tulisan besar di atas. 

“Es kopi susu budhe satu dan nasi goreng seafood.” 

“Kalau bisa es-nya sedikit saja mas. Bisa?” Ujarku kembali. 

“Bisa mas,” Jawab barista dengan santai. 

Ada yang menarik dari berbagai menu yang tersedia. Di Rumah Budhe Coffee menyediakan berbagai jenis makanan berat. Nasi Goreng, Sop Buntut, Sego Krecek, dan masih ada menu seperti Hot Dog, dan yang lainnya. Jarang-jarang ada kedai yang menyediakan menu makanan sebanyak tempat ini. 
Daftar harga dan menu di Kedai Kopi Rumah Budhe Jogja
Daftar harga dan menu di Kedai Kopi Rumah Budhe Jogja
Aku kembali menuju meja, menantikan pesanan datang. Di kedai sudah ada tujuh orang (termasuk aku dan kedua temanku). Usai berbuka puasa, pengunjung kedai makin banyak. rata-rata yang datang mahasiswa. Meja dan kursi yang di ruangan bisa digeser sesuai keinginan pengunjung. Namun, tetap saja harus koordinasi dengan pramusaji. 

Sebelum mengulas menu yang aku pesan. Aku memotret ruangan yang digunakan pengunjung untuk menikmati waktu selama di kedai. Di ruangan bebas asap rokok terdapat tiga meja panjang yang melekat pada dinding. Meja panjang tersebut dilengkapi dengan kursi tinggi. 

Untuk yang lainnya, disediakan delapan meja agak rendah. Setiap meja dipasangi dua kursi. Meja dan kursi inilah yang bisa kita geser dan gabungkan ketika datang lebih dari dua orang. Tidak ketinggalan stop kontak melekat di dinding. 

“Agak rendah ya kursinya. Sedikit kurang nyaman untuk mengetik,” Celetuk temanku yang mendapatkan deadline posting artikel blog dari klien. 
Suasana kala malam hari di kedai kopi
Suasana kala malam hari di kedai kopi
Aku merasakan hal yang sama. Memang menurutku sedikit kurang ergonomis karena kursinya agak rendah. Namun, tidak semua orang sepakat dengan persepsiku. Bisa jadi bagiku kurang sedikit nyaman, bagi pengunjung yang lain sudah nyaman. Hanya masalah selera. 

Kursi yang dibalut busa tipis ini lebih asyik untuk sekadar bersandar sembari berbincang. Nyatanya, di kedai ini kami malah lebih banyak memotret, latihan mengabadikan kopi dan makanan. Kami manfaatkan sudut kedai yang kiranya pas untuk memotret kopi. 

Dua ruangan terlihat transparan. Di ruangan merokok, tempatnya juga dilengkapi pendingin. Dua kursi panjang lengkap dengan meja. Tepat ini mulai ramai menjelang pukul 20.00 WIB. Sedari awal, hanya ada sepasang muda-mudi yang menatap layar laptop. 
Sebagian pengunjung kedai kopi memanfaatkan waktu untuk belajar
Sebagian pengunjung kedai kopi memanfaatkan waktu untuk belajar
Kedai kopi yang berdekatan dengan area kampus dan kos-kosan membuat Omah Budhe menjadi opsi tongkrongan mahasiswa. Kedai ini sudah dibuka sejak bulan desember 2018. Sementara ada empat barista dan satu jurumasak. 

“Silakan minumannya, mas.” 

Seperti yang aku bilang, datang ke kedai kopi kali ini sekaligus buka bersama dadakan. Minuman yang kupesan adalah Es Kopi Susu. Di Jogja, Es Kopi Susu menjadi minuman yang diandalkan dua tahun terakhir. Setiap kedai kopi berlomba-lomba membuat Es Kopi Susu sebagai minuman andalannya. 

Di Omah Budhe sendiri ada tiga es kopi susu yang ditawarkan. Es kopi susu budhe, es kopi susu pakdhe, dan es kopi susu hahaha. Aku tidak sempat menanyakan perbedaan ketiga es kopi susu tersebut. Sementara baru menyicip es kopi susu budhe. Menurutku rasanya lumayan enak. 

