Quantcast
Channel: Nasirullah Sitam
Viewing all 749 articles
Browse latest View live

Santap Siang Mangut Beong, Kuliner Khas dari Magelang

$
0
0
Sajian kuliner Mangut Beong di Magelang
Sajian kuliner Mangut Beong di Magelang
“Besok sebelum balik Jogja makan siang di mana mas?” Tanya bapak yang mengantarkan kami ke Magelang. 

Aku melihat rangkaian jadwal pada secarik kertas. Agenda terakhir sebelum meninggalkan Magelang ternyata makan siang di salah satu kuliner terkenal enak di Magelang. Nama warung kuliner tersebut adalah Rumah Makan Sehati Borobudur Spesial Ndas Beong. 

“Makan siang di Mangut Beong, pak,” Terangku setelah melihat jadwal. 

“Enak kui mas,” Sahut beliau cepat. 

Berkali-kali aku mendengar ulasan teman di blog kuliner tentang Kepala Beong. Hanya saja, aku belum pernah mencicipi cita rasa kuliner khas Magelang tersebut. Akhirnya, besok siang aku bisa mencicipinya. Tidak sabar untuk merasakan sensasi rasa yang konon pedas tersebut. 

***** 

Tiga mobil beriringan meninggalkan Pusat Souvenir Pensil. Bapak supir mengarahkan mobil menuju warung makan. Sekilas, tempat warung ini tidak jauh dari Bukit Rhema. Iringan mobil berhenti tepat di halaman Warung Rumah Makan Sehati. Warung ini terkenal menu spesial Mangut Ndas Beong. 
Warung kuliner mangut kepala beong di Magelang
Warung kuliner mangut kepala beong di Magelang
Warung ini berlokasi di Jl. Sudirman No.Km. 2, Bumenjelapan, Kembanglimus, Borobudur. Jarak dengan Kawasan Candi Borobudur sekitar 5 kilometer. Di halaman, sudah banyak kendaraan roda empat yang parkir. 

Rombongan menuju meja yang sudah dipesan. Menjelang siang sudah ramai pengunjung yang ingin santap siang. Sembari menunggu sajian dihidangkan, aku melihat ke meja tempat lauk Mangut Beong. 

Gerobak kecil tempat sajian menu sudah dipenuhi dengan lauk. Di bagian kaca tertempel berbagai sticker. Terselip kertas ukuran A4 dilengkapi dengan tulisan nomor telepon yang bisa dihubungi untuk memesan makanan jauh-jauh hari. 
Nomor yang bisa dihubungi untuk memesan mangut beong
Nomor yang bisa dihubungi untuk memesan mangut beong
“Saya boleh lihat ke dapur, bu?” Tanyaku meminta izin. 

“Boleh mas. Masuk saja lewat pintu ini,” Jawab ibu yang melayani pembeli. 

Pintu di belakang tidak lebar. Aku melangkahkan kaki ke dalam, melihat bagian dapur. Tempat Mangut Beong ini diolah sampai disajikan. Ruangan dapur terbagi menjadi dua, satu bagian untuk membuat bumbu, dan belakangnya lagi untuk memasak ikan. 

Kuali-kuali besar berjejer di atas tungku yang terbuat dari tanah liat. Berbagai bumbu sudah menyatu dalam kuali besar, tinggal memasukkan ikan yang sudah dipotong. Bau semerbak rempah masuk dalam indera penciumanku. 

Cabai, Laos, Kunyit, Jahe, Daun Jeruk (Jeruk Purut), Serei, Daun Salam, dan Lengkuas teritangkap indera penciumanku. Rempah-rempah yang kusebutkan memang digunakan, dengan tambahan seperti Ketumbar, Merica, dan Jinten. 
Memasaknya masih menggunakan tungku dan bahan bakar kayu
Memasaknya masih menggunakan tungku dan bahan bakar kayu
“Pantes baunya menggugah selera, bu,” Celetukku selama di dapur. 

Api menyala merah membakar tumpukan kayu bakar. Di warung ini, mereka masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Hal ini dikarenakan agar cita rasa kulinernya tetap terjaga. 

***** 

Ikan Beong disebutkan sebagai ikan endemik di sungai Progo. Pada literatur lain ada yang mengatakan bahwa ikan ini mempunyai nama latin mystus nemurus. Masih menurut informasi dari portal tersebut, ikan ini tersebar di beberapa sungai Indonesia. 

Jika kita menulis kata mystus nemurus di Wikipedia. Nantinya kata kunci tersebut diarahkan pada Ikan Baung Tageh. Tiap daerah menyebutnya dengan nama yang berbeda-beda. Antara lain Ikan Bawon, Singgai, Senggah, Tageh, Baceman, Beong, dan Bebeong. 

“Ikannya mirip Kutuk, mas,” Terang Bu Isti sembari memegang kepala ikan Beong. 

Selama di dapur, aku mengulik informasi bagaimana warung makan sehati ini bisa tetap mendapatkan stok ikan beong dengan jumlah yang banyak. Bu Isti tidak perlu repot-repot ke pasar mencari ikan, beliau tinggal menunggu antaran ikan dari para pengepul. Satu kilo ikan beong mentah ditebus dengan harga 45.000 rupiah/kilo. 

Uniknya ikan beong ini harganya berbeda. Jika bagian badan ikan setiap satu porsi dihargai 35.000 yang kecil. Untuk kepala paling murah dapat dibeli dengan harga 49.000 rupiah/porsi. Kepala Beong menjadi favorit para pecinta kuliner karena dagingnya lebih banyak. 
Ibu Isti memperlihatkan kepala ikan beong
Ibu Isti memperlihatkan kepala ikan beong
“Kalau kepala beong paling besar, kami hargai 80.000 rupiah/porsi.” Ujar Bu Isti. 

Obrolan panjang di dapur tidak terasa. Bahkan pesananku sudah sedari tadi tersaji di meja. Aku memesan beong bagian badannya dengan harga 35.000 rupiah/porsi. Ini saja menurutku sudah besar. Rasanya memang pas, tentunya semua ini karena rempahnya menyatu. 

Bagi pecinta kuliner pedas, Mangut Beong harus dicoba. Selama menikmati hidangan, seringkali aku berhenti mengunyah, menyempatkan waktu menyesap minuman dingin. Daging ikan beong pun lembut. 

Warung Rumah Makan Sehati ini buka mulai pukul 07.00 – 17.00 WIB. Terdapat 8 orang yang mempunyai tugas masing-masing. Mulai dari pramusaji sampai peracik rempah untuk Mangut Beong. 
Santap siang kuliner mangut kepala beong Magelang
Santap siang kuliner mangut kepala beong Magelang
“Jika warung ramai, kami biasanya membutuhkan satu kuintal ikan, mas,” Terang Bu Isti sembari memilah rempah-rempah. 

Tidak mengherankan kuliner Mangut Beong menarik perhatian para wisatawan. Cita rasa yang enak dan pas di lidah membuat banyak orang ingin mencicipi kuliner satu ini. Bagi kalian yang sedang di Magelang, berwisata ke Borobudur dan sekitarnya. Bisa dicoba makan siang menyicipi Mangut Kepala Beong. *Magelang; Minggu, 11 Maret 2018.

Menyeduh Secangkir Kopi di Bilik Koffie Yogyakarta

$
0
0
Deretan biji kopi terpajang di meja depan
Deretan biji kopi terpajang di meja depan
Kebiasaan menjelajah kedai kopi di sekitaran Demangan membuatku sedikit luput daerah lain yang tidak jauh dari kos. Di Muja Muju, tepatnya di Jalan Timoho II Yogyakarta No. 72 terdapat kedai kopi yang bangunannya berkonsep lawas. 

Kedai kopi tersebut bernama Bilik Koffie. Satu tempat dengan Bilik Kayu Heritage Resto. Dari namanya saja kita langsung tahu konsep bangunannya. Walaupun satu area, bagian kedai kopi dengan restonya dipisah. Tetap saja ketika membayar bisa di satu kasir maupun masing-masing kasir. 

Selepas magrib aku mengendarai transportasi daring menuju Bilik Koffie. Jauh sebelum ini, tepatnya akhir tahun 2017 aku sudah pernah ke sini. Perjalanan dari kos tidak lebih dari 8 menit. Tinggal menyeberang jalan raya, lalu menyusuri jalan Timoho. 

Kedai ini sendiri berada di dalam rumah joglo kecil. Tempatnya tertutupi bambu kecil sebagai pagar. Di depan, area parkir luas. Tidak ketinggalan tulisan “Bilik Koffie” yang terbuat dari rangkaian lampu. 
Joglo tempat Bilik Koffie Jogja
Joglo tempat Bilik Koffie Jogja
Melintasi pintu kecil pagar, pekarangan luas tersaji. Sisi kiri bangunan joglo untuk kedai kopi. Sisi utara adalah restonya. Deretan meja dan kursi juga tertata di bagian luar (pekarangan). Di timurnya, terdapat joglo lebih besar dan terbuka. 

Ukiran dan ornamen heritage jawa tersaji kala masuk kedai. Teman rombonganku sudah datang lebih awal. Mereka duduk di meja tengah, tepat depan barista. Dinding rumah joglo ini menarik untuk diabadikan. 

Selaras dengan dinding bermotif. Ubinnya juga warnanya dipadukan dengan motif bunga-bunga. Dinding tidak sepenuhnya papan bermotif. Sebagian disekat kaca transparan, sehingga terlihat dari luar. 

Di dalam kedai ada lima meja berukuran sedang yang dilengkapi empat kursi. Sedangkan di teras juga sudah berjejer meja. Beberapa pengunjung duduk di teras sembari membuka laptop. Jika diperhatikan, tempat ini asyik juga untuk bekerja. 

Sedari tadi aku fokus dengan halaman yang luas. Sebuah pohon menjulang tinggi di pekarangan depan. Tiap deretan meja dan kursi yang di depan penuh pengunjung. Mereka adalah orang yang menyantap malam di Bilik Kayu Heritage Resto. 
Halaman depan bilik kopi
Halaman depan bilik kopi
Daftar menu ada pada buku besar beserta harganya. Jika kita ingin mengintip menu yang disediakan, cukup melihat papan bagian atas barista. Di sana tercantum berbagai jenis kopi yang tersedia. Untuk harganya, di Bilik Koffie sekitar 15000 rupiah. 

“Ada banyak pilihan biji kopinya, mas,” Terang barista sembari menyebutkan daerah asal kopi. 

Benar kata barista, ada banyak biji kopi yang bisa aku pilih. Sempat kuhitung cepat, ada lebih dari 12 toples kecil berisi biji kopi lengkap dengan daerah asalnya. Sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan, tapi kutangguhkan karena barista agak sibuk. 

Bilik Koffie hanya ada dua barista, pas aku datang hanya satu orang ini sendiri yang bertugas. Biarpun belum terlalu ramai, namun kulihat barista yang bertugas agak sibuk. Padahal rata-rata di kedai kopi, aku selalu bertanya-tanya sebelum memilih pesanan. 
Barista sedang membuat pesanan
Barista sedang membuat pesanan
“Kayaknya biji kopi Candiroto menarik.” 

Kulihat teman lain yang sudah pesan, beberapa pesanan mereka sempat aku cicipi sembari tanya biji mana yang digunakan. Setelah mendapatkan informasi, aku mantap mencoba kopi Candiroto, kopi ini dari Temanggung. 

Tahu Temanggung kan? Kabupaten ini tidak hanya terkenal dengan tembakaunya. Sejak kopi mulai ditanam di sana, kali ini kopi Temanggung menggeliat. Bahkan di sana ada banyak kedai kopi yang berdiri. 

Aku sendiri pernah ke Temanggung ikutan Kopi Trip. Waktu itu diajak teman melihat kebun kopi di sekitaran Tlahab, mulai dari pemetikan hingga roasting. Sebuah perjalanan panjang biji kopi dari pemetikan hingga siap diseduh. 

Candiroto sendiri adalah salah satu kabupaten di Temanggung yang terkenal sebagai sentra kopi robusta. Di Candiroto, ada satu desa yang sangat terkenal dengan kopi robustanya yakni desa Mento. Setiap orang bilang kopi robusta, Mento menjadi rujukan para pencari kopi. 

Siang sebelum ke kedai kopi ini aku sudah sudah menyeduh secangkir kopi. Kali ini sengaja memilih Vietnam Drip. 

“Vietnam Drip ya mas,” Celetukku kembali. 
Melihat pembuatan Kopi dengan metode Vietnam Drip
Melihat pembuatan Kopi dengan metode Vietnam Drip
Barista tersebut mengangguk. Tidak lama kemudian dia mulai meracik pesananku. Vietnam Drip adalah penyajian yang menyertakan susu manis kental. Tujuannya agar menyamarkan rasa pahit kopi. Biasanya air yang digunakan pada metode ini berkisar antara 45 – 50ml. Seraya menunggu pesanan kopi, aku mengabadikan proses pembuatannya. 

Beberapa menit kemudian, pesanan kopi sudah diantar. Selain segelas kopi, disertakan pula kacang berlabur gula jawa satu buah. Mungkin ini sebagai pemanis ketika dirasa minuman pahit. Bisa jadi seperti itu. 

Sedikit aku gambarkan bagaimana suasana di Bilik Koffie Jogja. Bagi kalian yang ingin bersantai, berbincang dengan teman, tempat ini bisa menjadi alternatif. Aku tidak mencoba jaringan internetnya, hanya melihat seorang pemuda yang sibuk dengan laptop di teras sisi barat. 

Stop kontak aliran listrik tidak banyak. Konsep bangunan joglo ini hanya ada fasilitas stop kontak di beberapa titik. Meja tengah yang kami gunakan juga tidak tersedia stop kontak. Jadi harus mengecek lokasi terlebih dulu jika memang membutuhkan listrik. 
Sajian kopi dengan metode Vietnam Drip
Sajian kopi dengan metode Vietnam Drip
Tidak riuh tempatnya. Mungkin yang riuh malah di area resto. Bisa jadi di pekarangan riuh kala ada perfom live music. Karena di pekarangan ada tempat untuk live music. Bulan Desember tahun lalu, ketika kami ke sini ada live music-nya. 

Menu beragam. Bagi yang tidak suka kopi bisa memilih minuman yang lain. Bahkan minuman tradisional juga tersedia di restonya. Untuk makanan juga tersedia di sini. Bagiku, tempat ini lebih asyik untuk bareng keluarga. 

Berbeda dengan kedai kopi yang berada di tengah kota. Di Bilik Koffie ini jarang pengunjungnya muda-mudi. Lebih banyak keluarga. Tempat ini mengingatkanku dengan Rumah Lama Kopi. Secara bangunan mirip, suasana dan lokasi agak dalam dan tenang, serta ada minuman tradisionalnya. *Bilik Koffie; Kamis, 07 Juni 2018.

Kuliner Sambel Wader Cak Mat di Mojokerto

$
0
0
Sajian Kuliner Sambel Wader
Sajian Kuliner Sambel Wader
Di berbagai kesempatan saat mengunjungi kota tertentu, kuliner menjadi aktivitas yang pasti dilakukan. Selain menjelajah destinasi wisatanya, kita upayakan bisa menikmati cita rasa kuliner kota tersebut. 

Setengah hari kami mengunjungi peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan. Destinasi wisata heritage ini membuat kami begitu menikmati perjalanan. Aku sudah memilah-milah foto dan berpikir sudah memiliki konten yang nantinya kutulis di blog. 

“Makan siang sambel Wader ya. Pokoknya enak!” Alid meyakinkan. 

Pas rasanya. Hari sudah siang dan waktunya makan. Tentu kuliner Sambel Wader menjadi sangat menggiurkan. Untuk tambahan informasi saja, sejauh ini aku belum pernah mencicipi ikan wader. Bisa jadi ini menjadi kali pertama aku menyantap ikan wader. 

Warung kuliner yang kami tuju adalah Sambel Wader Cak Mat. Warung ini berlokasi di Jalan Bubat, Ngelinguk, Trowulan, Mojokerto. Beruntungnya ketika kami datang, rombongan sebelumnya sudah selesai makan, sehingga ada tempat yang kosong. 
Warung Sambel Wader dan Botok Cak Mat Mojokerto
Warung Sambel Wader dan Botok Cak Mat Mojokerto
Kami memilih meja di luar. Sementara itu di dalam warung sudah ramai. Tulisan spanduk di depan warung cukup mencolok. Mengingatkanku spanduk Sop Ayam Pak Min di Jogja dan sekitarnya. 

Aku beserta rombongan memesan empat porsi sambel wader. Satu porsi sambel wader bisa dimakan dua orang. setelah memesan, kualihkan pemandangan pada sekeliling warung. Di seberang jalan terdapat orang berjualan Es Tebu, serta dibalik pagar terdapat bendungan. Banyak orang mancing. 

Aku iseng melihat di Maps, apa nama bendungan ini. Ternyata ini adalah Kolam Segaran Majapahit. Dari literatur yang aku baca, kolam ini ditemukan pada tahun 1962 oleh Ir. Marc Lain Pont (orang Belanda), kemudian sempat dipugar secara bertahap pada tahun 1966, 1974, dan tahun 1984. 

Kolam Segaran ini merupakan salah satu situs peninggalan Kerajaan Majapahit. Pada masanya kolam Segaran berfungsi sebagai penampung air. Menurut informasi, panjang kolam sekitar 375 meter dan lebar 175 meter, dengan kedalaman berkisar antara 2.8 meter. Membaca sekilas informasi ini membuatku makin antusias kala menjelajah Trowulan. 
Kolam Segaran Majapahit dimanfaatkan untuk memancing
Kolam Segaran Majapahit dimanfaatkan untuk memancing
Kembali ke Sambel Wader Cak Mat. Meja yang di luar awalnya kosong mulai dipenuhi pengunjung yang lain. Kami masih sabar menanti pesanan datang. Salah satu teman malah tergoda es tebu. Lantas dua orang dari kami membeli es tersebut. 

Penantian itu tak perlu lama. Beberapa menit kemudian pesanan kami sudah datang. Empat porsi sambel wader siap dilahap. Setiap porsinya sudah ada ikan wader, sambel, irisan timun, dan sedikit daun kemangi. 

Berhubung kami adalah blogger, tentu sajian datang tidak serta merta langsung makan. Kami silih berganti mengabadikan menu yang sudah ada di meja. Bahkan, duet Aji dan Alid pun beraksi. Mereka sedang melanjutkan aktivitas ngevlog. 

Aku tidak begitu paham ikan wader. Sedari dulu, ikan air tawar yang familiar hanya lele dan mujair. Selebihnya aku tidak begitu paham. Berbeda dengan ikan laut, hampir sebagian besar ikan laut yang dikonsumsi, aku tahu namanya. 
Pengunjung yang menikmati makan siang
Pengunjung yang menikmati makan siang
Jika kita cari tuliskan di pencarian dengan kata kunci ikan wader, nantinya diarahkan pada Ikan Wader Bintik Dua. Ikan ini tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dan Filipina. Ukuran ikan wader kecil. 

