![]() |
Embung Potorono Banguntapan Bantul |
Embung Potorono yang berlokasi di Banguntapan, Bantul menjadi salah satu danau buatan yang ramai dikunjungi masyarakat untuk berolahraga sekaligus sebagai area taman bermain anak-anak. Karena di sana terdapat banyak fasilitas bermain yang terkelola dengan baik.
Pedal sepeda kukayuh dengan kecepatan sedang. Sekali-kali disalip pengguna sepeda balap. Lantas kami bertemu di lampu merah Blok O. Ketika sedang menunggu lampu merah, rombongan pesepeda balap lainnya menerobos lampu merah.
Aku sempat mengumpat. Bagiku, menerobos lampu merah adalah suatu kebodohan yang ditampilkan. Karena berpotensi membahayakan diri sendiri ataupun pengendara lain dari arah yang berbeda. Salah satu pesepeda yang turut berhenti di lampu merah pun sempat meneriakkan kata bahaya.
Perjalanan berlanjut, dari pasar Ngipik, aku terus mengarahkan sepeda menuju embung Potorono. Mendekati embung, sebuah jembatan besar kulintasi. Dari sini terlihat area embung Potorono. Tak jauh dari jalan, ada sebuah kolam renang di area embung Potorono.
Tiga petugas di embung Potorono mengurusi tiket parkir. Untuk sepeda motor dan mobil wajib membayar parkir, sementara sepeda sepertiku tidak dikenai tiket parkir. Aku menyempatkan menyapa bapak-bapak yang bertugas di area parkir, lantas memarkirkan sepeda.
![]() |
Pagi hari di embung Potorono |
Pukul 07.15 WIB di embung Potorono nyatanya sangat ramai pengunjung yang berolahraga. Menurutku, ini embung yang paling ramai dimanfaatkan untuk berolahraga kala pagi hari. Keramaian kala pagi melebihi pengunjung di embung Tambakboyo.
Keramaian pengunjung di embung Potorono membuatku sedikit kaget sekaligus gembira. Setidaknya, dari sekian banyak embung yang sudah aku sambangi, embung Potorono menjadi salah satu yang paling menyenangkan dari berbagai aspek.
Sejak dibangun tahun 2017, embung Potorono cukup memikat para masyarakat untuk dijadikan salah satu destinasi wisata lokal. Telaga buatan ini pada akhirnya bergerak dengan pengelolaan yang baik, sehingga terlihat perubahan hingga sekarang.
Sepeda kuparkir berjejeran dengan kendaraan roda dua. Lantas menuju tempat duduk yang kosong. Di sekitar embung Potorono ada banyak tempat duduk yang bisa dimanfaatkan istirahat selepas olahraga. Lalu-lalang pengunjung asyik jalan santai mengelilingi embung.
Aku sempat berbincang dengan salah satu pengunjung, beliau merupakan pengunjung tetap embung Potorono. Katanya, setiap pekan memang seramai ini. Beliau juga mengatakan kalau ingin berlari di sini lebih baik sebelum pukul 06.30 WIB.
![]() |
Embung Potorono untuk olahraga |
Sedari dulu, embung Potorono memang sering direkomendasikan kawan untuk disambangi. Namun aku sengaja memilih waktu yang tepat. Karena di beberapa waktu, fokusku memotret dan menyambangi embung yang kadang terbengkalai.
Setiap libur panjang, embung Potorono menjadi salah satu opsi destinasi tujuan untuk momong anak. Bahkan ketika lebaran, embung ini sangat padat pengunjung. Salah satu faktornya adalah adanya taman bermain anak-anak.
Keberadaan taman atau ruang bermain taman anak di embung menjadi magnet tersendiri. Karena kedua orangtua bisa berolahraga sekaligus momong anak. Ada banyak permaian di embung Potorono, mulai dari ayunan hingga fasilitas yang lainnya.
Sepemahamanku, embung Potorono dikelola oleh desa ataupun pokdarwis. Karena pada tulisan di embung adalah “Wanadesa dan Telaga Desa Potorono.” Selain area publik untuk anak, di sini juga ada wahana yang lainnya seperti perahu, ataupun fasilitas memberi makan burung dara dan ikan.
Melihat pengelolaan embung Potorono, aku sangat terkesan. Setidaknya, konsep ataupun harapan-harapan yang sering aku tuliskan di blog tentang manfaat adanya embung sudah diterapkan dengan baik oleh pengelola embung Potorono.
![]() |
Tempat bermain anak-anak di Embung Potorono |
Aku sering menyampaikan bahwa embung bukan hanya sebagai tempat cadangan depost air untuk pertanian, namun keberadaannya berpotensi menjadi destinasi wisata jika dikelola dengan baik. Di embung Potorono, semuanya terlihat sangat sistematis.
Dari depan, sudah ada kolam yang bisa dimanfaatkan untuk anak-anak bermain air. Area embung ad ataman bermain, pun dengan berbagai wahana perahu ataupun yang lainnya. Selain itu, juga bisa dijadikan tempat beraktivitas dan berolahraga.
Fasilitas seperti tempat duduk tersebar di beberapa titik, pun dengan tempat sampah. Jalur untuk berolahraga memang tidak luas dan cenderung padat, sehingga lebih nyaman untuk jalan santai memutari embung daripada berlari. Kalaupun berlari, lebih baik agak di pinggiran.
Parkir tertata dengan baik, banyak warung yang buka. Di tiap pinggir yang berbatasan dengan jalan, ada banyak stand-stand warga menjual makanan ataupun yang lainnya. Ini bisa menggerakkan perekonomian masyarakat setempat.
Selain itu, di sisi lain bagian sungai pun terlihat banyak masyarakat yang memanfaatkan untuk memancing. Sebenarnya, embung Potorono pun berdekatan dengan taman yang dikonsep dengan baik dan dikenal dengan nama “Taman Dinosaurus.”
![]() |
Spot mancing di embung Potorono |
Sebagai informasi, lokasi Taman Dinosaurus masih satu area dengan embung Potorono. Taman ini juga dikelola oleh Bumdes, sehingga gratis untuk bermain anak-anak. Untuk parkir memang berbayar, pun dengan wahana-wahana yang ingin dinaiki.
Harga tiap wahana bervariasi, mulai dari 5.000 rupiah hingga 15.000 rupiah. Kolaborasi antara taman dengan embung ini menjadikan embung Potorono sebagai tempat yang menarik untuk disambangi, khususnya para keluaga yang ingin mengajak anaknya bermain.
Di embung Potorono, aku tidak sengaja bertemu dengan kawan satu kampus. Kami dulu sama-sama pernah menjadi pekerja paruh waktu di Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. Kami berbincang sembari mengelilingi embung.
Kawan menceritakan kalau sering ke embung Potorono. Bahkan dia juga merekomendasikan aku untuk menyambangi salah satu embung yang ada di Berbah. Namanya Embung Sendangtirto. Dia tahu kebiasaanku menyambangi embung-embung untuk konten di blog maupun vlog.
Pukul 08.15 WIB aku memutuskan balik. Bersepeda ke embung Potorono memang menyenangkan. Aku tidak langsung pulang, rute selanjutnya menyambangi angkringan yang pernah aku sambangi saat bersepeda. Kusebut namanya dengan Angkringan Tepi Sawah. Sabtu, 18 Januari 2025.