Menariknya di kedai kopi ini sebenarnya menyediakan cold brew. Sayangnya minuman tersebut sudah habis sewaktu kami datang. Tidak banyak kedai kopi yang menyediakan cold brew. Oya, sedotan di sini menggunakan sedotan stainless. 
Es kopi Susu Budhe
Es kopi Susu Budhe
“Kami rendam semalaman mas untuk mencuci sedotannya.” 

Di beberapa kedai kopi sekarang memang beralih menggunakan sedotan stainless. Namun, belum banyak. Hanya saja, aku melihat beberapa pajangan di kedai kopi yang menjual sepaket sedotan beserta alat mencucinya. Seingatku di Aegis Coffee menjual sedotan stainless. 

Tidak lama kemudian, pramusaji kembali menuju meja kami. satu porsi nasi cumi diantarkan. Sementara pesananku nasi goreng seafood masih dalam tahap dimasak. Lagi-lagi, aku memotret makanan berat yang ada di kedai kopi ini. 
Nasi Cumi di Rumah Budhe Coffee Jogja
Nasi Cumi di Rumah Budhe Coffee Jogja
Ramainya kedai kopi di Jogja juga berkembang pesat di sepanjang Selokan Mataram. Jalan panjang yang menyambungkan antara Jalan Gejayan menuju Jalan Kaliurang (perempatan MM UGM) ini sudah terlihat beberapa kedai kopi. Sepertinya menarik dikunjungi semuanya secara berkala. 

Kedai Kopi Omah Budhe menurut informasi dari barista cukup ramai di hari biasa. Banyak mahasiswa yang mengerjakan tugas kelompok di sini. Terlebih tempat ini menyediakan tempat yang lumayan nyaman serta menu yang beragam. Tidak ada salahnya jika mencoba berkunjung di kedai kopi ini. *Kedai Kopi Rumah Budhe, 15 Mei 2019.

Mendulang Rezeki dari Pesanan Kuliner Khas Bugis di Karimunjawa

$
0
0
Tumbuk, makanan khas bugis di Karimunjawa

Di rumah yang tidak jauh dari masjid dusun Telaga, seorang perempuan sibuk membuat berbagai pesanan makanan yang berkaitan dengan hari raya idulfitri. Aku sudah terlebih dulu meminta waktu untuk mengabadikan sewaktu beliau bekerja. 

Buras dan Tumbuk menjadi prioritas pesanan yang dibuat. Tiap akhir bulan ramadan, pesanan selalu meningkat drastis dibanding hari-hari biasa. Dibantu suami dan anak-anaknya, Bu Badriyatun cekatan membungkus buras dan tumbuk. 

Dulu aku sempat menulis daftar kuliner Bugis di blog. Jika ke depannya masih kutemukan makanan baru, pasti aku perbarui informasinya. Di dalam rumah, bahan baku pembuatan buras dan tumbuk tersebar. Sebagian siap untuk dimasak. 

Tumbuk sendiri terbuat dari ketan hitam. Sebelum dibungkus, ketan tersebut dimasak menggunakan air santan. Kemudan dibungkus berbentuk lonjong. Satu bungkus tumbuk diberi enam potongan ketan dan dipisahkan menggunakan daun. 
Pembuat burasak dan tumbuk di dusun Telaga
Pembuat burasak dan tumbuk di dusun Telaga
Pembuatan buras pun serupa. Hanya berbahan baku beras dicampur dengan santan. Untuk prosesnya juga sama. Semua dimasak minimal 10 jam dalam kuali besar secara bersamaan. Sebelumnya, baik tumbuk maupun buras diikat menggunakan tali rafia. 

“Kukira tidak jadi ke rumah, Rul,” Sapa Bu Badriyatun. 

Aku tersenyum sembari mengucek mata. Sedari tadi siang lebih banyak waktu kuhabiskan untuk tidur. Ide meliput pembuatan buras ini terlontar saat bu Badriyatun sowan ke rumah. Beliau memang kerabat keluarga kami (dari mertuanya). 

Lantas kusampaikan ide tersebut pada empunya. Beliau merespon dengan tertawa. Kemudian mengabarkan jika mulai besok pagi sudah menyicil bahan baku dalam pembuatan makanan khas bugis di Karimunjawa. 