Ikan wader ini digoreng kering, sehingga rasanya renyah. Sambel yang disajikan adalah sambel tomat, namun cukup pedas. Satu porsi ikan wader ini harganya 15000 rupiah. Di warung Cak Mat, sambel wader menjadi menu andalan. 

Warung Cak Mat ini buka sejak pagi pukul 07.00 – 18.00 WIB. Waktu siang paling ramai dikunjungi para wisatawan yang ingin makan siang. Jangan kaget jika di tepi jalan sudah berjejer rapi kendaraan roda empat parkir memanjang. 

Bagi mereka yang ingin makan siang di sini harus rela antre jika ramai. Pelayanan dan penyajian makanan cepat. Urusan harga seperti yang sudah aku terangkan di atas, cukup terjangkau bagi para wisatawan. Selain sambel wader, di sini juga disediakan menu seperti botok, dan bebek. 
Waktunya menikmati kuliner Sambel Wader
Waktunya menikmati kuliner Sambel Wader
Tertarik kulineran di warung sambel wader Cak Mat? Mungkin jika kalian berkunjung ke Trowulan bisa makan siang di warung ini. Menurutku sayang dilewatkan kuliner di sini jika kalian mempunyai rencana menjelajahi peninggalan Kerajaan Majapahit. 

Makan siang telah usai, rangkaian kunjungan di destinasi wisata Trowulan sebagian besar sudah dikunjungi. Kami masih mempunyai rencana mengunjungi destinasi lain sebelum kembali ke Jombang dan menikmati sunset di sungai Brantas. *Kuliner Sambel Wader Cak Mat Mojokerto; Sabtu; 19 Agustus 2017.

Mengajak Teman Kantor Menyeduh Kopi di dÉmmerick Coffee Salatiga

$
0
0
Segelas kopi di Kedai Kopi d'Emmerick
Segelas kopi di Kedai Kopi d'Emmerick
Rutinitas menyeduh kopi di kedai menjadi perhatian sebagian teman kantor. Kadang terlontar wacana untuk sesekali ngopi bersama. Selama ini aku belum pernah menikmati kopi bersama teman kantor. Hampir keseluruhan hanya dengan teman bermain maupun teman blogger. 

“Sepertinya harus kita agendakan,” Ujarku menanggapi wacana teman. 

Kami memang satu kantor, tapi berkumpul hanya pada saat di tempat kerja. Selepas pulang, kesibukan masing-masing membuat wacana kumpul dan menyesap kopi menguap. Bahkan seringnya kami lupa kalau pernah melontarkan ide ngopi bareng. 

***** 

Di sudut hotel d’Emmerick, kusapu pandangan setiap penjuru. Resepsionis di depan tersenyum ke arahku. Kugenggam kamera menyusuri tempat yang sudah sering kulalui. Tiga tahun terakhir, aku sering menginap di tempat ini. 

Mas Martin (pihak hotel) berbincang denganku agak lama. Kami memastikan semua peralatan dan keperluan terpenuhi. Bersama rombongan, aku menuju ruangan yang sudah disiapkan. Secepat mungkin aku tuntaskan tugasku. 
d'Emmerick Corner
d'Emmerick Corner
“Siang nanti saya balik Jogja, Mas. Yang menginap di sini temanku.” 

Aku harus membagi pekerjaan menjelang akhir pekan. Gelaran Le Tour De Jogja 2018 sudah diambang waktu bersamaan dengan tugas kantor di akhir pekan. Beruntung pihak kantor mengizinkanku fokus di LTDJ 2018 dengan pertimbangan waktunya akhir pekan. 

Usai memastikan semua berjalan lancar, aku melangkah ke area kolam renang hotel. Setahun yang lalu, tempat tersebut menjadi lokasi favoritku menikmati waktu senggang di hotel. Ada perubahan mencolok, pepohonan di tepian kolam sudah hilang. 

Dari informasi yang aku dapatkan, pohon tersebut tidak ditebang melainkan roboh sewaktu ada badai di akhir tahun 2017. Rasanya kolam renang di sini kalau siang hari menjadi panas. Padahal pohon tersebut adalah peneduh. 

Pandanganku tertuju pada sudut hotel. Sebuah kedai kopi berada tidak jauh dari hotel. Penuh rasa penasaran, aku langsung menghampiri kedai kopi tersebut. Seorang penjaga kedai menyapa. 
Bagian depan kedai kopi
Bagian depan kedai kopi
“Sudah buka kedainya mas?” Aku memastikan. 

“Sudah mas. Mau pesan kopi atau non kopi?” 

Aku menjawab kopi. Sebuah kertas kecil diserahkan padaku. Ini adalah menu minuman yang bisa aku pesan. Berbagai menu kopi tersaji dengan harga yang murah. Bagi yang tidak menyukai kopi, ada minuman non kopi yang bisa dipesan. 

Bergegas aku menelpon teman kantor yang sedang di ruangan hotel. Aku teringat dulu dia pernah ingin menikmati kopi bersama. Mumpung kami sedang di luar kantor, serta di area hotel ada kedai kopi, tidak ada salahnya kami menyesap kopi bersama. 
Daftar menu kopi di kedai d'Emmerick Salatiga
Daftar menu kopi di kedai d'Emmerick Salatiga
Kedai kopi di hotel d’Emmerick ini tidaklah besar. Memanfaatkan sudut bangunan yang menghadap ke kolam renang, kedai ini dilengkapi dengan sedikit kursi serta meja. Tiga buah kursi tinggi di dekat meja bar. Sementara kursi dan meja berada agak di depan. 

Nama kedai kopi ini adalah Bleverly Eatery. Tidak hanya menyediakan minuman, kedai ini juga menyediakan makanan. Sembari menunggu teman kantor datang, aku berbincang dengan pramusaji sekaligus baristanya. 

Bangunan kedai belum ada satu tahun. Namun antusias pecinta kopi mulai menggeliat. Tidak hanya dari tamu hotel, kadang orang luar hotel pun mulai berdatangan. Setidaknya dalam sehari lebih dari 15 gelas kopi yang dibuat. 

“Ini tidak termasuk yang pesan non kopi, mas.” 

Salatiga bukanlah kota besar, dan hotel d’Emmerick pun berada jauh dari pusat kota. Malah menurutku lebih dekat ke arah Kopeng. Menurut teman, dari Kopeng ke hotel ini hanya sekitaran 15 menit. 

Hawa dingin membuat kopi menjadi daya tarik tersendiri. Bagi mereka yang menginap di hotel, menyesap kopi sembari mengerjakan tugas ataupun sekadar santai menikmati waktu staycation tentu menyenangkan. 

“Wih kopi!” Teriak teman kantorku antusias. 

Aku lupa asal daerah biji kopi yang diracik. Bahkan mengingat nama baristanya pun aku lupa. Biasanya, setiap berkunjung ke kedai kopi, aku mencatat nama, biji kopi, serta metode apa yang digunakan. 
Kopi pesanan sedang dibuat
Kopi pesanan sedang dibuat
Kawan kantor melihat proses penyajian kopi dari awal sampai akhir. Dia jarang minum kopi tanpa gula. Aku menyarankan untuk mencicipi tanpa gula terlebih dulu. Kalau dirasa pahit dan tidak suka, barulah diberi gula. 

“Enak kok,” Komentar teman setelah menyeduh kopi tanpa gula. 

Untuk sesaat kami menikmati kopi di hotel d’Emmerick. Hawa dingin Salatiga sedikit terusir oleh seduhan kopi. Menarik rasanya, ketika wacana ngopi bareng teman kantor sempat terlupakan. Di tempat lain, akhirnya tuntas sudah terealisasikan. 

Mungkin ini adalah pakaian paling rapi saat aku menyeduh kopi di kedai. Di Jogja, aku pernah mengenakan pakaian batik ke kedai kopi saat di Noe Coffee, pernah juga mengenakan kemeja panjang kala di Culturehead. Di sini, aku mengenakan batik lengkap dengan sepatu. 
Mari menyeduh kopi bareng teman
Mari menyeduh kopi bareng teman
“Akhirnya bisa ngopi bareng juga.” 

Kembali kami menyesap kopi, bahkan mengirimkan foto bareng di grup WA kantor. Untuk sesaat, grup yang diisi enam orang ini cukup ramai. Jarang-jarang loh bisa ngopi pas hari kerja bareng orang kantor, dan di grup membahas tentang kopi, bukan pekerjaan. *Hotel d’Emmerick; Jumat 04 Mei 2018.

Jembatan Gantung Mangunsuko, Spot Foto Instagram di Magelang

$
0
0
Dam air yang berliku seperti ari terjun di Jembatan Mangunsuko, Magelang
Dam air yang berliku seperti ari terjun di Jembatan Mangunsuko, Magelang
“Spotnya bagus buat foto dan diunggah di Instagram loh,” Celetuk teman di WAG. 

Aku tak bereaksi cepat. Saat luang, aku mengetik kata kunci “Jembatan Mangunsuko”. Alhasil sudah banyak foto yang bagus beredar. Keseluruhannya tentu dengan olahan foto para  pecinta Instagram. 

“Baik, sabtu kita ke sana,” Jawabku mantap.

Sebuah pernyataan yang harus aku tepati. Aku harus menyiapkan tenaga ekstra untuk mengayuh sepeda menuju destinasi wisata yang sedang hits di Magelang kurun waktu beberapa bulan terakhir. 

Di warga setempat, Jembatan Gantung Mangunsuko ini lebih dikenal dengan sebutan Jembatan Gantung Jokowi. Hal ini dikarenakan Pak Jokowi yang meresmikannya. Jembatan gantung ini pula menjadi destinasi tujuan para pesepeda.

* ****

Kuatur ritme mengayuh pedal. Hari masih pagi, belum juga pukul 05.30 WIB, aku sudah menyusuri jalanan. Semalam, aku sudah ada janji dengan teman sesama pesepeda untuk menjelajah Kawasan Magelang, serta sepakat titik kumpul di samping Klenteng Hok An Kiong Muntilan. 

Sudah lama aku tidak bersepeda jarak jauh. Terakhir mengayuh pedal dengan jarak lebih dari 50 KM itu bulan Maret 2018. Di jalanan datar menuju Muntilan, aku sengaja mengayuh pedal santai agar otot-otot kaki kembali terbiasa. 

Dua jam berlalu, akhirnya aku sampai di Klenteng Hok An Kiong. Selang sebentar, teman tandem sepedaku sudah sampai. Om Z Triono, salah satu pentolan sepeda eNTe Jogja yang sudah tidak diragukan lagi jam terbang sepedaannya. 

Aku menaiki sepeda MTB, sedangkan Om Z menggunakan sepeda lipat. Kami sempat sarapan angkringan di dekat Klenteng. Tepatnya di samping kuliner legendaris “Nasi Empal Muntilan”. Kuliner tersebut sudah sangat ramai. 

Selain kami berdua, di tempat yang sama juga menjadi titik kumpul pesepeda lainnya yang dari Jogja. Rombongan berjumlah 15 orang itu mempunyai tujuan berbeda. Ada yang ke Ketep Pass, sebagian lagi ke Telomoyo. Sejenak kami berbaur sembari mengenalkan diri. 
Tempat kumpul bersepeda di dekat Klenteng Hok An Kiong Muntilan
Tempat kumpul bersepeda di dekat Klenteng Hok An Kiong Muntilan
Jika kalian ke jembatan Mangunsuko bisa; rute yang mudah dipilih adalah Klenteng Hok An Kiong - Jalan Veteran - Jalan Talun - Pasar Talun. Pertigaan pertama pasar belok kanan, ikuti jalan nanti ada plangnya. Jalan relatif kecil namun aspal bagus, serta menuju DAM sudah paving sampai lokasi. 

Seandainya masih kebingungan, tinggal tanya ke warga setempat “Jembatan Mangunsuko” atau malah “Jembatan Jokowi”. Pasti warga setempat langsung paham dan memberikan rute yang akurat. 

Perjalanan sesungguhnya dimulai dari Klenteng Hok An Kiong ke atas. Menyusuri jalan Veteran – Jalan Talun. Ini rute yang tanjakannya tidak begitu terlihat namun tak berujung. Rute ini lumayan panjang, sehingga menguras tenaga bagi orang yang jarang sepedaan seperti aku. 

Tepat sampai Pasar Talun, kami tidak belok kanan di pertigaan pertama. malah lurus dan mengambil belok kanan di pertigaan kedua. Ini lebih jauh jalannya. Berhubung kami salah menandai lokasi, jadi santai saja. 

Dari pasar Talun, kami masih naik sampai jalan Sewukan. Di dekat Sub Terminal Sewukan, kami istirahat. Rombongan yang tadi berangkatnya bareng masih di bawah. Sembari istirahat, kami membeli air mineral di warung rumah warga sekalian bertanya lokasi yang kami tuju. 

“Bu, kalau jembatan gantung Krinjing masih jauh nggak ya?” 

“Masih lebih 3 KM, mas. Lah masnya mau ke mana?” Tanya ibu tersebut. 

“Ke Dam Air yang di jembatan Krinjing bu.” 

Ibu tersebut bingung, beliau menerangkan jika Jembatan Gantung Krinjing itu tempat pengamatan Gunung Merapi. Sedangkan Dam Air yang hits itu ada di Jembatan Gantung Mangunsuko. 

“Keliru mas. Kalau Dam Air yang difoto-foto itu di Jembatan Gantung Mangunsuko (Jembatan Jokowi) dekat sini. Mas kelewatan. Harusnya lewat pertigaan pertama pasar Talun, belok kanan.” 

Kami berdua tertawa, beruntung mendapatkan informasi tersebut. Nasib baik tadi sempat beli air mineral dan bertanya. Akhirnya kami dilewatkan jalan setapak berbalut semen. Kami blusukan lagi. Keuntungan nyasar naik sepeda adalah mendapatkan jalan kecil yang asyik untuk dilewati.
Blusukan lewat jalan setapak di Sewukan
Blusukan lewat jalan setapak di Sewukan
Berbekal informasi dari masyarakat setempat, akhirnya kami sampai juga di jembatan gantungnya. Jembatan Gantung Mangunsuko masih sepi. Terlihat ada dua pengunjung yang sedang asyik berfoto. Aku melintasi jembatan tersebut, kemudian berbalik arah lagi. 

Sedikit informasi, jika kita menulis Jembatan Gantung Krinjing di pencarian, nanti yang muncul foto ada air terjun aliran Dam Air itu sebenarnya Jembatan Gantung Mangunsuko, bukan Jembatan Gantung Krinjing. Kedua jembatan gantung tersebut diresmikan oleh Presiden Jokowi pada bulan September 2017. 

Dari atas jembatan gantung, aku melihat aliran dam air yang membentuk tangga. Tiap tangga tidak tinggi, air mengalir mengikuti belahan sungai yang melintang di bawah jembatan. Spot memotret dari atas jembatan ini menurutku bagus. Hanya saja perlu dicatat bahwa jembatan gantung ini cukup ramai hilir-mudik masyarakat setempat. 
Jembatan Gantung Mangusuko atau dikenal dengan Jembatan Jokowi
Jembatan Gantung Mangusuko atau dikenal dengan Jembatan Jokowi
Kuparkirkan sepeda di salah satu ujung jembatan. Tepatnya di ujung yang tidak ada lahan parkirnya. Satu ujung lagi dimanfaatkan warga sebagai tempat parkir motor maupun mobil. Aku memotret tidak lebih dari 4 jepretan. Takutnya kalau lama-lama di jembatan mengganggu kendaraan warga yang menyeberang. 

Mumpung bawa sepeda, kami putuskan mengangkat sepeda turun. Ada akses jalan kecil untuk turun. Kudu hati-hati, agak sedikit curam. Jika musim hujan sudah pasti jalan tersebut licin. Sepeda aku parkirkan di tanah lapang, lalu mengabadikannya. 

Aku sebenarnya membawa tripod, dan berencana memotret slow speed. Sementara aku tangguhkan, di dekat aliran air ada dua pengunjung yang asyik berfoto ria. Sengaja aku tunggu mereka sampai selesai foto-foto. 
Air terjun DAM air di Jembatan Gantung Mangunsuko yang hits di Instagram
Air terjun DAM air di Jembatan Gantung Mangunsuko yang hits di Instagram
Kulihat sekeliling dam, berusaha melihat tingkah pengunjung. Selang setengah jam, mulai banyak pengunjung yang berdatangan. Catatan yang aku dapat sampaikan di Jembatan Gantung Mangunsuko antara lain berkaitan dengan pengunjung yang berfoto di atas jembatan gantung. 

Tidak sedikit pengunjung mengabadikan diri di atas jembatan atau mengambil gambar aliran air dari atas. Sempat terlihat pengunjung berkumpul sekitar 10 orang di atas. Ini menyebabkan warga yang melintas tersendat, terlebih di sini warga banyak yang membawa rumput pangan ternak. 

Ada juga coretan-coretan yang berjejer di besi jembatan gantung. Miris rasanya jika masih ada yang bertinggah buruk di suatu tempat. Pun dengan sampahnya. Lahan tepat di bawah jembatan, sudah mulai berceceran sampah bekas air mineral. Tetap bawa sampahmu sendiri dan jangan buang sembarangan. 

Tanah yang ada di terjun itu sedikit berlumpur. Jadi tanah yang tertutupi rumput bakal membuat sepatu kita basah dan kotor. Ada baiknya menggunakan sandal atau sepatu yang tepat agar tidak terpeleset. Jika musim hujan, aku pastikan jauh lebih berlumpur. 
Memotret sepeda di Spot favorit DAM air Jembantan Gantung Mangunsuko
Memotret sepeda di Spot favorit DAM air Jembantan Gantung Mangunsuko
Selain itu, sungai yang berada di bawah jembatan, tempat air mengalir seperti terkena abrasi. Kalian yang ingin memotret aliran air tepat dari bawah jembatan gantung harus lebih berhati-hati saat melangkah. 

Satu lagi yang harus dicatat. Foto yang beredar di Instagram sudah melalui proses olahan. Jadi jangan disamakan dengan pemandangan yang asli. Jika ingin memotret dengan hasil yang bagus kudu menggunakan filter pada kamera dan mengatur setelan kamera yang tepat. 

Menurutku waktu yang tepat memotret di sini malah sore hari. Aku datang pagi sampai siang, objek yang difoto masih cukup silau. Padahal jika waktunya pas, kita dapat memotret aliran air dengan latar belakang gunung Merapi. 
Memotret slow speed di air terjun jembatan Mangunsuko
Memotret slow speed di air terjun jembatan Mangunsuko

Cukup lama aku di sini, kami berbincang sembari merencanakan destinasi selanjutnya di waktu yang lain. Asyik juga kembali mengayuh pedal sepeda sekitar 80 KM (pulang – pergi). Biarpun tidak direncanakan, kami pakai kaus yang sama. Kaus panitia Le Tour De Jogja 2018

Waktu berlalu cepat. Kami bergegas membopong sepeda naik, lalu menuntaskan perjalanan pulang ke Jogja. Destinasi seperti ini memang dilirik para pecinta foto, khususnya kawula Instagram. Semoga para pengunjung bisa berlaku bijak sehingga tempat seperti ini tidak kotor, jembatan gantung terjaga, dan tidak kumpul di tengah-tengah jembatan penyeberangan. 
Teman gowes di Jogja yang mempunyai referensi lokasi bagus
Teman gowes di Jogja yang mempunyai referensi lokasi bagus
Oya, jangan sampai lupa untuk berinteraksi dengan warga setempat. Karena warga di desa Mangusuko ini ramah-ramah. Tak hanya sekali atau dua kali. Sewaktu kami naik sepeda, kami sering disapa penduduk setempat. *Jembatan Gantung Mangunsuko Magelang; 06 Oktober 2018.