Buras dan Tumbuk menjadi pesanan paling banyak. Meski terkadang ada pesanan seperti Gogos maupun ketupat. Untuk ketupat sendiri pesanan nantinya melonjak ketika menjelang lombanan. Hari raya Idulfitri yang menemani opor untuk disantap adalah buras dan tumbuk. 

Semua bahan baku sudah disiapkan. Dibutuhkan puluhan lembar daun pisang untuk membuat makanan tersebut. Sebenarnya membuat buras maupun tumbuk tidak sulit. Hanya saja mendapatkan daun pisang yang layak untuk membungkus cukup sulit. 
Memasak burasak dan tumbuk seharian
Memasak burasak dan tumbuk seharian
Jauh ketika aku masih kecil, acapkali datang ke rumah Almarhum Mak Nabong (Mertua Bu Badriyatun) untuk mengambil pesanan daun pisang. Di belakang rumah sini dulu banyak pohon pisang. Menjadi rutinitas tiap tahun ketika emak ingin membuat buras, pasti mengambil daun pisang dari Telaga. 

Hingga sekarang di bekalang rumah Bu Badriyatun masih banyak pohon pisang. Meski daunnya banyak yang sobek. Sepertinya ada hama yang merusak daun pisang. Pikiranku sesaat melayang pada masa lampau. Mengenang masa kecil di tempat ini. 

Di gubuk kecil belakang rumah, dua kuali besar menghitam di atas tungku. Proses yang paling lama dalam pembuatan buras dan tumbuk adalah memasak. Dibutuhkan waktu sekitar 10 jam untuk memasak makanan tersebut agar buras bertahan lama. 

Tungku yang dipakai terbuat dari susunan bongkahan batu besar. Lantas memasaknya pun masih menggunakan kayu. Dibutuhkan banyak bongkahan batang kayu kering untuk memasak seharian. Biasanya, kayu bakar sudah disiapkan sejak sebulan yang lalu. 

Selang setengah jam, kuali besar diperiksa. Biasanya air mulai mengering. Bu Badriyatun harus menambah air tersebut. Menggunakan gayung, beliau mengambil air yang sudah disiapkan di dalam ember. 

Meski ramai pesanan pada bulan menjelang lebaran. Pemesanan buras berkurang di hari-hari biasa. Produksi buras ini bukan pekerjaan setiap hari. Hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Sesekali beliau juga membuat saat ada pesanan dari Jepara. 
Burasak yang sudah ditiriskan
Burasak yang sudah ditiriskan
“Tidak ada minimal pemesanan,” Tandasnya saat kutanya berapa minimal pemesanan buras ataupun tumbuk. 

Memang beliau tidak membatasi pemesanannya. Namun, para pemesan biasanya langsung mematok jumlah pesanan. Tidak menggunakan berapa banyak buras/tumbuk. Rata-rata memesan dengan hitungan bahan baku. Misalnya satu kilo beras atau ketan.

Terkait harga yang ditawarkan. Bu Badriyatun mematok harga Rp.4000 untuk buras satu ikat. Tiap satu ikat berjumlah empat buras. Untuk tumbuk, beliau mematok harga Rp.5000/buah. Pun dengan Gogos, dipatok harga Rp.2000/buah. 

“Tergantung waktu pemesanan. Kalau harga bahan bakunya naik ya berubah.” 

Selama dua hari berturu-turut aku mengunjungi pembuatan buras. Sebenarnya tujuanku datang kedua lebih pada mengabadikan buras ataupun tumbuk yang sudah dimasak selama seharian penuh. Beruntung waktu di sini sudah ada buras yang ditiriskan. 

Buras dan tumbuk ditempatkan pada tudung saji yang dibalik. Jika biasanya tudung saji digunakan untuk menutupi makanan di meja. Di sini kegunaannya diubah menjadi tempat meniriskan tumbuk maupun buras agar airnya menetes. 
Tumbuk siap disebar ke pemesan
Tumbuk siap disebar ke pemesan
Warna daun pisang yang dijadikan sebagai pembungkus menjadi layu. Pun dengan tali rafia yang mengikat. Di depanku, buras dan tumbuk dibiarkan begitu saja. Menunggu sampai air tidak menetes lagi. Buras menjadi lebih tebal dan sudah siap dimakan sebagai pengganti nasi. 

Di setiap rumah, lebih khusus lagi masyarakat suku Bugis menyajikan hidangan buras dan tumbuk selepas salat ied. Para tamu yang pulang dari masjid singgah di rumah terdekat (satu kampung). Lantas menikmati sarapan bersama. 

Biasanya pagi seperti ini di rumah cukup ramai. Para kerabat dan saudara mampir di rumah untuk sarapan, lalu bersalaman dengan kami. Sebuah rutinitas yang sudah menjadi tradisi di kampung kami. Buras dan makanan Bugis yang lainnya turut menjadi saksi. 
Tradisi lebaran di Karimunjawa
Tradisi lebaran di Karimunjawa
Menjadi cerita panjang kala aku menulis tentang buras. Meski sudah tidak lagi sibuk mengurusi air dan menjaga api saat memasak buras. Tetap saja kenangan masa kecil menjelang lebaran selalu berkaitan dengan buras. 

Kuambil satu ikat buras dan tumbuk. Lantas menikmati santap pagi dengan lauk opor ayam. Sama dengan beberapa orang yang di kampung. Emak pun memesan buras di Bu Badriyatun. Mungkin, jika beliau (emak) masih kuat. Pasti beliau membuat sendiri. Seperti satu windu yang lampau. *Cerita Pembuatan Buras dan Tumbuk di Telaga; 13 Juni 2018.

Dinding Serba Putih di Mathonos Coffee House Jogja

$
0
0
Kopi dan kudapan di Mathonos Coffee House Jogja
Kopi dan kudapan di Mathonos Coffee House Jogja
Kali pertama membaca tulisan Mathonos, yang tebersit di pikiranku saat itu adalah Thanos. Entahlah, bagaimana bisa sosok tersebut yang terekam di otakku. Mungkin kata “Thanos” lebih dulu familiar dibanding Mathonos, di pikiranku. 

Sebenarnya, kunjungan kali ini adalah yang kedua. Awalnya, kunjungan pertama sewaktu tidak sengaja ada janji bersama kawan bertepatan dengan kumpulnya komunitas Kamera Fuji yang memotret model di kedai kopi ini. Kedua kalinya datang tentunya malam ini. 

Berlokasi di Satren, Caturtunggal (tidak jauh dari SMK Pembangunan Mrican), kedai kopi ini terlihat cukup mencolok. Jika tidak salah, dulunya lahan tersebut bekas warung soto. Bangunan baru ala rumah-rumah di Eropa berbalur cat warna putih. Di depannya terdapat ikon tempat telepon umum khas Eropa berwarna merah. 

Dua teman sudah berada di meja kasir, tinggal menunggu pesananku. Turun dari kendaraan, aku langsung masuk. Melihat dua teman di sana, bergegas aku turut memesan minuman. Beruntung, kali ini ada semacam traktiran dari kawan. 

“Kerinci ya, mbak. V60 saja,” Pintaku pada cewek yang bertugas sebagai kasir. 
Daftar Harga dan Menu di kedai kopi Mathonos Coffee House Jogja
Daftar Harga dan Menu di kedai kopi Mathonos Coffee House Jogja
Cewek ini langsung menuliskan pesananku. Setelah itu kutinggal menuju meja yang berada di ujung, dekat arah kamar mandi. Di sana sudah ada kawan yang lainnya menunggu. Malam ini tidak ada agenda khusus, kami hanya berbincang santai sembari menyicil pekerjaan. 

Harga semua minuman dan makanan di Mathonos Coffee tertera pada depan kasir. Menurutku, kedai ini harganya cukup berbeda dengan kedai-kedai yang pernah aku kunjungi lainnya. Minuman Manual Brew dipatok mulai dari 27000 rupiah ke atas. Bahkan di sini ada Guest Bean Gesha dengan harga 135.000 rupiah. 

Terlepas dari berbagai biji kopi yang disediakan, di kedai kopi ini terdapat beragam makanan. Jadi cukup membuat kita bisa santai kala lapar. Tidak ketinggalan pecinta nonkopi, menu minuman selain kopi juga beragam. Menu tersebut sempat aku abadikan walau hasilnya tidak maksimal. 