Konkrite Coffee and Place Jogja, Tempat Asyik untuk Bekerja maupun Nongkrong

$
0
0
Sajian V60 kopi Bali Kintamani
Sajian V60 kopi Bali Kintamani di Konkrite Coffee & Place
Jogja tidak ada habis-habisnya memunculkan kedai kopi baru dengan konsep berbeda. Salah satunya adalah Konkrite Coffee & Place, kedai kopi yang baru diresmikan satu minggu ini mulai menarik perhatian para pecinta nongkrong dan bersantai. 

Berlokasi di Caturtunggal, tidak jauh dari Kedai Kopi Bento, kedai ini jika dilihat dari luar lebih mirip dengan Silol maupun Linglung. Namun tatkala masuk, aku malah melihat tempat ini lebih asyik untuk teman-teman yang sedang mencari kedai yang ada Coworking Space-nya. 

Seperti kebiasaan akhir pekan, aku mengunjungi kedai kopi dan meluangkan waktu untuk menulis. Siang ini, aku putuskan menuju Konkrite Coffee & Place. Sebuah kedai kopi yang lokasinya tak lebih dari 400 meter dari kos. Kedai ini buka mulai pukul 10.00 WIB – 00.00 WIB. 

Dua barista bersama beberapa pramusaji menyapa. Sembari melihat sekeliling, aku putuskan duduk di ruang luar lantai dua. Harapanku saat itu adalah dapat bekerja, menyeduh kopi, sembari melihat petakan sisa sawah maupun lalu-lalang pengguna jalan. 
Meja kasir dan barista di lantai satu
Meja kasir dan barista di lantai satu
Tujuh stoples berisi biji kopi terpajang. Menurut Mas Adis, biji kopi ini masih sampel. Di antara biji kopi yang ada, aku hanya bisa mengingat Sidikalang, Gayo, Kintamani, dan Toraja. Mungkin karena masih sampel, jadi belum bisa memutuskan biji kopi mana saja nantinya yang akan digunakan dalam jangka waktu panjang. 

Bagi yang suka menikmati kopi manual brew. Di sini tersedia V60, Vietnam Drip, dan French Press. Untuk yang lainnya, ada juga kopi lainnya yang bisa dipilih sesuai selera. 

“V60 saja, biji Kintamani,” Jawabku kala ditanya pramusaji. 

Pramusaji perempuan bernama Tika yang mencatat didampingi temannya laki-laki. Ada yang menarik di sini, jika biasanya kedai kopi identik dengan minuman dan camilan saja. Di Konkrite Coffee & Place ini menyediakan makanan berat seperti Indomie, Ayam Geprek, dan lainnya. 
Daftar harga dan menu di Konkrite Coffee and Place
Daftar harga dan menu di Konkrite Coffee and Place
Jadi tidak perlu bingung jika bersantai di sini serta kelaparan. Karena menu-menu tersebut bisa dipesan dengan harga yang relatif sesuai dengan kantung saku. Tidak banyak kedai kopi yang menyediakan makanan berat. 

Sembari menunggu pesanan datang, aku menjelajah tiap sudut kedai tersebut. Aku mencari spot asyik untuk duduk, kuputuskan teras luar menghadap ke selatan (petakan wasah dan jalan). 

Aku suka suasana di teras, meskipun suara musik bersaing dengan keriuhan mesim kendaraan yang lalu-lalang di jalan, tetapi aku bisa menikmati karena pemandangan sawah serta semilir angin. Meskipun terkadang angin sedikit kencang. 

Rata-rata meja di sini kecil, hanya cukup untuk sepasang kursi. Jika datang rombongan, mungkin bisa menggabungkan beberapa meja dan kursi. Di teras luar, stop kontak listrik terbatas, jadi bagi yang ingin bekerja di luar harus bisa mencari tempat duduk strategis. 
Lantai dua Konkrite Coffee & Place yang terbuka
Lantai dua Konkrite Coffee & Place yang terbuka
Konkrite Coffee & Place mempunyai beberapa opsi tempat duduk. Bagi yang ingin bersantai di ruangan tertutup bisa duduk di depan meja kasir lantai satu. Maupun lantai dua yang tertutup. Menurutku di lantai dua ini yang bakalan ramai untuk pengunjung datang dan bekerja. 

Masuk di lantai dua yang tertutup, deretan meja serta kursi tersebar. Aku malah tertarik dengan sudut-sudut ruangan yang dibentuk menjadi tempat duduk seperti di Antologi Coffee. Bagian selatan dinding dimodif menjadi area duduk berhadapan berbalut sofa, tentunya tempat ini juga dilengkapi stop kontak. 
Tempat duduk sofa di Konkrite Coffee and Place
Tempat duduk sofa di Konkrite Coffee and Place
Tempat duduk sofa berhadapan itu menjadi tempat yang paling sering ditempati pengunjung yang ingin berbincang santai sembari bermalas-malasan. Spot yang menarik lagi bagiku adalah deretan meja panjang dipenuhi kursi dan stop kontak menghadap ke jendela bagian timur. 

Bagi blogger, mendapatkan kedai yang mempunyai tempat asyik untuk bekerja adalah hal yang menyenangkan. Aku melihat pemilik Konkrite Coffee & Place ini peka dengan hal tersebut. Disulap ruangan atas menjadi semacam tempat asyik untuk bekerja. Ini mengingatkankan pada meja panjang di Homi Coffee & Space. Tidak ketinggalan ada ruang untuk rapat.
Coworking space di Konkrite Coffee and Place
Coworking space di Konkrite Coffee and Place
Beranjak ke ruang luar kedai. Ada meja dan kursi cukup banyak di lantai dua. Pun dengan di lantai satu bagian taman. Deretan meja dan kursi tersebar, beberapa titik disediakan stop kontak. Bahkan meja dan kursi ada yang terpasang permanen, terbuat dari semen. Ada juga tempat untuk lesehan. 

Satu hal yang sering aku tanyakan di kedai kopi adalah tempat salat. Bagi sebagian pengunjung tempat salat menjadi hal yang dipertimbangkan apakah mereka nongkrong di sini ataupun tidak. Di Konkrite Coffee & Place, musola tersedia dan cukup mumpuni untuk beribadah bagi yang muslim. 

Ruang musola cukup luas, namun yang dipasangi karpet dan sajadah separoh, sehingga bisa digunakan salat tiga orang. Tempat untuk wudu ada satu kran. Aku sempat salat di sini, dan barang-barangku dijaga pramusaji. 
Area terbuka di lantai satu
Area terbuka di lantai satu
Seperti yang aku bilang, di sini kita bisa menyeduh kopi sembari menikmati pemandangan sepetak sawah. Di depanku sepetak sisa sawah yang masih bertahan di antara pembangunan yang masif di sekitaran Caturtunggal. 

Bagi sebagian orang, petakan kecil sawah tidak berarti. Namun bagiku, biarpun hanya ada petakan sawah kecil, ini menjadi pemandangan berbeda. Oya, jika cuaca cerah menatap senja di kedai ini juga bagus, karena bagian barat tidak tertutupi gedung tinggi. 

Pendapatku tentang Konkrite Coffee & Place 

Sedikit penilaianku tentang Konkrite Coffee & Place. Tempatnya asyik untuk sekadar nongkrong atau bekerja. Jika nongkrong bisa di bagian luar, misalnya mau bekerja di ruang dalam yang tersedia deretan space untuk bekerja. Kalau untuk bekerja lebih baik datang siang sampai magrib. Biasanya selepas magrib pengunjung cenderung ramai. 

Internet cukup kencang, di sini akses internet kita harus login. Jadi tidak terpajang di bagian bawah struk, namun diberi kertas kecil berisi username dan password. Tiap akses dijatah enam jam. 

Menu yang tersedia cukup mumpuni, selain kopi juga disediakan minuman nonkopi. Tidak ketinggalan makanan berat maupun camilan. Jadi kita tidak perlu keluar dari kedai jika ingin makan berat. Aku di sini mencoba menu Indomie Matah, minumnya kopi Bali Kintamani diseduh metode V60. Rasa kopinya seperti di sebagian besar kedai kopi lainnya. 

Bagiku yang perlu ditambahi mungkin tempat sampah kecil di beberapa sudut. Teras di selatan tidak disediakan kantung sampah. Hal ini sedikit membingungkan pengunjung yang ingin membuang tisu atau sampah kecil lainnya. Takutnya, sampah seperti tisu (selepas makan) terkena angin kencang. 

Mungkin itu sedikit penilaianku tentang kedai kopi Konkrite Coffee & Place. Bagi yang ingin nongkrong di sekitaran Ambarukmo Plaza dan sekitarnya, bisa menjajal kedai ini. 

***** 
Menyesap pesanan sembari memandangi sepetak sawah
Menyesap pesanan sembari memandangi sepetak sawah
Ada orang memilih kedai kopi karena rasa kopinya, ada juga karena tempatnya, pun dengan keduanya. Aku salah satu orang yang lebih suka menilai dari sudut pandang suasana dan kenyamanannya. Bagiku tempat ini cukup nyaman untuk bekerja kala siang – sore. 

Tiap seduhan kopi kunikmati. Hingga tak terasa satu artikel selesai tertulis. Artikel tersebut adalah yang kalian baca sekarang. Ya, aku menulis Konkrite Coffee & Place ini di lokasinya. Jarang-jarang aku melakukan hal seperti ini. *Konkrite Coffee and Place, Minggu 14 Oktober 2018.

Jadwal Pesawat Terbang ke Karimunjawa

$
0
0
Landasan pacu Bandara Dewadaru
Landasan pacu Bandara Dewadaru/Screen captture video Intagram @bandaradewadaru
Sejak bandara Dewadaru Karimunjawa laik fungsi, sudah ada beberapa maskapai penerbangan yang pernah mempunyai rute penerbangan ke Karimunjawa dari kota besar di Indonesia. Kota besar tersebut adalah Semarang dan Surabaya. 

Deraya menjadi pesawat pertama yang mempunyai rute khusus ke Karimunjawa. Kala itu rutenya adalah Semarang – Karimunjawa – Balikpapan. Sekitar tahun 1997, pesawat Deraya tidak lagi membuka rute tersebut. 

Bandara Dewadaru juga menjadi tempat pendaratan pesawat Cesna milik Kura-Kura Resort. Hingga akhirnya tahun 2015 Susi Air membuka rute Semarang – Karimunjawa. Berlanjut Airfast yang mengikuti. 

Sayangnya dari beberapa maskapai dan rute yang ada, sekarang yang masih bertahan adalah pesawat Airfast. Jadwal penerbangan pesawat ini dari Surabaya. Dulunya dari Semarang sempat ada, namun sekarang sudah tidak beroperasi. 

Pesawat Airfast tidak setiap hari terbang ke Karimunjawa maupun sebaliknya ke Surabaya. Satu minggu, hanya ada dua kali penerbangan dengan hari yang berbeda. Berikut infografis maupun narahubung pesawat Airfast.
Jadwal pesawat Airfast Surabaya - Karimunjawa
Jadwal pesawat Airfast Surabaya - Karimunjawa
Tahun 2018 ini ada pesawat yang ke Karimunjawa. Maskapai domestik yang beroperasi adalah Wings Air. Rute yang dituju adalah Karimunjawa – Semarang. Dilanjut penerbangan ke beberapa kota besar di Indonesia seperti Pangkalanbun, Soekarno-Hatta, Halim Perdanakusuma, Banjarmasin, Bandung, Surabaya, dan lainnya. 

Wings Air diproyeksikan menjadi transportasi alternatif menuju Karimunjawa. Jadwal penerbangan setiap hari. Tercantum pada jadwal keberangkatan dari Semarang pukul 11.20 WIB, dan dari Karimunjawa pukul 12.10 WIB. Waktu yang ditempuh kurang lebih 30 menit.
Jadwal pesawat Wings Air Semarang - Karimunjawa
Jadwal pesawat Wings Air Semarang - Karimunjawa/ Sumber Instagram Bandara Dewadaru
Sebelum Wings Air, pertengahan tahun 2018 sempat ada maskapai penerbangan NAM AIR dengan rute Semarang – Karimunjawa. Sayangnya, rute ini tidak bertahan lama. Pada bulan September 2018, maskapai tersebut sudah tidak lagi ke Karimunjawa. Sepengetahuanku, NAM AIR sistemnya Bandara Charter Flight (BCF). 

Daftar Pesawat yang pernah mempunyai rute ke Karimunjawa 
Bagi kalian yang penasaran dengan Bandara Karimunjawa. Sedikit informasi yang bisa aku infokan. Bandara ini pertama kali dibangun pada tahun 1991. Proses meratakan tanah pada lahan yang berada di Dusun Jelamun, Kemujan, Karimunjawa ini tahun 1992. 

Pada tahun 1994, bandara ini layak untuk penerbanga walau panjang landasan pacu termasuk pendek. Tahun 2018, landas pacu masih dalam proses perpanjangan. Penamaan Dewadaru sendiri diambil dari nama salah satu pohon yang ada di Karimunjawa. 

Berikut infografis pesawat yang pernah mempunyai rute penerbangan ke Karimunjawa.

Maskapai yang pernah mempunyai rute penerbangan ke Karimunjawa
Maskapai yang pernah mempunyai rute penerbangan ke Karimunjawa

***** 

Perjalanan Panjang berkaitan dengan bandara Dewadaru Karimunjawa. Pesawat silih berganti datang, berharap adanya rute tetap dan bertahan lama. Semoga geliat pariwisata di Karimunjawa makin maju, dan pelaku pariwisatanya jauh lebih baik. 

Jadi pesawat yang masih melayani penerbangan ke Karimunjawa adalah AIRFAST (dari Surabaya) dan WINGS AIR (dari Semarang).

Blanco Coffee and Books, Kedai Kopi di Tengah Kota Jogja

$
0
0
Blanco Coffee di jalan Kranggan, Yogyakarta
Blanco Coffee di jalan Kranggan, Yogyakarta
Ojek daring berhenti tepat di depan kedai kopi. Selepas menyerahkan helm dan berucap terima kasih, aku masuk ke kedai tersebut. Hari masih pagi, aku sudah berpakaian rapi. Kali ini aku mengunjungi salah satu kedai kopi yang berada di tengah kota Jogja. 

Blanco Coffee and Books Namanya. Kedai yang sudah ada sejak awal 2015 ini menjadi tujuanku. Berkali-kali aku melewati jalan Kranggan, dan acapkali melihat pengunjung duduk santai di jejeran kursi yang ada di luar sembari menyeduh kopi. Selalu terlintas wacana ingin singgah. 

Sebelum memesan kopi, aku terlebih dahulu menjelajah sudut yang ada di ruangan luar. Satu deret meja tinggi yang diisi sepuluh kursi terpasang dengan pondasi di bagian bawah. Pun dengan meja bulat berukuran kecil yang dikelilingi tiga kursi. 

Di luar, rata-rata pengunjungnya yang ingin merokok atau bersantai sembari berbincang, karena ada beberapa asbak di sana. Tiap sudut dilengkapi dengan stop kontak. Pagi ini hanya ada satu orang turis manca yang duduk di luar sembari menikmati santapannya. 

Berbagai biji kopi tersusun tepat di depan meja kasir. Pramusaji maupun baristanya belum terlihat, sepertinya sedang sibuk di dapur. Kuletakkan tas di sofa, lalu membuka laptop. Rencananya aku mengirimkan satu pekerjaan yang sudah selesai kukerjakan. 
Deretan biji kopi yang ada di Blanco Coffee
Deretan biji kopi yang ada di Blanco Coffee
Kulirik biji kopi yang tersedia. Dua nama yang paling jelas adalah Toraja dan Arundaya. Jika di kedai lain biji kopi dimasukkan dalam stoples kaca, di sini bentuknya semacam botol kaca. Tiap botol ada keterangan berkaitan dengan biji kopi. 

Alat-alat seduh kopi juga tertata rapi di belakang deretan botol berisi biji kopi. Seingatku yang tampak di meja adalah alat seduh V60, Kalita, dan Aeropress. Biasanya barista nanti merekomendasikan menggunakan alat seduh yang digunakan untuk menyajikan kopi kita. 

“Selamat pagi mas, pesan minuman kopi atau nonkopi?” Sapa barista berbadan gempal. 

“Kopi mas. Aku pilih sebentar ya.” 

Mataku tertuju pada kemasan biji kopi Arundaya. Sepersekian detik berpikir, lantas memutuskan biji kopi Arundaya yang Semi Wash kupilih. Tertera pula rekomendasi diseduh menggunakan Aeropress. 
Harga dan menu Blanco Coffee Yogyakarta
Harga dan menu Blanco Coffee Yogyakarta
Barista menyeduh kopi pesananku. Sempat berbincang dengan barista terkaitan dengan kopi. Barista tersebut menerangkan awal air yang digunakan 200ml, lalu setelah diseduh nanti tinggal 180ml. Aku meminta izin untuk memotret sudut kedai. 

“Untuk tulisan di blogku mas,” Terangku. 

Barista tersebut memperbolehkan selama foto yang aku ambil tidak untuk dikomersilkan. Beliau bercerita jika ada yang pernah memotret tanpa izin dan digunakan untuk hal-hal komersil. 

Kutinggalkan barista yang meracik kopi. Sudut demi sudut kedai yang ada di dalam aku jelajahi. Sesekali memotret aktivitas pengunjung. Masih pagi, jadi belum banyak pengunjung yang datang. Di dalam ada tiga meja yang berisi pengunjung. Mereka larut dalam kesibukannya masing-masing. 

“Silakan dinikmati minumannya mas.” 

Kali ini aku tidak mengabadikan pesananku. Lebih banyak berbincang dengan dua barista yang berjaga. Di Blanco Coffee ada delapan barista. Nanti siang ada tambahan barista lagi yang datang, biasanya setelah pukul 12.00 siang, pengunjung mulai ramai. 
Tempat asyik untuk bekerja kala pagi
Tempat asyik untuk bekerja kala pagi
Suasana di dalam tenang, cocok untuk bekerja khususnya pagi sampai menjelang siang. Aku tidak tahu bagaimana suasana kala malam hari. Satu set kursi sofa, tiga meja Panjang, dan tidak ketinggalan rak buku multifungsi. Sebagai tempat koleksi buku sekaligus sekat antar ruang. 

“Tempat ini kalau pagi cocok buat bekerja mas. Biasanya yang datang awal pasti bekerja sampai siang,” Ujar Barista yang masih kuliah di Fakultas Fisipol UGM. 

Dinding kedai cukup simpel, berwarna kalem dengan sedikit tambahan foto besar. Aku suka dengan kombinasi meja dan kursi kayu berwarna coklat mengkilat. Tiap meja tersedia stop kontak, dan kita bisa bekerja sembari mendengarkan lantunan musik pelan. 