Mathonos terlihat cukup luas. Nuansa putih tidak hanya di bagian luar, di dalam kedai pun sama. Tembok benar-benar putih tanpa ada kombinasi warna yang lainnya. Kesan awal menurutku agak terang, maksudku tentu dengan baluran tembok putih tanpa ada hiasan figura yang terpajang. 

Ruangan dibagi menjadi dua. Area merokok dan bebas rokok. Tepat di belakang meja barista, terdapat sofa yang nyaman diduduki. Di depannya lagi jejeran meja kecil dilengkapi dengan sepasang kursi hitam. Seluruh kursi di ruangan bebas rokok seragam. Tidak ketinggalan pula sebuah televisi beserta rak lengkap dengan figura-figura kecil di meja. 
Ruangan di Kedai Mathonos Coffee Jogja
Ruangan di Kedai Mathonos Coffee Jogja
Ada banyak spot stop kontak. Sebagian pengunjung lebih banyak memanfaatkan kedai ini sebagai tempat untuk mengerjakan tugas atau belajar. Meski, beberapa pengunjung adalah pasangan muda-mudi yang menyempatkan berbincang di sini. 

Mathonos merupakan kedai yang baru dibuka. Informasi yang aku dapatkan, kedai ini dibuka pada bulan April 2019. Artinya memang benar-benar baru. Sehingga masih banyak hal yang harus ditambahi, terlebih bagian interior kedai agar tidak terlihat sepi. 

Menariknya, kedai ini seluruh baristanya perempuan. Ada enam barista di Mathonos, salah satu baristanya sudah kukenal terlebih dahulu kala dia bekerja di kedai kopi sebelumnya. Kami sempat berbincang santai sembari menunggu pesanan kopi yang dia racik. Satu kali sif, ada dua barista yang berjaga. 

“Ketemu di sini kita,” Sapaku saat melihat barista tersebut. 

Sepertinya dia ingat, kami berbincang santai. Selain itu, aku juga meminta izin kepada mas-mas (admin Instagram Mathonos) untuk memotret sudut-sudut kedai kopi. Seperti layaknya kedai kopi yang lainnya. Mencari konten kedai kopi untuk diulas di blog pribadi. 
Barista cewek meracik kopi
Barista cewek meracik kopi
Di antara seluruh tempat duduk, menurutku yang paling favorit pastinya kursi sofa yang berada tepat di belakang meja kasir. Kursi ini sudah ada yang menggunakan saat aku datang. Aku melihat, ternyata ini menjadi tempat duduk barista kala senggang. 

Tembok di belakang terdapat semacam tulisan yang tersemat pada dinding berbalur cat putih. Sayang tulisan timbul ini tidak terbaca dengan baik karena warnanya sama dengan cat. Mungkin perlu sedikit diberi warna berbeda, sehingga tulisannya bisa terbaca dengan jelas. 

Mathonos Coffee sebagian besar dinding depan kombinasi kaca transparan dengan cat berwarna putih. Menjelang malam, suasana terang sedikit mencolok. Bagiku, kaca tanpa ada tirai seperti ini berdampak kala siang. Rasanya sangat terang dan mungkin kurang nyaman kalau siang hari. 

Waktu pertama datang, saat sore hari. Aku sedikit membatin. Tempat ini sebenarnya bagus, hanya beberapa jendela yang menghadap ke jalan mungkin lebih baik ditambahi tirai. Sehingga warna putih tidak begitu terang. 
Para pengunjung kedai kopi kala malam hari
Para pengunjung kedai kopi kala malam hari
Banyak pengunjung yang bekerja di kedai kopi
Banyak pengunjung yang bekerja di kedai kopi
Menjelang malam, pengunjung semakin ramai. Hampir di tiap kursi terisi penuh. Hanya kursi yang berada di depan televisi pengunjungnya silih berganti. Para pengunjung lebih banyak mahasiswa. Terlihat beberapa sudut meja di ruangan bebas rokok bertumpuk buku dengan sekelompok muda-mudi. 

Berbeda halnya dengan ruangan yang diperuntukkan bagi perokok. Di sana meja dan kursi kombinasi kayu bercorak kekuningan. Tidak berbalut busa layaknya kursi yang ada di ruangan bebas merokok. Delapan meja kecil yang lengkap dengan sepasang kursi tertata acak, sesuai dengan keinginan pengunjung yang berkelompok. 