Berbagai koleksi buku tertata rapi di rak. Aku mengambil satu buku dan membacanya. Lumayan banyak buku yang tersedia, terselip beberapa koleksi yang pernah aku baca maupun buku yang sama dengan koleksiku. 
Buku-buku tersusun rapi di rak
Buku-buku tersusun rapi di rak
Di belakang rak buku, satu sekatan ruang kecil untuk tiga buah meja kecil. Meja tersebut hanya bisa digunakan satu orang jika bekerja. Jika berbincang tanpa membawa laptop, bisa digunakan dua orang. Tempat ini menjadi lokasi favorit para mahasiswa/pekerja untuk menepi dari keramaian. 

Sepintas aku melihat perempuan yang sibuk di depan laptop. Sesekali dia menyeduh minuman yang ada di gelas. Kuakui jaringan internet di sini lumayan cepat. Aku mengabadikannya, setahuku dia paham kala tombol shutter ini menekan dan membidik objek. 

Hari bergerak cepat, tahu-tahu waktu sudah menjelang duhur. Barista bertambah satu perempuan, barista yang laki-laki sedang berbincang santai di luar sembari merokok. Aku meminta izin ke musola di lantai dua. 
Menikmati segelas kopi sembari bekerja
Menikmati segelas kopi sembari bekerja
Anak tangga di belakang mengarhkanku sampai lantai dua. Di atas cukup luas, hanya ada ruangan musola dan kamar mandi. Selebihnya luang belum diberdayakan. Ini artinya, Blanco Coffee mempunyai dua kamar mandi; di bawah dan atas. 

Ruang musola luas, bisa digunakan salat jamaah lebih dari empat orang. Usai salat, aku berbincang dengan barista, melontarkan pendapat jika di lantai dua bisa diberdayakan. Bisalah tiga atau empat meja lagi di sana, siapa tahu pengunjung membludak. 

Memang dari Blanco Coffee sendiri sudaha da rencana untuk menjadikan lantai dua diberdayakan untuk pengunjung. Ada beberapa item yang harus ditambahai, dicat ulang dan lainnya. Semoga saja segera terealisasi dan kedai kopi ini tetap nyaman untuk bekerja. *Blanco Coffee and Books; Sabtu, 28 Juli 2018.

Pertama Kali Singgah di Candi Pawon

$
0
0
Memotret Candi Pawon Magelang
Memotret Candi Pawon Magelang
Kuambil teko terbuat dari gerabah yang sudah tersaji. Pagi ini aku menikmati teh panas sebelum beraktivitas. Rombongan sudah siap. Usai sarapan pagi, mereka berbincang santai. Sesekali swafoto, mengabadikan momen berkumpul. 

Demi memastikan kegiatan lancar, aku bergegas memeriksa sepeda. Mulai dari mengecek satu persatu, sampai menghitung jumlahnya. Sudah mirip pemandu wisata, aku mengurusi segalanya. 

“Pakai sepeda ini?” Tanya salah satu orang dari Nepal. 

“Iya. Pakai sepeda ontel,” Jawabku terbata-bata. 

Dia memberi kode antusias. Setahuku, pria dari Nepal ini suka bersepeda. Beberapa kali sempat bertemu di jalanan sekitaran UGM. Sebelum berangkat sepedaan, ternyata ada yang tidak bisa naik sepeda. Aku meminta satu mobil untuk ikut mendampingi. 
Deretan sepeda ontel yang direntalkan
Deretan sepeda ontel yang direntalkan
Aku tidak sendirian. Sedari awal sudah mencarikan tiga pemandu lokal yang nantinya mengurusi rombongan selama dua hari. Tugasku jauh lebih nyaman karena fokus pada mendokumentasikan selama kegiatan. 

Tiga pemandu yang menemaniku lancar berbahasa Inggris. Hal ini menjadi mudah dalam berkomunikasi. Selain itu, merangkul pemandu lokal kala berkunjung ke desa wisata atau destinasi wisata menjadi hal yang diutamakan. 

Perjalanan dimulai, tujuan kali ini adalah Candi Pawon. Candi mungil yang lokasinya tidak jauh dari lokasi rental sepeda. Hanya mengayuh sekitar 10 menit sudah sampai. Rombongan ditemani pemandu mengelilingi area candi. 

Ini kali pertama aku mengunjungi Candi Pawon. Padahal sudah sering berkunjung ke Candi Borobudur naik sepeda. Entah kenapa tidak terbesit di pikiran untuk sekalian singgah. Padahal aku juga singgah di Candi Mendut
Rombongan mengelilingi Candi Pawon
Rombongan mengelilingi Candi Pawon
Aku masuk, mengelilingi banguan candi. Kuabadikan candi ini dari berbagai sudut. Jika dilihat, candi ini besarnya sama dengan candi-candi yang tersebar di Sleman. 

Lokasi Candi Pawon di Brojonalan, Wanurejo, Borobudur, Dusun 1, Wanurejo, Borobudur, Magelang. Tempatnya sedikit tertutup, hanya ada plang penanda, namun belum sepenuhnya menjadi daya tarik wisatawan untuk singgah. 

Candi Pawon dikelilingi pagar dan sedikit taman. Area parkir berada di depan, berdekatan dengan berbagai bangunan rumah warga maupun stand souvenir. Dari sini, aku melihat pemandu lokal menjelaskan perihal sejarah candi ke rombongan dengan Bahasa Inggris. 

Bagi sebagian orang yang berkunjung ke Magelang, khususnya Candi Borobudur, rata-rata dari mereka tidak sekalian berkunjung ke Candi Pawon. Bahkan mungkin malah tidak tahu keberadaan candi tersebut. Ketika rombonganku sampai, di sini tidak ada pengunjung yang lain. 
Sudut lain Candi Pawon
Sudut lain Candi Pawon
Dilansir dari literatur, Candi Pawon dijadikan tempat penyimpanan abu jenazah Raja Indra (782-812 Masehi). Candi ini juga mempunyai keterikatan dengan candi lainnya yang berdekatan. Candi Mendut dan Candi Borobudur. 

Tiap sudut candi mempunyai relief. Hasil karya pahatan pada dinding ada yang lengkap, namun tidak sedikit yang sudah rusak dan meninggalkan bagian-bagian tertentu. Ada bagian yang menceritakan Kuwera (Dewa Kekayaan), Kinara dan Kinari (sepasang burung berkepala manusia). 

Pada bagian atas berbentuk kubah-kubah kecil yang mengelilingi kubah di tengah dan jauh lebih besar. Diruntut dari lokasi dan bentuknya, candi ini merupakan candi Buddha. Aku menatap tiap pahatan yang ada di dinding. Sebuah mahakarya yang harus dilestarikan. 
Relief yang terpajang pada dinding Candi Pawon
Relief yang terpajang pada dinding Candi Pawon
“Mister-mister, souvenir!!” 

“Come here!!” Teriak para penjaga stand souvenir. 

Sedari kami datang, para penjaga stand souvenir semangat menawarkan jualannya. Masih banyak lagi teriakan para penjual berharap rombongan singgah. Setidaknya satu barang terjual pun mereka bersyukur. Destinasi wisata membuat geliat ekonomi berjalan. 

Berbagai topeng, miniatur stupa, miniatur patung buddha, manik-manik, dan lainnya terpajang. Mereka juga berseru kalau harganya murah. Sebagian rombongan menyebar. Ada yang asyik mengabadikan diri, berteduh, dan melihat-lihat tempat souvenir. 

Komunikasi langsung dari penjual dengan wisatawan manca terekam olehku. Aku melihat bagaimana mereka berbicara langsung dengan bahasa sederhana. Tak perlu paham seluruhnya, yang penting mereka tahu maksudnya. 
Deretan stand jualan souvenir
Deretan stand jualan souvenir
Perjalanan berlanjut, rombongan aku pecah menjadi tiga kelompok. Tiga kelompok ini nantinya menuju tiap rumah yang sudah ditentukan untuk membatik. Aku sendiri cukup bersantai ria, mengayuh pedal sepeda menyusuri sudut-sudut di sekitaran Borobudur. 

Teriring harapan agar candi ini juga mendapatkan kunjungan dari para wisatawan yang menyambangi Candi Borobudur. Candi ini seperti terjebak sepi di tengah lalu-lalang para wisatawan yang datang ke candi terbesar di Indonesia tersebut *Candi Pawon; Sabtu, 10 Maret 2018.

Santap Malam di Restoran Sekar Kedhaton Yogyakarta

$
0
0
Menu ala Bali disajikan oleh Restoran Sekar Kedhaton Yogyakarta
Menu ala Bali disajikan oleh Restoran Sekar Kedhaton Yogyakarta
“Bawa rombongan mas?” Pengendara transportasi daring membuka percakapan. 

“Oh tidak pak, makan malam bareng teman-teman,” Jawabku. 

Usai makan malam di Restoran Sekar Kedhaton yang terletak di sekitaran Kotagede, aku memesan transportasi daring. Mungkin beliau paham dengan restoran ini, sehingga mengira aku membawa rombongan dari luar kota. 

“Restoran itu ramai terus mas. Biasanya yang parkir bus-bus luar kota.” 

Aku mengangguk setuju. Setidaknya waktu aku dan teman-teman menikmati makan malam, sudah ada satu bus besar yang membawa pengunjung. Bisa jadi mereka adalah wisatawan dari luar kota. 

***** 

Tidak banyak informasi yang aku punya terkait kuliner di Jogja. Aku sendiri jarang kulineran, hanya sesekali ikut teman mencicipi berbagai kuliner yang ada di sudut Jogja. Pun dengan restoran, bisa dihitung jari tangan nama-nama restoran yang aku ketahui. 

Hampir semua restoran yang aku kunjungi berada di tengah kota Jogja. Ada beberapa restoran yang lokasinya jauh dari kota, berhubung namanya sudah tenar, aku pun jadi tahu serta pernah makan di tempat tersebut. 

Di sekitaran Kotagede ternyata ada restoran yang sudah lama berdiri, 13 tahun silam Sekar Kedhaton Restaurant berdiri di Kotagede. Pemiliknya sendiri asli orang Jogja. Lokasi restoran ini ada di Jalan Tegal Gendu No.28, Prenggan, Kotagede. Jalan yang hamper tiap jumat sore aku lewati kala sepedaan. 
Pengunjung yang datang dan menikmati makan malam
Pengunjung yang datang dan menikmati makan malam
Ini kali pertama aku masuk ke Restoran Sekar Kedhaton. Di dalam sudah ada teman yang menunggu. Sepertinya aku terlambat agak lama, sehingga teman-teman menunggu. Menjelang sore resto masih sepi, tapi dari tatanan meja yang sudah ada banyak minuman, artinya sudah ada yang reservasi tempat. 

Benar saja, rombongan yang memesan tempat datang. Mereka sudah memesan makanan perpaket. Sementara aku dan teman lainnya menikmati sajian prasmanan ala Bali. Terobosan baru dari pihak restoran, tiap akhir pekan menu yang disajikan beda-beda. 

Layaknya restoran berkonsep Jawa, bangunan menjulang tinggi dengan interior dan corak seperti di keraton. Pun lantunan musik gamelan berirama sedang menjadi teman kala bersantai menikmati makan malam. 
Meja tertata rapi lengkap dengan minuman
Meja tertata rapi lengkap dengan minuman
Sajian menu siap santap tertata rapi. Kucoba melihat menu apa yang tersedia. Ikan Bakar Jimbaran, Sate Lilit, Telur Godog Cabai Ijo, Nyat-Nyatan, Lawar, dan Nasi Kecombrang. Dilihat dari berbagai menu yang disajikan, konsep kuliner kali ini ala Bali. Dari sekian menu yang disajikan, bagiku cukup asing kecuali Ikan Bakar Jimbaran dan Sate Lilit. 

Teman-teman mulai menikmati santap malam lebih awal. Aku sendiri menanti azan magrib baru bergabung makan bersama. Sebelum makan malam, kami berbincang santai sembari melakukan aktivitas yang lain. Ada teman yang asyik ngevlog, foto makanan, dan lainnya. Sebuah rutinitas yang biasa bagi teman bloger. 

Kuambil dua bungkus Nasi Kecombrang nashi putih yang di dalamnya diberi irisan bawang merah, rasanya agak unik dilidahku. Kutambahi Lawar; sekilas mirip trancam, hanya saja di sini parutan kelapa dicampur dengan kacang Panjang. 
Sajian menu kuliner Bali, tiap akhir pekan menu berganti
Sajian menu kuliner Bali, tiap akhir pekan menu berganti
Untuk lauknya, aku mengambil satu iris telur godog cabai ijo dan Nyat-Nyatan. Nyat-Nyatan ini seperti suiran ikan ayan yang diolah menggunakan bumbu seperti sereh, daun salam, lengkuas dan lainnya. Aroma bumbu terasa kala disantap. 

Bagiku pribadi, menu masakan ini cukup cocok di lidahku. Sembari menikmati santap malam lebih awal, aku mengamati suasana restorannya. Untuk tempat, restoran Sekar Kedhaton ini cukup luas, dan area parkir juga besar. Musola ada di ujung lain, bisa digunakan salat sekitar 10 orang. 

Sekar Kedhaton Restoran ini tak hanya menawarkan sajian makanan saja. Di satu tempat ada juga tempat membeli oleh-oleh, khususnya berkaitan dengan perak. Kita tahu, Kotagede adalah tempat sentra perak di Jogja. Jadi selain resto, di sini juga ada kerajinan perak yang bisa dibawa pulang. 

Setiap restoran yang aku kunjungi, yang kunilai selain makanannya tentu hal-hal yang lainnya seperti adanya fasilitas musola, area parkir, suasana restoran, sampai dengan keramahan para pramusaji. Bagiku di restoran ini sudah bagus dan bisa dijadikan opsi jika membawa rombongan ke Jogja. 
Santap malam di Restoran Sekar Kedhaton Yogyakarta
Santap malam di Restoran Sekar Kedhaton Yogyakarta
Urusan menu, tiap restoran mempunyai banyak penawaran paket. Di sinipun paket makanan juga berlaku, kita bisa berkomunikasi dengan pihak restorannya terkait memilih menu yang sesuai dengan budget

Mungkin sedikit masukan dari aku pribadi sih tidak terkait menu yang disajikan. Sajian menu ala Bali sudah pas bagiku, hanya saja buah yang disedikan menurutku potongannya terlalu besar. Mungkin potongan pepaya dan semangkanya agak kecil lagi. Bisa juga nantinya kombinasi antara semangka, pepaya, dan melon. 

Seperti percakapan di atas dengan pengendara transportasi daring, Restoran Sekar Kedhaton ini lebih banyak pengunjungnya adalah wisatawan, jadi jangan kaget kalau pas lagi santap malam di sini nantinya banyak rombongan yang datang. Jadi ada rencana mau makan malam di sini? *Restoran Sekar Kedathon Kotagede; Kamis, 01 November 2018.

Swaseduh Kopi di Lokus Coffee

$
0
0
Menyiapkan alat seduh kopi diarahkan oleh barista
Menyiapkan alat seduh kopi diarahkan oleh barista
Sudah banyak kedai kopi yang aku kunjungi di Jogja. Sebagian juga sempat aku tulis di blog. Setiap berkunjung, aku lebih suka dibuatkan dengan metode V60. Sesekali pernah menggunakan metode lain seperti Aeropress maupun Kalita. Namun, sepertinya aku lebih suka dengan V60. 

Adakalanya saat berkunjung di kedai aku ditawari untuk menyeduh sendiri. Karena belum pernah melakukan, dan sangat awam pengetahuan tentang meracik kopi, aku selalu menolak. Acapkali mata melihat secara rinci bagaimana proses pembuatannya hingga siap seduh. 

Seringnya barista menjelaskan berkaitan tentang rasa kopi, asal kopi, hingga metode yang direkomendasikan saat menyeduh. Sayangnya, informasi tersebut lebih banyak lupa tak terekam baik ingatanku. 

Hingga suatu ketika aku diajak Aqied untuk menyeduh sendiri. Tempatnya di Lokus Coffee, kedai kopi yang pernah aku kunjungi dua bulan yang lalu. Di Lokus ada program namanya “Seduh SukaSuka Bayar SukaSuka”. Ini artinya kita diperbolehkan menyeduh sendiri kopi yang kita pesan. Agenda ini setiap hari Selasa – Minggu mulai pukul 08.00 hingga 12.00 WIB. 

Bagi yang tertarik ingin meracik kopi, kalian bisa lihat postingan di Instagram dengan tagar Make Your Own Coffee. Nantinya di sini kita dibantu arahan barista langkah-langkah menyeduh kopi. 

***** 

Hari masih pagi, aku sudah duduk di kedai kopi Lokus. Sembari menunggu Aqied datang, aku berbincang dengan barista perempuan. Tidak banyak ngobrol, hanya sesekali melontarkan pertanyaan. Aku juga mengatakan jika pagi ini ingin mencoba seduh kopi sendiri. 

Ide ini muncul kemarin sore kala Aqied ingin mencari konten yang berbeda. Sejurus kemudian dia mengirimkan pesan ke Mbak Ayuk (Lokus Coffee), dan jawaban menggembirakan datang. Kami bisa swaseduh sebelum pukul 12.00 WIB. 

Aqied menjadi peserta pertama, dia menggunakan metode Kalita. Berhubung sudah beberapa kali menyeduh kopi sendiri, dia cukup lancar melakukan tiap tahapannya. Sesekali bertanya seputaran perbandingan air dan kopi. Biji kopi yang digunakan adalah Kaligua. Biji kopi Arabika yang berasal dari lereng Gunung Slemat. 
Menimbang biji kopi untuk diseduh
Menimbang biji kopi untuk diseduh
Aku bertugas mengabadikan tiap momen saat dia meracik kopi. Pagi ini dia mencoba menggunakan metode Kalita. Sepintas metode ini mirip dengan V60, hanya alat dan kertasnya yang berbeda. Aku ingat, Aqied pernah swaseduh saat di Candala maupun di Cupable

Tiba waktuku meracik. Sebelumnya, aku menyicip kopi racikan Aqied. Segala peralatan aku siapkan sesuai arahan barista. Baristanya bernama Kinan, barista perempuan jebolan kelas seduh Dongeng Kopi. 

“V60 saja mbak,” Jawabku. 

Kuambil biji dan menimbangnya. Biji kopi seberat 15gram tersebut aku ambil dari stoples. Berikutnya, aku memanasi air yang sudah tersedia. Sembari menunggu, aku bilang ke barista jika ini kali pertama aku memegang semua peralatan berkaitan dengan kopi. 

Air sudah mendidih, kuangkat ketel besar dan menuangkan air pada ketel kecil. Kuselipkan thermometer pada ketel yang berisi air panas. Mbak Kinan menganjurkan sampai suhu 95 derajat celcius. 
Mengecek suhu panas air
Mengecek suhu panas air
Sembari menunggu jarum termometer tepat diangka tersebut, aku menggiling biji kopi pada grinder. Untuk ukuran suhu air katanya berbeda, ada yang menggunakan 85 derajat atau lebih. Di kedai yang lain, aku pernah melihat barista patokannya 85 derajat celcius. 

Diatur hasil gilingan agar lebih lembut, jadi sebelum kutekan tombol giling, aku menyetel pada angka 5 grinder. Membutuhkan waktu tidak lama, biji kopi sudah menjadi serbuk. Aroma kopi makin harum. 

Selanjutnya, aku mengambil paper filter V60. Bagian ujung yang lancip kulipat sedikit, dan memasang pada bagian atas, berlanjut menuangkan bubuk kopi. Timer digital sudah aku setel. Sembari mendengarkan interuksi barista, aku menuangkan air ke wadah tersebut. 
Menuangkan biji kopi ke grinder atau alat penggiling biji kopi
Menuangkan biji kopi ke grinder atau alat penggiling biji kopi
Tangan memegang ketel sembari menuangkan air ala barista. Telinga fokus mendengarkan arahan dari Mbak Kinan. 

“50 mili pertama sampai 30 detik. Selanjutnya tambah 50 mili lagi hingga 60 detik,” Terang Mbak Kinan. 

“Kalau sudah, selanjutnya tambahi 50-80 mili lagi airnya,” Tambahnya. 

Ketel kecil berleher angsa Panjang ini bergerak memutar membasahi paper filter. Tetesan air kopi mulai terdengar. Lambat laun kopi tersebut makin banyak. 

“Kalau sudah sampai 180 mili, mbak?” Tanyaku bingung. 

“Biarkan sampai selesai mas. Ditunggu saja.” 

Kuamati tetesan demi tetesan yang dihasilkan sembari berdiri. Kinan dan Aqied memperhatikanku, sesekali mengabadikan. Bubuk kopi sudah mengendap, tak ada lagi tetesan yang dihasilkan. Kuangkat wadah bubuk kopi dan membuangnya pada tempat sampah yang disediakan. 
Menuangkan kopi ke dalam gelas
Menuangkan kopi ke dalam gelas
Tadinya, sebelum menunggu kopi jadi, aku menuangkan air panas pada gelas yang nanti untuk kopiku. Kuangkat kopi dalam wadahnya, dan menggoyangkan agar kopi tersebut seperti diaduk. Setelah itu kutuangkan dalam gelas. Tidak lupa, timer digital aku tekan sehingga berhenti. 

“Akhirnya bisa meracik sendiri.” 

Kulihat durasi waktu pada timer. Tepat 3.33 menit selesai dari awal hingga siap minum. Aku mencicipi hasil racikanku sendiri untuk pertama kali. Rasanya? Tentu tidak jelek-jelek amat. Namanya juga racikan sendiri, harus diapresiasi. 

Menariknya, barista yang mengarahkan kami berdua ini kenal dengan Mak Indahjuli. Kami pun mengabari Mak Indahjuli agar datang ke Lokus. Lucunya lagi, kami sudah saling mengikuti di akun Instagram. 

“Nanti ada beberapa teman yang datang ke sini,” Terangku. 

Benar saja, tanpa menunggu waktu lama, tim Ngopi Tiap Pekan datang. Kali ini yang datang Mak Indahjuli, Hanif, dan Ucil. Kami berbincang santai hingga bekerja. Untuk kali pertama kami datang ke kedai kopi dan semuanya bekerja. 

Bagaimanapun juga adanya swaseduh di Lokus Coffee menjadi daya tarik tersendiri pada pengunjung yang minat dengan kopi. Sebuah terobosan yang kuharapkan tetap ada, sehingga ada kesempatan menjajal meracik sendiri di lain waktu. 
Menyeduh kopi hasil racikan sendiri
Menyeduh kopi hasil racikan sendiri
Untuk pembayarannya, pihak kedai tidak mematok harga. Jika kalian merasa asyik dengan terobosan ini, kalian bisa memasukkan uang lebih pada tempat yang sudah disediakan. Aku percaya, menyeduh kopi sendiri di kedai kopi adalah pengalaman yang berharga dan mahal. 

Maksudku, tidak semua kedai kopi bisa seperti ini. Jadi kalian bisa mencoba datang ke sini sebelum pukul 12.00 WIB. Sepertinya ke depannya aku mau mencoba alat seduh Kalita atau Aeropress. Eh!! *Lokus Coffee; Minggu, 23 September 2018. 

Catatan 

*Seluruh dokumentasi foto dipotret Aqied 
*Selang dua minggu, saya dan teman-teman lain mendapatkan kiriman biji kopi dari Mas Renggo (Dongeng Kopi)

Nuansa Klasik di Menumbing Heritage Hotel Bangka

$
0
0
Salah satu kamar di Menumbing Heritage Hotel Bangka
Salah satu kamar di Menumbing Heritage Hotel Bangka
“Jadi menginap di Menumbing Heritage Hotel?” 

“Iya, menginap di sana dua malam,” Balasku sembari menikmati suasana malam di Pulau Bangka. 

Cukup lama aku berharap dapat singgah di Pulau Bangka, akhirnya di ujung tahun ini bisa menjejakkan kaki. Sebelumnya, aku sudah mencari-cari hotel yang bisa diinapi. Seperti menyelam minum air, siapa tahu hotel yang aku inapi nanti bisa menjadi konten di blog.
*****

Laju mobil cukup kencang, dari bandara menuju kota tidak macet. Menumbing Heritage Hotel berada di pusat kota, lokasinya di Jalan Gereja No.5, Ps. Padi, Kec. Girimaya, Kota Pangkal Pinang. Malah berjarak sepelemparan batu dengan pasar. Belakang hotel, ada pasar ikan. 

Tulisan nama hotel terpampang di jalan masuk, melintasi tembok panjang bermotif, mobil ini berhenti di halaman sekaligus sebagai area parkir. Berbeda dengan suasana ramai pasar di luar, di dalam sini cukup lengang. 

Aku terkesiap melihat bangunannya, cat tembok putih berkombinasi dengan jendela-jendela Panjang memunculkan sisi vintage. Jujur, kali pertama melihat hotel ini bayanganku jauh ke Jogja. Tepatnya bangunan hotel Phoenix. Nyaris mirip, hanya saja ini versi kecilnya. 
Bangunan klasik Menumbing Heritage Hotel dari halaman
Bangunan klasik Menumbing Heritage Hotel dari halaman
Dua resepsionis menyapa, sejenak aku mengurusi kamar. Kunci kamar sudah di tangan, waktunya aku menaruh barang. Setelah itu, aku lanjut keluar menikmati Mie Kuba. Kuliner yang wajib kalian santap kala di Bangka. 

Bangunan Vintage dan Elegan

Bangunan hotel tidaklah besar dan hanya berlantai tiga. Tulisan besar melekat pada tembok menceritakan sedikit sejarah Menumbing Heritage Hotel. Nyatanya, bangunan ini dulunya adalah markas militer. Sekarang menjadi bangunan cagar budaya bersejarah di Bangka. 

Masuk ke ruangan depan, tepatnya di sebelah kanan resepsionis terdapat ruangan besar. Ruangan ini milih manajer, namun tiap harinya lebih sering dimasuki pengunjung untuk berfoto. Berbagai bingkai lukisan terpampang di tembok. 

Tak lupa satu meja panjang terbuat dari kayu beserta beberapa kursi. Deretan almari penuh kriya berbentuk guci, serta dua rak yang di dalamnya tertata rapi berbagai koleksi buku. Buku-buku yang dipajang berbahasa Inggris dan Belanda. Menariknya buku ini terbitan lama. 
Managing room menjadi spot berfoto para pengunjung
Managing room menjadi spot berfoto para pengunjung
“Aku kira ini tadi perpustakaan, bang,” Celetukku kala salah satu staf hotel menerangkan ruangan tersebut. 

Selama di Bangka, aku tidak memmpunyai waktu khusus untuk menjelajah tiap sudut hotel ini. Padahal jika dijelajah, banyak hal yang bisa aku abadikan. Terlebih konsep hotel yang heritage menjadi nilai tambahan. 

Tiga lantai hotel ini bisa diakses dengan jalan kaki menyusuri anak tangga. Bagi yang ingin cepat bisa menggunakan lift. Hanya saja, lift hanya bisa menampung tiga orang, dan pintunya transparan. Pintu lift pun dibuka dengan cara mendorongnya, tidak secara otomatis bergeser.

Kususuri lorong tiap lantai, merekam berbagai pemandangan dengan mata. Sesekali melakukan aktivitas vlog. Anak tangga di hotel ini bukanlah berbalur semen, namun terbuat dari kayu berwarna kecoklatan. Seakan-akan melengkapi kesan vintage. 

“Keren,” Batinku sendiri. 
Anak tangga menuju lantai dua dan tiga
Anak tangga menuju lantai dua dan tiga

Mengintip Kamar Menungging Heritage Hotel 

Kurang lengkap rasanya jika tidak mengabadikan kamar hotel. Sebelum kamar ini kondisinya berantakan, aku menyempatkan memotret kamar. Tepat di depan pintu nomor 104 aku berdiri, kuambil kunci kamar, lalu menempelkan pada gagang hingga berwarna hijau. 

Kamar terbuka, isi kamar terlihat jelas. Dua kasur berukuran besar, satu set sofa, TV, dan lainnya. Sepertinya aku berada di ruang kamar yang amat luas untuk ditiduri sendirian. Jenis kamar di Menumbing Heritage Hotel ada empat; Signature Suite, Junior Suite, Deluxe, dan Superior

Dilihat dari kamarnya, tempat yang aku inapi ini adalah Signature Suite. Jika harus membayar, tentu harganya jauh lebih mahal daripada tiket Jogja – Bangka. Sebelumnya, aku meminta abang yang mengantarkan untuk memotretku. Memang susah mau motret sendiri tanpa bawa tripod. Karena sekarang naik pesawat, tripod harus di bagasi.
Kamar di Menumbing Heritage Hotel sangat luas
Kamar di Menumbing Heritage Hotel sangat luas
Pemandangan kamar 104 di Menumbing Heritage Hotel
Pemandangan kamar 104 di Menumbing Heritage Hotel
Tidak perlu diulas kan bagaimana fasilitas di dalam kamar? Semua isi yang ada di kulkas bisa diambil gratis. Kamar ini dilengkapi dengan sofa, meja dan kursi kerja, TV, serta lainnya yang selayaknya ada di hotel bintang empat. Pun dengan brankas, rak baju, dan item yang lain.

Dari kamar, aku mengarah ke kamar mandi. Semua peralatan mandi/toiletries lengkap. Di sini menggunakan shower. Ruang kamar mandinya juga cukup luas. Tak perlu aku mengambil toiletries pribadi yang ada di ransel, kecuali pembasuh muka. 
Kamar Mandi hotel
Kamar Mandi hotel
Sebuah tirai lebar tertutup di sisi lain kamar. Jika kamar mandinya tepat searah dengan pintu masuk kamar, tirai tertutup ini berada di sudut lainnya. Aku mengira ini adalah jendela kamar yang menghadap ke luar. 

Ternyata yang tertutup tirai bukanlah jendela melainkan bathup. Tentu menjadi sesuatu yang menyenangkan jika ada banyak waktu. Sekiranya capek, tinggal berendam sembari membaca buku. 
Fasilitas bathup untuk berendam sembari menikmati waktu
Fasilitas bathup untuk berendam sembari menikmati waktu
“Menarik ini!” 

Fasilitas yang Lain di Hotel 

Di Bangka, aku tidak bisa menikmati waktu berlama-lama di hotel. Padahal Menumbing Heritage Hotel ini menurutku sangat tepat diinapi bagi yang ingin staycation. Aku melangkah keluar hotel, menuju samping restoran yang belum buka. 

Di belakang bangunan restoran ada kolam renang. Hari masih cukup pagi, aku sudah menikmati waktu berendam di kolam renang. Sampai menjelang restoran buka, hanya aku seorang yang berenang. 

Kolam terbagi menjadi dua bagian terpisah. Satu kolam kecil disediakan untuk anak-anak. Nantinya, anak kecil bisa bermain air dengan pengawasan orangtuanya. Sedangkan kolam yang besar pun kedalamannya berbeda. 
Kolam renang di dekat restoran
Kolam renang di dekat restoran
Dibatasi dengan beton-beton berbentuk bulat di permukaan, tempat yang aku duduki kedalamannya 1.5 meter. Sudut lainnya mempunyai kedalaman 2 meter. Meski tak luas dan panjang, kolam renang ini cukup menyenangkan. 

“Kolam renang ini buka dari pagi sampai jam 8 malam, pak.” Terang penjaga kolam sembari membersihkan. 

Kubersihkan badan, mengganti pakaian kering dan duduk di restoran. Sapaan petugas di restoran sembari meminta keterangan nomor kamar. Setelahnya, aku menyusuri seluruh ruangan restoran yang masih sepi. 
Restoran buka mulai pukul 06.00 - 10.00 WIB
Restoran buka mulai pukul 06.00 - 10.00 WIB
“Sudah boleh sarapan kan?” Tanyaku 

“Sudah siap pak.” 

Dua jurumasak sibuk menyiapkan racikan menu. Aku mengambil nasi goreng dengan tambahan lauk. Tidak ketinggalan buah serta minuman jus nanas. Untuk sesaat, aku menikmati sarapan pagi sebelum beraktivitas. 

Bagi kalian yang menginap di Menumbing Heritage Hotel, kalau bisa sempatkan mencicipi Mie Ayamnya. Entahlah, aku lebih suka menyebutnya dengan kata Mie Ayam. Pokoknya enak. Selain itu, kalian yang suka dengan gorengan, wajib mencicipi pisang goreng. Enak banget. 
Menu sarapan pagi
Menu sarapan pagi
Jauh-jauh main ke Bangka, menginap di hotel bintang empat, tetap saja yang paling banyak aku makan adalah Pisang Goreng. Benar-benar tim gorengan sejati. 

Kesan Selama Menginap di Menumbing Heritage Hotel 

Dua malam menginap di hotel ini setidaknya ada beberapa yang bisa kusimpulkan. Suasana hotel sangat tenang meskipun berada di tengah-tengah pasar. Kamar dan fasilitasnya bagus, seluruh staf pegawainya ramah. 
Depan pintu masuk resepsionis Menumbing Heritage Hotel Bangka
Depan pintu masuk resepsionis Menumbing Heritage Hotel Bangka
Interior hotel juga menarik bagi yang suka dengan bangunan-bangunan lama. Beberapa sudut hotel juga instagramable. Restoran bagus, serta masakannya cocok buat lidahku yang identik dengan menu Jawa. 

Mungkin sedikit masukan, pada hari-hari tertentu tepatnya di arah masuk ke area hotel terkadang bau ikan kering. Hal ini cukup lumrah karena hotel berada di tengah pasar tradisional dan tidak jauh dari pasar ikan. Terlepas dari itu, aku menikmati selama bermalam di sini. *Menumbing Heritage Hotel Bangka; 25 – 27 Oktober 2018.

Loe Goe Coffee, Kedai Kopi di Desa Wisata Banjaroya

$
0
0
Secangkir kopi disajikan oleh Barista Loe Goe Coffee
Secangkir kopi disajikan oleh Barista Loe Goe Coffee
Di manapun tempatnya, jika di sana tersedia kopi, maka kami berusaha untuk mencicipinya. Pun ketika menjelajah desa wisata Banjaroya. Mas Madun selaku pemandu memberikan waktu khusus untuk menyeduh kopi di salah satu kedai yang buka di kampung. 

Siang lumayan terik. Usai mengunjungi destinasi wisata yang ada di desa wisata Banjaroya, menengok kebun durian sembari memastikan tidak sedang berbuah, rombongan kami diantar ke salah satu rumah warga. Plang bertuliskan “LoeGoe Coffee”. 

Rumah yang terasnya dijadikan tempat menyeduh kopi rumahan terlihat sepi. Kami menyempatkan waktu untuk istirahat. Ada yang memainkan gawai sembari duduk di kursi, atau malah menggelar tikar untuk tiduran. Aku sendiri membaca buku yang terpajang dalam rak buku. 

Selain sebagai kedai kopi juga dijadikan taman baca bernama Balai Pustaka Damar Jati. Ada tiga rak buku di tiap sudut ruangan, koleksi beragam. Aku mengambil satu eksemplar buku. Untuk sesaat pikiranku hanyut dalam alur cerita. 
Ada Taman Baca di rumahnya
Ada Taman Baca di rumahnya
Peracik kopi dan pemilik kedai belum tampak. Kami setia menunggu. Bahkan aku sempat tidur di ruangan. Sesekali bangun karena menghirup bau gorengan Geblek (makanan tradisional) yang dihidangkan ibu pemilik rumah. Meja depan sudah tertata toples berisi biji kopi menantikan sang barista. 

Orang yang ditunggu datang juga, lelaki berambut gondrong dan bertubuh tegap menyapa rombongan. Kami berjabat tangan, sesekali beliau mengucapkan maaf karena membuat kami menunggu. Lelaki ini bernama Nilokoco, pemuda desa Banjaroya yang merintis usaha kedai kopi di kampungnya sendiri. 

Alat seduh rumahan miliknya dikeluarkan. Sembari meracik kopi, kami berbincang santai. Loe Goe Coffee berdiri sejak tahun 2016. Ini dikarenakan dorongan dari Mas Madun dan kawan-kawan yang meyakinkan bahwa kedai kopinya bakal ada pengunjung. Kita tahu di sepanjang jalan menuju Puncak Suroloyo, ada banyak kedai kopi yang buka. 
Deretan Stoples berisi biji kopi
Deretan Stoples berisi biji kopi
Menurut Mas Nilokoco, dibukanya kedai kopi ini bisa dijadikan pancingan bagi masyarakat lainnya untuk membuka usaha olahan lainnya seperti Gula Jawa, Slondok, Rengginang, maupun lainnya. 

“Intinya dari konsumen langsung ke penjual. Bukan melalui perantara tengkulak,” Ujar Mas Nilokoco. 

Menarik mengulik penamaan kedai kopi yang nyentrik. LoeGoe Coffee, tentu bukan sebatas nama tanpa ada makna. Lelaki lulusan UGM tahun 2008 ini tersenyum saat kami tanyakan arti nama kedai kopi yang nyeleneh. 

Menurut beliau ada makna dari nama kedainya. LoeGoe itu bisa bermakna; nikmat di kamu (penyeduh kopi), dan nikmat di saya (petani kopi). 

“Pokoknya nikmat di Elo, nikmat di Gue,” Celetukknya diiringi tawaan. 
Mas Nilokoco barista sekaligus pemilik Loe Goe Coffee
Mas Nilokoco barista sekaligus pemilik Loe Goe Coffee
Masih berbincang tentang nama kedai kopi. Mas Nilokoco membeberkan bahwa harga kopi di kota itu mahal. Pertanyaannya, apakah kenikmatan harga kopi yang mahal tersebut dinikmati juga oleh petani? Itu alasan kenapa nama kedai kopi ini LoeGoe Coffee. 

Dikatakan juga jika dari kopi, hal yang tidak disukai menjadi suka. Sesuatu percakapan yang awalnya canggung, ketika ditemani secangkir kopi menjadi suasana hangat. Kopi menjadi sesuatu hal yang luar biasa. 