Tempat untuk perokok juga dilengkapi dengan pendingin ruangan. Dinding yang memisahkan dua ruangan tersebut menggunakan kaca tebal. Bagi pengunjung yang ingin masuk ke ruangan rokok, pintu ada di paling ujung, tinggal menggeser daun pintu. 

Bagi yang tidak suka suasana ramai. Mathonos coffee menurutku lumayan lengang. Meski pengunjung banyak, tempat ini tidak riuh. Masih bisa dikondisikan jika sedang sibuk menulis blog saat mendesak, atau sedang ini bersantai. Pun dengan musik dari pelantang yang tidak kencang. 
Ruangan khusus perokok di kedai kopi
Ruangan khusus perokok di kedai kopi
Silih berganti, pesanan kami berdatangan. Mulai dari minuman hingga kudapan. Kawan ada yang memesan Es Mathonos hingga kopi. Semua sudah kumpul, waktunya kami menyicipi sajian yang sudah dipesan. 

Es Mathonos menjadi minuman andalan di kedai ini. Target pasar mereka adalah muda-mudi yang tidak begitu suka minuman kopi. Bagi yang suka kopi, minuman ini tidak aku rekomendasikan. Urusan selera tentu berbeda di tiap lidah. Selain es tersebut, minuman yang paling laris dipesan adalah Lychee Tea. 

Sebagai kedai kopi baru, menurutku Mathonos sudah cukup bagus. Memang tetap butuh polesan interior untuk tembok agar warna tidak hanya putih. Alangkah baiknya lagi ditambahi poster berkaitan dengan kopi atau yang lainnya, agar tembok bisa lebih berwarna. 

Tambahan yang lain adalah bagian wastafel yang berada satu tempat dengan pintu masuk kamar mandi. Mungkin lebih bagus lagi di dinding wastafel ditambahi cermin. Kemarin pas aku datang ke sana belum ada cerminnya. 
Menikmati kopi dan kudapan di Mathonos Coffee House Jogja
Menikmati kopi dan kudapan di Mathonos Coffee House Jogja
Selain itu, pastinya lebih menarik lagi jika barista yang berjaga/sif menggunakan apron. Tentu hal ini menjadi menarik lagi jika barista-barista cewek menggunakan apron. Selain mudah dikenali, pengunjung juga tidak sedikit bingung kala ingin memesan. Karena terkadang mereka (barista) duduk di sofa yang berada di belakang meja barista. 

Terlepas dari itu semua, aku percaya, Mathonos Coffee House bisa menjadi lebih baik. Lokasinya yang tidak jauh dari area kampus dengan ruangan serta tempat parkir cukup luas menjadi nilai plus suatu kedai kopi. Pastinya di waktu mendatang, aku bakal ke sini lagi untuk menikmati kopi dan suasananya. Siapa tahu sudah ada yang berubah. *Mathonos Coffee House Jogja, 27 Mei 2019.

Semilir Angin di Pantai Pasir Putih Karang Pandan, Nusakambangan

$
0
0
Pantai Pasir Putih Karang Pandan, Nusakambangan
Pantai Pasir Putih Karang Pandan, Nusakambangan
“Mas tinggal ikuti jalan setapak ini. Nanti sampai di pantai Karang Pandan,” Terang Pemandu seraya izin berlalu. 

Aku mengucapkan terima kasih sembari menyelipkan uang kala menjabat tangan sebagai jasa menjelajah sudut di Benteng Karang Bolong. Pemandu tersebut tersenyum. Kuteruskan langkah menapaki jalan menuruni bukit. Sepanjang kanan-kiri jalan masih semak belukar. 

Langkah kaki ini memang mengantarkanku sampai di bibir pantai. Berbaris pohon Ketapang membuat sekitar teduh. Menariknya, pohon yang berada di tengah malah meranggas. Setelah sekian lama hanya wacana, akhirnya aku sampai juga di pantai Karang Pandan. 