Ketertarikannya di dunia kopi berawal dari almarhum bapaknya yang penikmat kopi. Selama ini, Mas Nilokoco belum pernah membeli biji kopi. Beliau mendapatkan biji kopi dari kebun atau kopi yang dulunya tumbuh liar. 

Aku baru tahu, di sekitaran kebun arah ke Puncak Suroloyo ada banyak pohon kopi yang tumbuh liar. Karena potensi kopi makin terlihat baik, sebagian warga mulai menanam kopi maupun merawat pohon kopi yang tumbuh liar. 

Di sekitaran rumah Mas Nilokoco sendiri ada banyak pohon kopi. Sebagian tumbuh liar, sebagian lagi memang ditanam. Aku menengok pohon kopi yang tidak terawat di kebuh samping rumah beliau. Sebuah pohon kopi yang bercampur dengan tumbuhan semak. 
Pohon kopi liar di sekitaran rumah
Pohon kopi liar di sekitaran rumah
Tumbuhan yang liar karena faktor hewan yang membawa. Diyakini hewan yang menyebabkan adanya pohon kopi liar di sekitaran Suroloyo adalah Kelelawar. Kelelawar memakan kulit dari biji kopi, lalu membuang biji sembarangan. Sehingga ada yang tumbuh liar tanpa perawatan. 

Tangan-tangan memegang semak agar tidak tergelincir, kusibak semak-semak agar bisa turun ke kebun samping rumah. Sebuah pohon kopi menjuang tinggi. Pohon ini tidak terawat. Biji kopi malah sebagian sudah tercecer di tanah. 

Kulongokkan ke atas, biji kopi yang hijau bercampur dengan biji yang sedikit kemerahan. Seperti pohon tak bertuan. Tak ada yang memetik biji kopi. Semakin terlihat bagaimana potensi kopi yang ada di sekitaran perbukitan Menoreh. 

Cukup lama kami di kedai kopi LoeGoe. Mas Nilokoco tak hanya meracik satu kopi, tapi sudah beberapa gelas macam kopi yang dijamukan. Bahkan beliau juga membuat Affogato, Kopi Rempah, dan lainnya. Aku lupa ada juga campuran kopi dengan legen. 

Tiap satu gelas kopi kami nikmati bersama. Satu persatu minuman diracik, lalu kami disuruh untuk mencicipi. Bagi para penggemar kopi, kami antusias dengan berbagai racikan yang dibuat. Parahnya lagi, ketika kami mau membayar, Mas Nilokoco tidak berkenan untuk dibayar. 
Secangkir kopi dengan biji kopi yang berserakan
Secangkir kopi dengan biji kopi yang berserakan
Bagi kalian yang ingin singgah ke tempat mas Nilokoco, kalian tinggal ikuti jalur naik ke Puncak Suroloyo. Setelah melewati Embung Banjaroya, nanti ketemu pertigaan. Kalau lurus ke puncak, dan belok kanan ke kedai LoeGoe. Jarak dari pertigaan ke kedai hanya 100 meter. Untuk harga kopi berkisar 10.000 – 15.000 rupiah. 

Meskipun berada jauh dari keramaian, di kedai kopi ini ada fasilitas jaringan internetnya. Alasan yang membuat beliau memasang internet dan TV Kabel karena malas melihat tayangan di TV. Menarik memang, selain kedai kopi, ada jaringan internet, dan ada buku-buku bacaan, serta berada di kampung. 

Perpustakaan sendiri baru berdiri tahun lalu. Koleksi buku merupakan sumbangan dari teman-teman Mas Nilokoco yang datang dari Jogja. Tujuannya tidak muluk-muluk, beliau berharap taman baca ini bisa mengedukasi orang-orang setempat terutama anak-anak mudanya. 

Aku menyeduh kopi secara bergantian. Tidak terasa lebih dari dua jam kami berbincang santai di kedai kopi ini. Waktunya kami berpamitan. Harapan kami, semoga bisa kembali berkunjung ke sini, menikmati kopi dengan suasanan desa, dan pastinya mengharapkan kabar baik tentang geliat desa wisata Banjaroya dari tangan-tangan para pemuda setempat. *LoeGoe Coffee Desa Wisata Banjaroya, 29 April 2018.

Geliat Aksi Kemandirian Masyarakat KBA Kemuning Gunungkidul

$
0
0
Telaga di Dusun Kemuning, Bunder, Gunungkidul
Telaga di Dusun Kemuning, Bunder, Gunungkidul
Gersang. Begitulah pemandangan yang terlihat di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun tanah tandus, di kabupaten ini menyimpan berbagai potensi destinasi wisata yang indah. Barisan pantai di antara tebing-tebing terjal salah satunya. Belum lagi lorong-lorong gua yang membuat mata terkesiap kala memandang. 

Satu persatu desa di Gunungkidul bergerak mempromosikan potensi wisatanya. Mulai dari destinasi wisata alam, budaya, kuliner, hingga hasil bumi. Seperti yang dilakukan Dusun Kemuning, Desa Bunder, Patuk, Gunungkidul. Dusun yang berada jauh dari jalan raya ini pun bersolek. 

Diawali dengan memperbaiki telaga alami di daerahnya, Kemuning mengambil langkah besar untuk bangkit bersama demi kesejahteraan masyarakatnya. Perkenalan dengan Astra menjadi titik awal melangkah maju. 
Tarian warga Dusun Kemuning
Tarian warga Dusun Kemuning
Awalnya, Astra ada program penghijauan tidak jauh dari Kampung Kemuning ditemani salah satu universitas negeri. Kemudian dari perwakilan kampung ada yang mengirimkan proposal ke Astra untuk dijadikan kampung binaan Astra. Akhirnya pada tahun 2016, Kampung Kemuning menjadi salah satu desa binaan Astra tergabung dalam “Kampung Berseri Astra”. 

Astra sendiri mempunyai program CSR untuk membangkitkan kesejahteraan hidup masyrakat di berbagai desa di Indonesia. Programnya membidik empat pilar; Kesehatan, UMKM, Pendidikan, dan Lingkungan. Empat pilar ini jika berjalan dengan baik tentunya membuat suatu kampung menggeliat kesejahteraannya. 

Jika ditilik lebih dalam, kampung Kemuning ini bisa menggaet pengunjung untuk datang ke sini. Telaga Kemuning bisa menjadi daya tarik wisatawan, khususnya para pecinta sepeda di Jogja. Seperti yang diketahui, banyak pecinta sepeda Jogja senang blusukan ke kampung naik sepeda. 

Kontur jalan bervariasi menjadi idaman pesepeda, selain itu juga rute ke kampung Kemuning pun penuh tanjakan. Sehingga para pesepeda lebih bersemangat. Tinggal bagaimana pihak kampung bisa memulas telaga tersebut menjadi lebih menarik dan dilengkapi dengan fasilitas umum lainnya. 
Suasana di Dusun Kemuning
Suasana di Dusun Kemuning
Selain itu, keberadaan telaga juga mengundang para pecinta memancing dari berbagai tempat untuk datang. Dituturkan warga Kemuning, telaga Kemuning disebar benih ikan, dan tiap waktu tertentu ada memancing ikan gratis. Tinggal pengemasan dan promosinya digenjot lagi. 

Aspek-aspek yang lain sebenarnya sudah tercakup dengan empat pilar yang dilakukan Astra. Pada sektor UMKM, Astra secara aktiv menyadarkan masyarakat tentang hasil bumi. Di Gunungkidul, khususnya Kemuning merupakan pusatnya singkong. Segala olahan dari singkong pun dikreasikan. 

Ide-ide muncul dari warga yang membuat Gaplek Geprek. Sajian singkong yang sudah dikeringkan dan dijadikan kue tradisional yang rasanya manis. Sebuah inovasi baru yang mungkin ke depannya menjadi terkenal. 

Olahan singkong juga dijadikan Lempeng Telo. Olahan ini seperti keripik yang terbuat dari singkong. Meskipun jangkauan pembeli belum luas, kita sadari produksi UMKM di suatu desa bisa membuat geliat perekonomian masyarakat tersebut membaik. 
UMKM Keripik Singkong
UMKM Keripik Singkong
“Sementara ini baru sekadar pesanan tetangga desa. Kami juga membawa keripik kemasan ini setiap ada pameran desa wisata yang diadakan Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul,” Tutur seorang ibu yang rumahnya kami datangi. 

Tak mau kalah dengan olahan kue, kuliner di Kampung Kemuning juga menarik dinikmati. Layaknya desa, sajian yang paling utama di suatu kampung adalah Ingkung. Ingkung Ayam menjadi sajian kuliner saat makan siang ataupun santap malam. 
Kuliner Ingkung di Kampung Kemuning
Kuliner Ingkung di Kampung Kemuning
Setiap desa diharuskan peka terhadap kesehatan warganya. Hal ini juga disikapi dengan serius oleh masyarakat Kampung Kemuning. Tiap bulan sekali mereka berkumpul di pendopo untuk menimbang berat badan balitanya. Sebuah program yang memang harus dilakukan tiap masyarakat untuk menciptakan kampung sehat. 

Masyarakat Kampung Kemuning tiap tanggal 10 perbulannya berkumpul di pendopo. Mereka menimbang berat badan balita, penyuluhan kesehatan, serta kegiatan lainnya. Tidak jarang lagu “Aku Anak Sehat” terdengar kencang dari pendopo disertai tepuk tangan berirama. 

“Astra sangat membantu kami di bidang kesehatan. Adanya Posyandu itu menjadi salah satu buktinya,” Terang Mas Po saat wawancara. 
Program Posyandu tiap bulan sekali
Program Posyandu tiap bulan sekali
Mas Po adalah pemuda yang menyambut rombongan kami sewaktu datang. Beserta pemuda lainnya, beliau bekerjasama dalam menentukan rute, tujuan, serta mendokumentasikan kunjungan rombongan kami. 

Membangun desa tidak bisa hanya dengan UMKM dan Kesehatan saja. Masih ada aspek yang lainnya. Tentu pendidikan menjadi hal yang mutlak. Mendidik generasi masyarakat yang baik memang dari sejak dini. 

Di Kampung Kemuning sudah ada sekolah PAUD. Sekolah yang membuat anak-anak mengenal teman baru, lingkungan baru, dan aktivitas tambahan baru. Tak melulu belajar angka dan huruf. Di PAUD ini, anak-anak juga bisa bermain di luar kelas dengan arahan para guru. 

Tidak besar memang bangunan sekolahnya. Fasilitas permainan juga terbatas, guru-guru yang mengabdi dapat dihitung dengan jari. Namun semangat guru dan siswa ini jauh lebih besar dari apa yang kita bayangkan. 
Suasana PAUD kala pagi
Suasana PAUD kala pagi
Jika di luar terlihat deretan sepatu siswa, di dalam ruangan pemandangan berbeda. Deretan piala dan piagam tertata rapi. Ruangan disekat beberapa tempat dijadikan untuk tempat belajar, bermain, dan beribadah. Sebuah rak kecil tersusun sedikit koleksi bertuliskan “perpustakaan”. 

Dari para guru yang mengajar, mereka bangga dengan semua siswanya. Keterbatasan kelas tak menjadi halangan. Mereka mengajarkan anak-anak tentang alam, belajar di luar kelas. Terlontar sebuah pengharapan besar terkait gedung PAUD. 

“Kami tentu butuh koleksi bacaan anak-anak yang lebih banyak lagi, adanya ruangan untuk salat, serta adanya program pengenalan sampah pada siswa-siswa.” 

Harapan-harapan ini terucap dalam tiap doa guru dan anak-anak PAUD. Kita percaya, doa tersebut pasti terkabulkan. 

Masyarakat Kampung Kemuning pun dikenalkan Astra dalam mengolah limbah/sampah rumah tangga. Secara umum sampah dibedakan menjadi dua jenis, organik dan non organik. Jika diuraikan lebih detail lagi, sampah tersebut bisa menjadi banyak jenis. 
Program Bank Sampah di Kampung Kemuning
Program Bank Sampah di Kampung Kemuning
Guna menanggulangi sampah, Astra mengenalkan Bank Sampah pada masyarakat. Di mana mereka dapat memilah-milah sampah untuk dijadikan pupuk maupun dijual pada penampung sampah di desa tetangga. 

Di beberapa titik, masyarakat setempat masih terbiasa membakar sampah di halaman atau di pinggir jalan. Ini menjadi tugas pelaku Bank Sampah dibantu ASTRA untuk memberi pengetahuan ke khalayak umum agar sampahnya bisa diolah lagi. 

Bank Sampah memang belum sepenuhnya berjalan dengan baik, tapi dengan adanya kemauan warga untuk menjadikan kampungnya bersih dari sampah ini yang perlu diapresiasi. Segala sampah plastik yang berasal dari kemasan minuman dikumpulkan, lalu dijual ke pengepul di Desa Ngoro-Oro. 

Sedikit demi sedikit, ketika masyakaratnya peka dengan pengolahan limbah/sampah, pasti ke depannya muncul ide-ide cemerlang berkaitan dengan pengolahan sampah. Tentu kita harapkan nantinya muncul hasil kreasi warga yang dibuat dari limbah bekas rumah tangga. 

Diruntut satu persatu, program Astra yang dilakukan kepada anggota “Kampung Berseri Astra” adalah langkah yang tepat. Semoga segala programnya bisa berjalan dengan baik pada tiap kampung binaan, dan diikuti kampung-kampung yang lainnya. 

Sebuah perjalanan singkat untuk mengenal aksi nyata yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Kemuning dalam mengenalkan potensinya di khalayak umum. Tentunya kita berharap, tidak lama lagi nama Kampung Kemuning menjadi nama yang familiar di telinga masyarakat luar. *Kampung Berseri Astra – Kampung Kemuning; 03 November 2018.

Padukuhan Kemuning - Kampung Berseri ASTRA


Caffein, Kedai Kopi di Kawasan Nagoya Hill Batam

$
0
0
Menikmati Kopi di Kedai Kopi Caffein Batam
Menikmati Kopi di Kedai Kopi Caffein Batam
“Ada kedai kopi kah di sekitaran hotel, mbak?” 

“Di sekitaran Nagoya Hill ramai kok mas. Nanti bisa cari kedai kopi,” Jawab Mbak Tina yang menjemputku. 

Kali ini terbesit pikiranku untuk menyeduh kopi. Sesampai di hotel, aku tak langsung mandi. Hanya meletakkan barang, lalu kembali keluar dari hotel. Sementara mbak Tina sudah izin pulang terlebih dahulu. 

Bergegas kubuka aplikasi peta di gawai, kuketik kedai kopi di sekitaran Nagoya Hill. Tak lama kemudian muncul beberapa kedai kopi, sayangnya jam buka hanya sampai pukul 22.00 WIB. Tinggal 20 menit lagi tutup. 

Keramaian Kawasan Nagoya Hill masih terekam. Jam tangan menunjukkan pukul 21.40 WIB. Ini artinya tinggal sebentar lagi tiap kedai tutup. Aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan menikmati secangkir kopi di Batam. 

Barisan ruko di Kawasan Nagoya Hill didominasi spa, tempat belanja, dan beberapa warung makan. Tidak lama kemudian tulisan “Caffein” terlihat. Aku pastikan ini adalah kedai kopi. Sedikit berlari aku menuju kedai tersebut. 
Kedai Kopi Caffein di kawasan Nagoya Hill Batam
Kedai Kopi Caffein di kawasan Nagoya Hill Batam
“Sebentar lagi tutup bang. Kalau dibawa pulang, kami bisa buatkan.” 

“Aihh, sayang jauh-jauh dari Jogja tidak bisa minum di sini,” Selorohku. 

Sepasang muda-mudi yang di kedai sedikit terkejut. Lantas mereka memperbolehkanku minum di kedai meski tulisan “tutup” dipasang. Ini artinya, aku bisa menikmati kopi sembari berbincang dengan baristanya. 

Barista pria yang yang melayani bernama Bang Deka. Di sini Caffein Coffee ada dua barita, hanya saja mereka saling gantian kerja. Kulihat menu yang tersedia, termasuk juga stok biji kopi yang ditawarkan. 

“Mandailing mas, dibuat V60 saja,” Pintaku. 

Sembari menunggu barista menyeduh kopi, aku langsung membayar. Harga secangkir kopi di Batam tidak jauh berbeda dengan beberapa kedai di Jogja, khususnya yang berada di pusat kota Jogja. Di sini harga juga sudah termasuk pajak. 
Daftar harga dan menu kedai kopi Caffein
Daftar harga dan menu kedai kopi Caffein
Kedai kopi Caffein awalnya bukan kedai kopi, melainkan toko kue basah. Ketika toko kue basah mulai berkurang peminatnya, pemilik kedai membuat terobosan dengan menjadikan kedai kopi. Selaras dengan kopi yang sedang menggeliat di Indonesia, tempat ini kembali ramai. 

Ruangan di kedai lumayan luas. Beja barista Panjang, jejeran biji kopi tertata rapi di dalam stoples transparan. Pun dengan kue basah yang disediakan. Selain menyeduh kopi, kita juga bisa menikmati makanan berat. 

Meja dilengkapi sepasang kursi tertata rapi di dekat tembok. Di lantai dua, ruangannya berbeda. Tak hanya meja dan kursi kecil yang disediakan. Sofa pun tersedia. Jika untuk berbincang santai, ruang di lantai dua nyaman buat rombongan. 

Layaknya kedai yang lainnya, Caffein buka pada pukul 10.00 – 22.00 WIB. Menurut bang Deka, pengunjung kedai tidak bisa diprediksi. Terkadang ramai, namun ada waktunya juga sepi. Pastinya tiap akhir pekan pengunjung lebih banyak dari hari biasanya. 
Suasana di dalam kedai kopi Caffein
Suasana di dalam kedai kopi Caffein
Rata-rata dalam sehari ada 50 pengunjung yang datang. Sebagian dari mereka ada yang dinikmati di kedai, dan sebagian lagi memesan untuk dibawa pulang. Sebagian besar pengunjung kedai adalah wisatawan. 

“Biasanya kalau pukul 14.00 WIB itu yang datang dari Singapura, bang,” Terang Bang Deka. 

Wisatawan dari Singapura biasanya datang ke Batam untuk keperluan belanja. Mereka bisa langsung pulang ke Negara-nya hari itu juga, ataupun menginap di Batam. Karena inilah, Bang Deka beserta barita lain di Caffein bisa paham siklus pengunjung yang datang ke kedai. 

Aku masih asyik mengulik informasi berkaitan dengan kedai kopi ini. hal seperti ini juga yang aku lakukan di kedai-kedai yang lainnya kala berkunjung. Sempat ada satu pengunjung yang ingin masuk kedai, namun ditolak secara halus jika kedai ini sudah tutup. 

Dengan telaten kulihat Bang Deka membuatkan pesananku. 20 gram biji kopi, ditambah dengan 220 mili air. Aku lupa menanyakan berapa suhu yang digunakan. Tak berselang lama, secangkir kopi sudah siap kusesap. 
Bang Deka, barista di Caffein Coffeshop
Bang Deka, barista di Caffein Coffeshop

“Enak bang kopinya,” Ujarku.

Sejak di Padang, aku belum menikmati kopi. Kali ini menjelang larut malam, akhirnya aku bisa menyesap kopi di tengah jantung keramaian Batam. Sesekali kuabadikan kopi di sudut meja sebelum kusesap. 

Rasaku, malam semakin larut. Tak elok rasanya berlama-lama di kedai kopi yang sudah tutup. Sekali dua kali kuseduh, kuminta Bang Deka untuk membungkusnya ke gelas agar bisa kubawa balik ke hotel. 
Kopi Mandailing atau Mandheling dengan metode V60
Kopi Mandailing atau Mandheling dengan metode V60
Sebelum berpisah, kusempatkan berfoto dengan Bang Deka (barista). Aku juga meminta satu lembar kartu nama kedai Caffein. Tujuanku, jika nanti tulisan cerita berkunjung ke kedai ini tayang, aku berencana mengabari melalui media sosial. 

Tuntas sudah keinginanku menikmati secangkir kopi di Batam. Waktunya berjalan menyusuri jalanan Nagoya Hill menuju hotel. Jika tidak lupa, hotel budget murah yang kuinapi nantinya aku tulis di blog. 
Foto bersama Bang Deka
Foto bersama Bang Deka
“Selamat tengah malam Batam. Tanpa terencanakan malah bisa menyambangi pulau yang tak pernah tidur ini.” *Caffein Coffee; Rabu, 24 Oktober 2018.

Malam Minggu di MaxOne Hotel Belitung

$
0
0
Menginap semalam di MaxOne hotel Belitung
Menginap semalam di MaxOne hotel Belitung
“Kami jemput di bandara pak?” Sebaris pesan Whatsapp di gawaiku. 

“Tidak usah mbak, saya sudah dijemput. Paling check in malam,” Balasku. 

Pesawat Wings Air terbang setengah jam dari Bandar Udara Depati Amir Bangka menuju Belitung. Menjelang mendarat, barisan kebun sawit terlihat dari atas. Pun dengan lahan-lahan berbopeng bekas tambang. 

Rencananya malam nanti aku menginap di MaxOne Hotel. Sebuah hotel yang berada di jalan Sriwijaya, Tanjung Pandan, Belitung. Sengaja menginap di sini karena rekomendasi dari kenalan di Bangka. 

***** 

Menjelang pukul 22.00 WIB, aku baru check in di hotel. Seorang resepsionis meminta dataku, lalu menyerahkan kunci kamar. Sebelumnya, aku sudah berniat ingin menjejalah tiap sudut hotel. Namun kantuk tak terhindarkan. 
Lobi hotel cukup luas
Lobi hotel cukup luas
Aku sempat santai di lobi hotel. Banyak sofa yang disediakan, pun dengan mural terpajang di sudut dinding. Tidak jauh dari lift juga gambar pulau Lengkuas terpajang besar. Seakan-akan menyiratkan pesan indahnya Belitung. 

Satu persatu lantai terlewati, hingga lift berhenti di lantai yang aku tuju. Lorong temaram bercorak hijau putih. Tidak sabar ingin merebahkan tubuh di kamar, berharap mimpi indah dan tenaga bugar. 

Pintu kamar terbuka, kamar berukuran lumayan luas di depanku. Tak perlu berlama-lama. Aku langsung merebahkan ransel. Sesaat mengumpulkan tenaga, lantas mandi sebelum istirahat. 

Selayang Pandang tentang MaxOne Hotel Belitung 

MaxOne Hotel Belitung berada tepat di jalan besar. Bangunannya mencolok kala malam hari. Dari luar, tampak seperti bangunan kotak dengan kombinasi warna putih, hijau, dan hitam di bagian jendela. 

Hotel ini mempunyai 90 kamar terbagi menjadi beberapa tipe. Layaknya hotel-hotel yang lainnya, disediakan juga tiga ruangan rapat berkapasitas sampai 70 peserta. Fasilitas lain seperti kolam renang nanti aku fotokan. 

Biasanya dinding kamar hotel identik dengan cat polosan. Kombinasi dua warna melekat pada suatu kamar. Di MaxOne hotel ini ada yang menarik perhatianku. Dinding yang bersekatan dengan kamar mandi dipenuhi mural. 
Salah satu kamar di MaxOne hotel Belitung
Salah satu kamar di MaxOne hotel Belitung
Aku tertarik melihat muralnya. Seingatku di lantai satu dekat arah lift juga ada mural yang mirip. Mural ini karya seniman dari Brazil yang bernama Romero Britto. Beliau seorang seniman, serigrapher, dan pematung. 

Tiap hotel MaxOne di kota-kota besar di Indonesia, ciri khasnya adalah adanya mural-mural seperti di kamar ini. Hanya saja tema yang dibuat berbeda. Di Belitung, tema yang diambil adalah pantai. 

Fasilitas di kamar semuanya lengkap, sama dengan sebagian besar hotel yang lainnya. Lemari, televisi, mini bar, dan lain sebagainya. Satu lagi yang menarik pengamatanku adalah adanya rajutan ikon kecil pada ujung bantal. 

Tentu saja tempelan rajutan semacam emblem ini menjadi kontras dengan sarung bantal yang berwarna putih. Lagi-lagi aku mencari informasi tentang emblem ini. Emblem tersebut adalah Puppies. Bagi yang penasaraan apa itu “Puppies” bisa cek di alat perambah masing-masing. 
Emblem Puppies pada ujung sarung bantal
Emblem Puppies pada ujung sarung bantal
Berjalan ke kamar mandi, kulongokkan kepala melihat kondisi di dalam. Handuk tertata rapi, perlengkapan mandi tersedia, dan dua gelas berwarna hijau di bagian wastafel. Lucunya, perlengkapan mandi di sini lengkap dengan pembungkus kecil bertuliskan MaxOne Hotel. 

Terdapat juga shower seat di dalamnya. Jarang ada shower seat di kamar mandi. Perlu diperhatikan tulisan yang terpampang di dekat cermin kamar mandi. Sebuah pemberitahuan bahwa handuk diganti setelah dua hari. 

Jika ingin mengganti handuk setiap hari, kita harus meletakkan di lantai. Selain itu tertera juga adanya biaya tambahan sebesar 20.000 rupiah untuk penggantian handuk. Diterangkan juga penggantian handuk setelah dua hari ini sebuah terobosan langkah kecil berkontribusi menjaga alam. 
Handuk tergantung di kamar mandi
Handuk tergantung di kamar mandi
Kantung kecil tempat perlengkapan mandi
Kantung kecil tempat perlengkapan mandi 

Kolam Renang dan Restoran Hotel 

Aku jarang menyempatkan waktu berenang di hotel kecuali di sana lebih dari satu malam. Kurun waktu satu malam di MaxOne hotel, aku hanya melihat fasilitas kolam renang tersebut saat malam hari. 

Kujelajahi sudut di lantai satu, akses jalan ke kolam renang satu arah dengan restoran. Lokasinya juga bersampingan tersekat kaca tebal yang transparan. Kolam renangnya tidak luas, bentuknya memanjang mengikuti lekuk bangunan. Kedalaman kolam ini 1.5 meter. Cukup menarik untuk bermain air saat staycation.
Kolam renang hotel di dekat restoran
Kolam renang hotel di dekat restoran
Selaras dengan kolam renang, restorannya juga memanjang. Barisan wadah makanan tertata rapi menyatu dengan tembok yang bergambar pulau Lengkuas. Tiap meja dilengkapi dengan empat kursi. Selain di dalam, meja dan kursi juga ada di luar dekat kolam renang. 

Sewaktu sarapan, aku tidak mendokumentasikan menu yang tersedia. Daftar menu sarapan yang kuingat adalah nasi goreng, ayam goreng, dan sejenisnya. Tidak terlalu banyak pilihan menunya. Pengunjung hotel rata-rata wisatawan yang berlibur ke Belitung. 
Restoran MaxOne Hotel Belitung
Restoran MaxOne Hotel Belitung

Jadi Bagaimana Kesan Menginap di MaxOne Hotel? 

Meskipun hanya semalam menginap di sini, aku tetap bisa menikmati waktu istirahat. Pelayanan resepsionis ramah saat aku datang pukul 22.00 WIB. Kondisi kamar juga bersih dan rapi. Untuk pelayanan dan kondisi kamar tidak ada masalah bagiku. 

Ketika tidur ada sedikit hal yang mengganggu. Terdengar seperti suara petugas yang menggeser meja atau benda berat lainnya. Mungkin tepat di atas kamarku adalah ruang rapat yang besok pagi digunakan, sehingga petugas lembur mengatur ruangan. 
Menikmati waktu istirahat di kamar hotel
Menikmati waktu istirahat di kamar hotel
Masukan lain terkait pramusaji di restoran yang menurutku kurang orangnya. Sempat pas sarapan ada lauk tertentu yang habis, dan yang bertugas hanya satu orang. Sehingga pramusaji tersebut agak kerepotan saat pengunjung yang sarapan banyak. 

Terlepas dari itu semua, aku bisa menikmati waktu menginap di MaxOne hotel. Bagi kalian yang berlibur ke Belitung dan ingin menginap di sekitaran Tanjung Pandan, tidak ada salahnya menjadikan hotel ini sebagai pertimbangan untuk menginap. *MaxOne Hotel Belitung, 27 – 28 Oktober 2018.

Berbincang Alat Seduh di Klinik Kopi

$
0
0
Mas Pepeng sedang meracik kopi pesanan
Mas Pepeng sedang meracik kopi pesanan
Tidak sedikit yang bertanya di Instagram, kenapa aku belum menulis kedai Klinik Kopi. Padahal kedai kopi tersebut sudah terkenal seantero Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut aku jawab dengan kalimat nanti pasti ada waktunya. 

Sedari dulu, setelah Klinik Kopi pindah ke Jalan Kaliurang, aku sudah mempunyai rencana ingin bersua dengan Mas Pepeng. Kami beberapa kali bertemu diagenda kopi, dan tidak pernah berbincang lama. Sekadar saling sapa. 

Hingga waktu tak sengaja mengantarkanku ke Klinik Kopi. Berawal dari rencana dadakan, aku, Aqied, dan Mas Iqbal menyambangi Klinik Kopi. Bagi Mas Pepeng, Aqied dan Mas Iqbal adalah teman lama. 

“Wah pas mati lampu e, Qied,” Ujar Mas Pepeng di depan meja barista. 

Rinai hujan sempat mengguyur kota Jogja menjelang sore. Bau tanah basah bercampur aroma bambu terhirup tepat di luar Klinik Kopi. Belum sempat aku menghirup aroma kopi dari dalam ruangan. 

“Bisa pesan nggak mas?” 

Mas Pepeng mengangguk. Tempatnya belum sepenuhnya gelap, sebuah lampu darurat dihidupkan, sehingga beliau masih bisa bekerja. Jika biasanya yang memesan harus melalui nomor antrean, aku dan Aqied tidak memakai nomor antrean. 
Meja tempat biji kopi di Klinik Kopi
Meja tempat biji kopi di Klinik Kopi
Mati lampu tidak sepenuhnya membuat pesanan kopi berhenti. Mas Pepeng menakar biji kopi dalam timbangan, lalu menggiling menggunakan grinder manual. Grinder kecil ini kalau tidak salah merek Porlex. 

Aku menjadi ingat grinder yang dimiliki Aqied kala menyeduh kopi di tempatnya. Dia menggunakan alat yang sama untuk menggiling biji kopi sebelum disajikan. Layaknya pasien, Mas Pepeng bertanya banyak tentang kopi padaku. 

Pertanyaan yang sering beliau utarakan adalah, kamu suka kopi seperti apa. Sebuah pertanyaan yang sederhana, namun butuh waktu untuk menjawab. Aku lupa biji kopi apa yang waktu berkunjung disajikan, intinya itu adalah biji baru. Biji kopi yang sama juga diracik untuk Aqied dan Mas Iqbal. 

Tak lama kemudian, lampu hidup. Para pengunjung bisa mengambil nomor antrean. Seingatku, sudah ada beberapa orang yang menanti dengan wajah-wajah risau melihat listrik belum hidup. Rombongan awal sekelompok lelaki dari Jawa Barat, beliau bertanya-tanya tentang Klinik Kopi, kenapa kedai ini menjadi tempat syuting film AADC II. 
Sudut ruangan di dalam kedai Klinik Kopi
Sudut ruangan di dalam kedai Klinik Kopi
Aku, Mas Iqbal, dan Aqied duduk di ruang dalam kedai. Tempat ini tidak besar, namun di sinilah lokasi menyimpan biji kopi yang siap dikirim kepada pembeli. Tiap dinding terdapat berbagai bingkai foto berkaitan dengan kopi. Dokumentasi perjalanan mencari kopi di pelosok negeri. 

Obrolan kami seputaran kopi. Mulai dari peralatan seduh rumahan sampai membahas hal-hal yang lainnya. Bahkan, dari obrolan ini aku menjadi tertarik untuk memiliki minimal satu peralatan seduh rumahan. Semoga terealisasikan di tahun depan. 

Selepas isya pengunjung makin ramai. Kulongokkan kepala dari jendela, di luar sudah ada pengunjung yang tersebar menikmati kopi di beberapa tempat. Terdengar pula suara Mas Pepeng berkomunikasi dengan pengunjung dari manca. 

Sebelumnya, beberapa hari yang lalu perwakilan dari Google datang ke Klinik Kopi. Aku tidak tahu pasti agenda apa yang membuat Google datang ke kedai ini. Dari postingan Instagram Klinik Kopi, dijelaskan ada kaitannya dengan Google Business. 

Para calon pengunjung yang ingin mencari lokasi Klinik Kopi biasanya mencari informasi pada tulisan di blog, kemudian mereka mengikuti Google Maps untuk menuju lokasinya. Mungkin ini ada kaitannya dengan Google Business tersebut. 
Interaksi pengunjung dengan barista
Interaksi pengunjung dengan barista
Sudah menjadi aturannya, ketika memesan kopi di sini, kita tidak serta merta memilih biji yang diinginkan lalu menunggu di tempat duduk. Konsep yang sudah tersemat di Klinik Kopi adalah, kita berinteraksi dengan peraciknya. 

Di sini Mas Pepeng menggali dan berusaha memahami karakter kopi yang diinginkan oleh pengunjung. Jangan kaget jika untuk membuat satu gelas kopi, di sini membutuhkan waktu sekitar 10 menit. 

Dimulai dari obrolan asal daerah, darimana mengenal Klinik Kopi, suka kopi yang seperti apa, sampai membahas kedai kopi maupun jenis kopi yang ada di daerah pengunjung (jika tempat tersebut ada kebun kopinya). Obrolan panjang ini mendekatkan pengunjung dengan barista. 

Seperti malam ini, dua gadis berpakaian couple berwarna putih dengan tulisan hitam asyik berbincang dengan Mas Pepeng. Mereka datang jauh dari Lampung dan menapaki sedikit tempat yang ada di film AADC II. Obrolan kedua gadis ini dengan Mas Pepeng cukup intens, seperti bertemu dengan kawan lama. 

Satu orang yang membantu Mas Pepeng beraksi, sesekali beliau menjadi pelayan yang ingin foto bersama. Kemudian kembali pada pekerjaannya untuk mengundang pengunjung yang sudah antre, serta menjadi kasir. Sewaktu mati lampu tadi, mas ini juga yang menggiling manual biji kopi yang aku pesan. 

Tidak terasa segelas kopi hampir habis kuseduh. Pun dengan kue basah yang diambil Aqied, tinggal sepotong lagi yang bisa dinikmati. Sesekali aku menyesap kopi, berusaha mendetaksi rasa yang ada di dalamnya. Sepertinya lidahku belum sepenuhnya peka. 
Pesanan kopi yang kami minum
Pesanan kopi yang kami minum
Satu gelas kopi di Klinik Kopi harganya terjangkau. Bahkan lebih mudah dibanding beberapa kedai kopi yang sempat aku sambangi di tengah kota Jogja. Rasanya? Lidahku cocok dengan sajian racikan Mas Pepeng. 

Sebenarnya tujuan awal ke sini tidak hanya ingin menyesap kopi. Aku terpikirkan untuk mengabadikan ekspresi wajah-wajah pengunjung yang baru pertama menikmati kopi. Sayangnya, selama di sini yang aku rencanakan sedari awal tidak terealisasikan. Aku lebih asyik berbincang dengan dua temanku. 

Selain menjual kopi maupun biji kopi, Klinik Kopi juga menyediakan souvenir berbentuk kaus yang bisa dibeli. Pajangan kaus ada di depan meja barista, dan kalian bias membeli dengan kisaran harga 140 ribu rupiah. 
Souvenir kaus yang bisa dibeli pengunjung Klinik Kopi
Souvenir kaus yang bisa dibeli pengunjung Klinik Kopi
Cukup lama aku di sini, sejak pukul 16.30 WIB hingga menjelang pukul 20.30 WIB. Waktunya pamitan dan membayar minuman yang sudah kupesan. Nasib baik bagiku, segelas kopi yang kupesan dibayari oleh Mas Iqbal. Ini untuk kesekian kalinya beliau membayari pesananku, tetap banyak rejeki mas! 

Saran saja, bagi yang ingin menikmati kopi di Klinik Kopi, aku anjurkan datang ke kedai ini pada waktu hari kerja. Biasanya waktu akhir pekan pengunjung jauh lebih banyak daripada hari biasa. Jadi kalian dapat bersantai dengan suasana jauh lebih nyaman. 

“Pokoknya beli grinder dan alat seduh Aeropress, mas. Lebih simpel,” Mas Iqbal mengingatkan. 

Sepertinya benih-benih untuk menjadi pecinta kopi dan swaseduh rumahan makin tumbuh besar. Harus ditahan terlebih dahulu, sembari mengumpulkan receh dari blog untuk membeli alat yang barusan diutarakan kawan. Semoga saja! *Klinik Kopi, Selasa 18 September 2018.

Segelas Es Siwalan di Tepi Jalan

$
0
0
Segelas es Siwalan
Segelas es Siwalan
Waktu berkunjung di desa Sendang Duwur Paciran usai. Kami melanjutkan perjalanan ke destinasi yang lain. Seperti rencana awal, sebelum meninggalkan Paciran, kami harus berhenti menikmati Es Siwalan. Sepanjang perjalanan, deretan warung Es Siwalan menggoda. 

Aku belum pernah minum Es Siwalan. Pernah sekali menikmati buah Siwalan waktu main ke Lasem. Saat itu ada teman yang membawa satu plastik. Aku mengupas kulit tipis dan memakannya. Rasanya mirip dengan kelapa muda. 

Tiap sisi jalan pohon Siwalan/Lontar menjulang tinggi. Mungkin karena ini pula yang membuat warga di Paciran dan sekitarnya membuka warung. Dua warung awal yang kami singgahi kehabisan stok minuman. 
Pohon Siwalan Lontar di kebun warga
Pohon Siwalan Lontar di kebun warga
“Semoga warung di depan masih ada es Siwalannya,” Ujar mas Zamroni yang mengantarkan kami selama di Paciran. 