Pengunjung pantai cukup ramai. Meski cuaca terik, tak membuat mereka sepenuhnya berteduh. Tersebar beberapa rombongan yang asyik menikmati suasana pantai siang hari. Kusapu pandangan ke hamparan pasir, cukup bersih pantainya. 

Pantai Karang Pandan menurutku lebih terjaga kebersihannya dibanding pantai Karang Bolong. Pantai ini sempat aku lihat waktu memotret Mercusuar Cimiring. Daratannya lebih panjang daripada pantai-pantai yang pernah aku kunjungi di Pulau Nusakambangan

“Minumannya mas?” Sapa penghuni lapak warung bawah pohon Ketapang. 

Aku menggeleng seraya menunjukkan tas kecil yang sudah tersedia air mineral dan roti. Tak hanya satu lapak, di sini ada beberapa lapak warung yang menjual minuman maupun makanan. Rata-rata makanan adalah Pop Mie. Makanan kemasan yang sampahnya terlihat di beberapa sudut pantai. 
Pengunjung di Pantai Karang Pandan, Nusakambangan
Pengunjung di Pantai Karang Pandan, Nusakambangan
Tiap ujung pantai berbentuk bebatuan menjorok ke laut. Aku melangkah mencari tempat duduk di atas bongkahan batu sisi kanan menghadap ke laut. Bebatuan ini agak landai dan menjadi jalur lalu-lalang pengunjung. Tak jauh dari tempatku duduk ternyata ada pantai kecil lagi yang dipenuhi pandan laut. 

Pantai ini mengingatkanku dengan pantai yang ada di Gunungkidul. Rata-rata berjarak dengan bukit atau tebing. Barisan pantai yang kecil ini malah ada banyak rombongana remaja. Mereka membawa dome kecil untuk foto ala-ala Instagram. 

Muda-mudi yang berjumlah lebih dari sepuluh orang ini secara bergantian foto di tepian pantai, dekat dome, maupun beraksi di bebatuan tidak jauh dari tempatku duduk. Properti yang dibawa lumayan banyak, ada boneka besar serta gitar akustik. Benar-benar mendalami dalam membuat konten foto. 

Ada juga yang menyebar ke setiap sudut. Mereka mengabadikan dengan kamera gawai. Rombongan yang didominasi remaja perempuan dan berjilbab ini cukup riuh. Berlarian di pasir, bermain air, berteriak kala terkena air laut, dan pastinya tampak bahagia. 

Kuabaikan muda-mudi yang riuh. Aku duduk dan bersandar pada bebatuan guna melepas lelah. Keringat yang tadi sempat membasahi kaus mulai mengering terkena sepoinya angin laut. Siang terik dengan angin sepoi memang menggoda mata untuk terpejam sesaat. 

Sebagai anak pantai, embusan angin laut seperti ini memang menjadi sesuatu yang dirindukan. Pernah suatu ketika aku tertidur di pantai saat menikmati embusan angin pantai. Kuharap jangan sampai berulang di sini. Bahaya, masa ketiduran di pulau Nusakambangan. Takut tidak ada yang membangunkan. 

Keramaian pantai terekam, lapak-lapak penduduk setempat mulai dihampiri pengunjung. Pembeli duduk pada terpal biru yang menjadi alas. Sedikit tumpukan sampah sudah disatukan. Harapannya sampah makanan kemasan itu tidak hanya dibiarkan tertumpuk begitu saja. 
Bermain pasir sambil mengambil cangkang
Bermain pasir sambil mengambil cangkang
Tak mau kalah dengan pengunjung remaja putri, mereka yang datang satu keluarga pun ikut riuh. Anak kecil sibuk mencari-cari benda di pasir. Pantai Karang Pandan pasirnya tidak halus. Didominasi oleh pecahan-pecahan karang jahe dan sejenisnya. Terlihat anak-anak ini sedang mencari cangkang bekas yang tersebar di pasir. 

Siang makin terik, sebagian pengunjung silih berganti yang datang. Sepertinya wisata di pulau Nusakambangan ini lebih banyak targetnya adalah keluarga besar. Sedari tadi waktu naik kapal, rombongan yang bertemu denganku semacam keluarga besar. 