Beruntung di warung yang ketiga, es Siwalannya masih ada. Bergegas kami turun dan memesan. Sambil menunggu pesanan dibuat, kami sibuk dengan gawai masing-masing. Selain itu, sebagian teman asyik melakukan siaran langsung di Instagram. 
Warung Es Siwalan di pinggir jalan
Warung Es Siwalan di pinggir jalan
Kami bersabar menunggu antrean. Sudah ada dua rombongan mobil, mereka lebih dulu singgah. Sembari menunggu antrean, aku mengabadikan ibu yang membuat Es Siwalan. Agar rasanya manis, minuman ini dicampur dengan madu. 

Tiga temanku lainnya malah sibuk membuat vlog. Aji, Alid, dan Hanif beraksi di depan kamera mirroles. Mereka mulai membuat konten, mungkin konten ini tayang di salah satu chanel youtube. 

Tingkah ketiganya membuat rombongan lain tertawa. Sedari awal kami main bersama, mereka memang melakukan hal yang sama. Aku teringat bagaimana saat mereka mengambil video di Candi Brahu Trowulan, atau kala kuliner sambel wader di Mojokerto. Polah mereka memang ramai. 
Menyempatkan ngevlog bersama teman
Menyempatkan ngevlog bersama teman
Cairan madu yang di dalam ember besar menarik perhatian lebah. Puluhan hewan pengisap madu ini hinggap di ujung wadah madu. Sepertinya mereka tersebut tidak terusik oleh gayung milik penjual yang mengambil madu dan menyiramkan ke dalam gelas. 

Aku tertarik dengan es Siwalan. Sedari dulu ingin mencoba, tapi semuanya sekadar wacana. Di Jogja, aku pernah lihat orang jualan es Siwalan di dekat Stadion Mandala Krida. Di Jepara ada yang jualan di dekat Jembatan Kanal

Para pemilik warung berjualan dari pagi sampai sore. Mereka tidak mencari buahnya, namun ada warga setempat yang sudah mengantarkan stok. Para menyetok mendatangi tiap warung, dan mengantarkan sesuai permintaan. 
Penjual Es Siwalan sedang melayani pesanan
Penjual Es Siwalan sedang melayani pesanan
Warung yang aku singgahi tiap harinya mendapatkan jatah 30 tandan. Satu tandan dibeli dari warga seharga 15000 rupiah. Rata-rata dalam satu tandan berisi 10 sampai 12 buah. 

“Satu gelas butuh berapa buah, bu?” 

“Satu buah mas,” Jawab beliau sembari membuatkan es pesanan kami. 

Jika dihitung secara kasar, dalam satu hari warung ini menjual 300 gelas es Siwalan. Tentu penjualan ini bisa naik dan turun, tergantung cuaca. 

Minuman yang kami pesan sudah di meja. Kami berebut mengambil gelas. Cuaca siang yang cerah membuat tenggorokan ini berharap teraliri minuman dingin. Satu tegukan besar kuminum es Siwalan. Rasanya seperti air kelapa muda dicampur dengan madu. 
Segarnya Es Siwalan kala siang hari
Segarnya Es Siwalan kala siang hari
Pantas jika digandrungi para pembeli saat cuaca terik. Memang segar meneguk es Siwalan saat siang hari. Terus terang, di sini aku memesan dua gelas es. Tidak hanya aku, teman-teman yang lain juga ada yang pesan dua. 

“Segar!!” Teriak teman dari samping. 

Tidak hanya minum es. Kami di sini juga memesan rujak. Seporsi rujak berisi kedondong, papaya, mangga, timun, dan terong. Aku baru tahu kalau terong juga bisa dirujak. Rasanya agak aneh di lidah, tapi memang enak. 

“Terong bisa dirujak toh,” Celetukku. 
Seporsi rujak dinikmati bersama-sama
Seporsi rujak dinikmati bersama-sama
Bagi sebagian orang terong ungu dirujak itu hal biasa, namun tidak bagiku. Lama-lama lidah ini makin terbiasa menyantap terong. Makannya rujak pedas, minumnya es Siwalan. Kombinasi yang pas kala siang. 

Harga es Siwalan tidaklah mahal. Satu gelas dihargai 6000 rupiah. Untuk rujaknya, satu porsi harganya 7000 rupiah. Tuntas sudah rasa penasaran es Siwalan, akhirnya aku mencicipi juga. Sepertinya bakal ketagihan dan mencari saat bersepeda di Jogja. 

Teman yang bertugas sebagai bendahara membayar, setelah itu kami meninggalkan Paciran. Rencananya, kami akan menuju Tuban dan menikmati waktu sore di sekitaran Kelenteng Kwang Sing Bio. Menurut literatur, kelenteng ini salah satu yang terbesar di Indonesia. *Paciran; Sabtu 23 Desember 2017.

Caliber Coffee Jogja, Kedai Kopi Bertema Militer

$
0
0
Menyeduh kopi di Caliber Coffee Jogja
Menyeduh kopi di Caliber Coffee Jogja
Terkadang, saking seringnya mengunjungi kedai-kedai kopi di sekitaran kos, aku lupa kalau pernah berkunjung di kedai yang lokasinya lumayan jauh dari kos. Pun dengan kedai yang berada di sekitaran Terban. Meskipun tempatnya tidak terlalu jauh, aku sempat lupa menulisnya di blog. 

Daerah Terban terdapat beberapa kedai kopi yang bisa dikunjungi. Salah satunya adalah Caliber Coffee. Kedai kopi yang berada di Jalan C. Simanjuntak No.65B, Terban, Yogyakarta. Bagi yang pertama kali berkunjung pasti sedikit bingung karena kedainya satu ruko dengan Butik Commando Chapter II Jogja. 

Pertama kali aku datang ke sana sedikit bingung karena sesuai peta di gawai tempatnya berdekatan dengan Toko Jibab Karita. Aku berhenti tepat di Commando Chapter II Jogja, kulirik plang nama yang tertera terdapat tulisan “Caliber” besar. 

“Memang benar di sini kok,” Gumanku sendiri. 

Nyatanya kedai tersebut berada di lantai dua. Anak tangga di sudut butik mengarah ke atas. Tulisan besar “Awas Kepala” terpasang tepat di bagian atas tangga. Bagi yang tingginya di atas 180 CM harus sedikit menunduk agar tidak terkena plang anak tangga. 

Kedai ini mempunyai dua ruangan, indoor & outdoor. Aku berkunjung ke kedai ini tiga kali, dan pastinya nongkrong di luar. Menurutku di luar jauh lebih asyik kalau untuk berbincang. Kalau di dalam, takutnya membuat berisik pengunjung kedai yang lainnya. 
Meja barita yang dikelilingi berbagai pilihan biji kopi
Meja barita yang dikelilingi berbagai pilihan biji kopi
Konsep kedainya pun sedikit berbeda dengan kedai yang lainnya. Sepertinya kedai ini konsepnya menyerupai butik di bawahnya. Ornamen dan pemilihan warnanya cenderung gelap. Bahkan di tembok terdapat mural seperti bayangan tentara. 

Tepat di depan meja barista ada pajangan jaket yang bisa dibeli. Tiap sudut tembok tersebar poster berkaitan dengan militer. Sekilas sih memang seperti tempat penjualan pakaian militer. Unik sih, seperti ini bentuknya jika kedai bertemakan militer. 

Ditambah cahaya lampu yang sedikit temaram. Bisa jadi konsep kedai ini mengarah pada hal yang berkaitan dengan dunia militer. Sekilas agak aneh bagi pengunjung kedai, tapi lama-lama tempat ini nyaman buat bersantai. 

Tidak perlu khawatir, toh barista, pramusaji, bahkan pemiliknya ramah. Aku lupa, entah kunjungan pertama atau kedua, kami foto bareng pemilik kedai kopi. Oya, jika beruntung, kalian yang berkunjung ke sini bisa dilayani pemiliknya langsung. 

Kulihat daftar harga dan menu kopi. Kisaran harga sesuai dengan kedai kopi di kota Jogja. Rata-rata kedai kopi yang berada di dekat pusat kota kisaran harganya antara 30.000 rupiah. Berbeda dengan kedai kopinya agak jauh dari pusat kota. 
Daftar harga dan menu di Caliber Coffee Jogja
Daftar harga dan menu di Caliber Coffee Jogja
Selain kopi, Caliber Coffee ini juga menyediakan minuman nonkopi. Pun dengan makanan, di sini juga tersedia. Kalian juga bisa membuat kartu anggota di kedai ini. Nantinya akan ada potongan harga sesuai dengan berapa kali kita datang. Lumayanlah jika dalam sebulan ke sini lebih dari 2 kali. 

Ruangan di dalam jauh lebih luas dibanding ruangan luar. Satu buah meja dikelilingi empat kursi kayu. Sebenarnya tempat ini nyaman untuk bekerja, tapi selama berkunjung tidak banyak pengunjung yang bermain laptop. Lebih sering mereka yang datang sekadar berbincang santai. 

Aku dan teman-teman yang lainnya memesan kopi, berbincang santai sembari merencanakan agenda di waktu mendatang. Bahkan ada teman yang memotret produk makanan di sudut kedai ini sambil menunggu pesanan kopinya. 
Meja dan kursi kedai terbuat dari kayu
Meja dan kursi kedai terbuat dari kayu
Varian biji kopi di Caliber Coffee lumayan banyak pilihan. Aku memilih salah satu biji kopi sera meminta diseduh menggunakan metode V60. 

“Ada kartu anggota?” Tanya pramusaji. 

“Ada mbak.” 

Aku keluarkan kertas sebesar kartu nama bertuliskan “Soldier Medal” dengan logo atas Caliber Coffee. Pada alas kolom putih pertama ditandai menggunakan stempel. Potongan yang kudapatkan sebesar 10%. 

Pada kartu anggota terdapat catatan transaksi berapa kali kita menggunakan atau berkunjung ke kedai. Tiga kunjungan pertama potongannya 10%. Kunjungan keempat sampai keenam diskon bertambah menjadi 15%. Bahkan pada kunjungan kesembilan, kita bisa mendapatkan bonus snack. 

Bagi kalian yang ingin menikmati waktu mengopi sambil mengerjakan tugas dan tempatnya tidak riuh suara pengunjung kedai, mungkin kalian bisa jadikan Caliber Coffee ini salah satu tempat tujuan. Terlebih yang hobi dengan hal berbau militer, bisalah main ke sini atau malah menambah koleksinya. 
Menikmati waktu ditemani kopi
Menikmati waktu ditemani kopi
Sedikit hal yang mungkin agak bingun pas main ke sini hanyalah area parkir. Bagi yang mengendarai kendaraan roda dua, kalian bisa parkir di depan butik, bagi yang menggunakan roda empat agak susah karena ini jalan satu arah. Lebih baik ke sini menggunakan transportasi daring. 

Lumayan lama rombonganku di sini. Kami berbincang sembari menyeduh kopi di ruangan luar. Sementara obrolan panjang terus tak berujung, rencana-rencana berlibur diutarakan, tinggal menunggu waktu pelaksanaannya. *Caliber Coffee; Sabtu, 12 Mei 2018.

Menginap di Amaris Hotel Nagoya Hill Batam

$
0
0
Pernak-pernik bawaan kala main ke Batam
Pernak-pernik bawaan kala main ke Batam
Musim hujan mulai menyapa pulau Sumatera, tetesan rinai hujan tipis menerpa kaca mobil. Rasanya badan sudah lelah, ingin langsung merebahkan diri di kasur. Usai kulineran Gonggong, hawa kantuk datang. 

“Ini hotelnya yang di Nagoya Hill, kan mas?” Tanya Mbak Tina memastikan. 

“Iya mbak, yang di sana.” 

Tidak terencana sejak awal jika nantinya aku singgah di pulau Batam. Nasib baik bagiku, karena bisa singgah di pulau yang penuh gemerlap ini. Beberapa saat kemudian mobil sudah sampai di Amaris Hotel. 

Jalan menuju Kawasan Nagoya Hill lumayan padat, tidak ketinggalan portal dan petugas yang menjaga. Pukul 21.30 WIB, para pengunjung di sekitaran Nagoya Hill mulai keluar. Lumayan ramai. 

Amaris Nagoya Hill Batam berada tepat di sisi kiri jalan. Rukonya satu deretan dengan minimarket. Tidak terlihat mencolok bangunannya. Dari jalan hanya logo Amaris yang menjadi penanda. 
Amaris Hotel Nagoya Hill Batam kala malam hari
Amaris Hotel Nagoya Hill Batam kala malam hari
Check in sudah selesai, aku menuju kamar menggunakan lift yang ada tepat di samping resepsionis. Sekilas di meja depan pintu masuk terdapat camilan welcome drink bagi yang ingin menikmati. 

Selayang Pandang tentang Amaris Hotel Nagoya Hill Batam 

Tidak banyak yang kuketahui tentang Amaris Hotel Nagoya Hill lokasinya strategis di pusat keramaian. Hotel ini berada di belakang Mall Nagoya Hill, pusat belanja yang tidak pernah sepi dari wisatawan manca maupun domestik. 

Amaris hotel sendiri di bawah naungan Santika Indonesia. Sepemahamanku, di Jogja sendiri ada beberapa hotel Amaris, sedangkan hotel Santika berada di dekat Tugu Jogja. Kembali ke Amaris Hotel Nagoya Hill, hotel ini berkonsep stylish dengan harga terjangkau. 

Sempat berbincang dengan resepsionis hotel tentang pengunjung yang menginap di sini. Rata-rata wisatawan dari Singapura yang menginap. Mungkin karena lokasi strategis dan harga terjangkau salah satu pertimbangannya. 

***** 
Mandi malam di Amaris Hotel Batam
Mandi malam di Amaris Hotel Batam
Bangun tidur, aku tak langsung beraktivitas. Kunikmati waktu senggang di hotel yang menurutku fasilitasnya mirip di Amaris Padang. Sedikit yang membedakan adalah luas kamarnya lebih besar di Batam. Meskipun tidak mencolok perbedaannya. 

Belum kulangkahkan kaki mengelilingi hotel untuk sekadar melihat suasana hotel kala pagi. Lucunya, selama di kamar, aku malah tidak mengabadikan banyak hal. Fasilitas di kamar layaknya hotel budget murah yang lainnya. 

Pernak-pernik di kamar aku lihat seperti sandal, alat mandi yang dibungkus menjadi satu, air mineral berukuran tanggung. Tersedia minibar dengan air mineral berukuran besar namun berbayar. Jejeran penggantung pakaian, brankas, dan TV. Semuanya ada. 

Bagi kalian yang ingin bekerja, sebisa mungkin menggunakan stop kontak tipe berbeda. Colokan yang biasanya kita gunakan dengan dua jari lubang hanya tersedia satu, selebihnya tipe yang tiga lubang. Beruntung aku selalu membawa sambungan T tiap liburan. 

Kamar mandi Amaris Hotel ini tidaklah besar. Aku mengeluarkan perlengkapan mandi yang sering kubawa kala bepergian. Seperti yang kubilang, di hotel ini sudah ada alat mandi yang terbungkus menjadi satu. 

Aku bukan tipe orang yang suka mengabadikan berbagai sudut kamar mandi, terlebih menginap di sini untuk sekadar melepas lelah. Bagi sebagian orang (termasuk aku), jarang menginap di hotel besar kala berlibur. Kecuali tujuannya untuk staycation

Shower kuhidupkan, kuatur air hangat yang menyirami tubuh. Untuk sesaat, aku menikmati guyuran air hangat sembari berpikir ke mana hari ini di Batam. Aneh memang, jauh-jauh ke Batam hanya untuk menikmati kuliner Gonggong. 

Salah satu rutinitasku tiap menginap di hotel adalah mengelilingi sudutnya. Tiap lantai di Amaris Hotel Nagoya Hill ini memiliki corak berbeda. Sebelumnya ada corak hijau, kali ini di salah satu lantai coraknya biru. 
Lorong di Hotel Amaris Batam
Lorong di Hotel Amaris Batam
Sudut demi sudut kulewati. Bahkan aku sempat nyasar di rooftop. Dari atas ini terlihat sebuah kubah dan Menara masjid besar. Ternyata itu adalah Masjid Jabal Arafah. Salah satu masjid besar yang fasilitas seperti perpustakaan dan taman. 

Di lantai yang lainnya, ada ruangan yang bisa digunakan untuk rapat. Cukup untuk menampung sekitar 70an orang. Mungkin kalian yang tinggal di Batam dan ingin mencari tempat untuk rapat bisa coba di hotel ini. 

Tepat di samping ruang rapat, disediakan musola yang lumayan besar. Sekelas hotel budget tapi musolanya cukup besar merupakan nilai plus tersendiri. Aku sendiri tidak salat di musola ini, melainkan di kamar. Biasanya aku menanyakan musola di tiap hotel, sewaktu di Amaris ini malah lupa. 
Ruang untuk salat
Ruang untuk salat
Waktu terus berjalan, aku harus berkemas meninggalkan hotel. Kuambil keril dari kamar, dan menuju lift. Aku bersiap check out sembari sarapan di restoran hotel. Restoran Amaris Hotel Batam tepat di depan resepsionis. 

Tidak ada yang istimewa, sekatan ruangan memisahkan resepsionis dengan restoran. Di resepsionis sendiri ada sofa dan berbagai koran hari ini. tak ketinggalan jam dinding yang menunjukkan waktu Indonesia barat dan waktu Singapura. 

Menu yang disedikan untuk sarapan tidak banyak pilihannya. Aku mengambil sepiring nasi goreng beserta lauk dan kerupuk. Namanya juga hotel budget, jadi sarapannya tidak seperti hotel bintang tiga ke atas. Toh kalau aku yang penting kenyang. 
Restoran tepat di depan resepsionis
Restoran tepat di depan resepsionis

Kesan Menginap di Amaris Hotel Nagoya Hill Batam 

Ada beberapa alasan kita memilih hotel untuk menginap kala liburan. Salah satunya adalah harga dan lokasi strategis dari keramaian kota. Aku orangnya mudah tidur di tempat seperti apapun. Sewaktu liburan biasanya memilih hotel yang sesuai dengan dompetku. 

Selama menginap di hotel ini tidak ada masalah. Tidurku juga nyenyak, mungkin efek kebanyakan kuliner Gonggong. Ukuran kamar untuk sendirian cukuplah, kalau berdua mungkin agak kecil rasanya. 
Malas bangun pagi
Malas bangun pagi
Menu sarapan tidak ada masalah bagiku. Karena dari awal aku sudah tahu menginap di hotel budget, sehingga sarapan tidak begitu kupikirkan. Berhubung tempatnya tidak luas, mungkin kita tidak bisa berlama-lama di restoran. 

Bagi kalian yang ingin berlibur ke Batam, khususnya yang hanya ingin mencari tempat menginap saja. Bisa jadi Amaris Hotel Nagoya Hill ini menjadi opsi pilihan. Terlebih bagi kalian yang suka wisata belanja. Tinggal keluar dari hotel, sudah sampai area perbelanjaan di Batam. *Amaris Hotel Nagoya Hill Batam, 24 – 25 Oktober 2018.
Viewing all 749 articles
Browse latest View live