Cukup lama rehat di bebatuan sembari berbaring. Rombongan remaja cewek yang sedari tadi masih saja riuh. Mereka tersebar di beberapa titik. Aku terus mengamati mereka. Kuambil kamera dan mengabadikan sedikit aktivitas para pengunjung. 

Dua remaja putri merangkak menaiki bongkahan batu yang menjorok ke laut. Secara gantian mereka saling memotret menggunakan gawai. Setelah puas, mereka melakukan swafoto. Bebatuan di pantai ini warnanya cenderung gelap. 
Berfoto di bongkahan batu ujung pantai
Berfoto di bongkahan batu ujung pantai
Wisatawan di sini bermain air. Ada yang berenang sembari menikmati empasan ombak. Di pulau Nusakambangan, khususnya pantai Karang Pandan, aktivitas berenang di air dangkal masih bisa dilakukan. Ingat, hanya bermain air di garis bibir pantai. 

Perairan di Nusakambangan selalu ramai. Tiap waktu hilir-mudik kapal-kapal besar di sini. Adanya Mercusuar Cimiring menjadikan perairan di Cilacap ini memang menjadi jalur yang ramai dilewati kapal besar. Suatu ketika, aku pernah melihat kapal tongkang, tanker, maupun kapal-kapal muatan yang lebih besar. 

Sebuah kapal besar melintasi perairan Cilacap. Aku kembali mengambil kamera dan mengabadikannya. Samar-samar, nun jauh di daratan sana tampak bangunan menjulang tinggi. Sepertinya itu adalah PLTU Cilacap. 

Pemandangan kapal-kapal seperti ini menjadi hal yang lumrah. Ketika mata kita jauh memandang ke samudra, kapal itu tersebar dengan berbagai ukuran. Berbeda halnya jika pandangan kita di sekitaran Segara Anakan. Semua didominasi kapal kayu milik nelayan atau kapal penumpang wisata penyeberangan. 
Kapal yang melintasi sekitaran Pulau Nusakambangan
Kapal yang melintasi sekitaran Pulau Nusakambangan
Tidak ada kapal kayu yang berlabuh di pantai Karang Pandan. Semua perahu sandar di pantai Karang Bolong. Mungkin memang sudah difokuskan bagi setiap kapal wajib sandar di pantai Karang Bolong. Kulepas sandal gunung, lalu melangkah menyusuri pantai. 

“Bisa minta tolong dipotretkan?” Pintaku pada wisatawan yang tidak jauh dari tempatku duduk. 

Beruntung salah satu wisatawan sukarela membantuku. Dari kejauhan, aku lihat dia menekan shutter beberapa kali. Tampaknya dia memberi kode bahwa sudah mengabadikan. Kuambil kembali kamera tersebut seraya mengucapkan terima kasih. Tidak lupa gantian memotret mereka menggunakan gawai. 

Sadar tidak membawa tripod mini, tentu aku harus puas dengan hasil dokumentasi orang lain. Alhasil, hanya satu foto ini yang lumayan bisa diposting. Selebihnya enam jepretan yang lainnya miring dan buram. Tak masalah, penting ada bukti dokumentasi. 

Menjelang sore, aku mulai mengantuk. Sepertinya ini isyarat agar aku kembali ke darat. Kuambil gawai dan menelpon pemilik sewa perahu. Dari seberang telepon, beliau menginformasikan jika sedang persiapan menjemput. 
Bermain gemericik ombak kecil
Bermain gemericik ombak kecil
Tuntas sudah perjalanan di Pulau Nusakambangan. Namun, ada beberapa pantai yang belum aku singgahi. Termasuk Mercusuar Cimiring. Hingga sekarang, keinginan untuk mengunjungi Pantai Kalipat, Mercusuar Cimiring, hingga menyusuri Segara Anakan, dan mendarat di Kampung Laut masih sebatas wacana. Semoga saja bisa terealisasikan. 

Satu jaum kemudian, aku sudah berada di salah satu kamar hotel di Cilacap. Malam nanti aku menginap di Grand Whiz Hotel Cilacap. Esok tidak ada agenda yang harus dilakukan. Mungkin cukup bangun agak siang, lantas pulang ke Jogja naik Kereta Api Wijayakusuma. *Pantai Karang Pandan Nusakambangan, 16 Februari 2018.
Viewing all 749 articles
Browse latest View live