Sepulang dari Pulau Panjang, aku seharian beristirahat di Jepara. Beberapa agenda yang aku rencanakan tidak berjalan dengan lancar, aku habiskan sabtu siang sampai sore untuk bersantai; ngobrol bareng dengan seseorang. Menjelang malam, aku melanjutkan baca tiap lembar buku Dewaruci sampai tengah malam. Beruntunglah aku tidak membawa laptop, jadi hampir sampai tengah malam, aku terbuai alur tulisan Cornelis Kowaas.
Terbesit niat esok pagi tidak langsung pulang ke Jogja. Aku mulai merencanakan untuk singgah sebentar di Kudus. Cukup simpel alasanku, aku ingin menuntaskan misi beberapa bulan lalu yang gagal (Mengabadikan Menara Kudus). Kadang kita rela hanya berhenti sejenak untuk mengabadikan, lalu meninggalkan tempat tersebut dengan perasaan puas dan bersyukur. Tidak banyak waktu yang bisa kita nikmati, tapi berhasil menuntaskan misi adalah hasil dari proses panjang. Walau sebenarnya misi tersebut cukup mudah bagi orang lain.
Kumandang adzan subuh terdengar keras tidak hany dari satu penjuru. Di tempatku tidur ini, ada sekitar 3 mushola yang berdekatan. Setiap gang mempunyai musholla, sehingga adzan pun terdengar sangat lantang. Merdu sekali rasanya. Pagi harinya kulangkahkan kaki menuju terminal Jepara dan langsung naik bis jurusan Kudus. Aku merogoh kocek 10ribu untuk sampai di Kudus, tepatnya sampai Terminal Jetak. Dari Terminal Jetak, aku menaiki angkot berwarna Ungu menuju Menara Kudus.
“Nanti turunnya barengan saya saja, mas. Saya juga turun di dekat Menara,” Begitulah kata seorang ibu yang kutanyai mengenai lokasi Menara Kudus.
Mobil angkot kecil ini disesaki penumpang, aku menghitung seluruh penumpang di dalam angkot. Total penumpang berjumlah 17 orang, dan aku satu-satunya penumpang laki-laki. Sesak sekali rasanya di dalam angkot, namun apa daya; aku mencoba menikmati bagaimana pengapnya angkot ini. Lebih dari 15 menit, akhirnya ibu tadi turun seraya mengajakku untuk segera turun dari angkot. Segera kubayar angkot ini sebesar 5ribu.
“Ikuti jalan ini, mas. Di sana Menaranya.”
“Terima kasih, bu.”
![]() |
Jalan tidak luas yang dipenuhi pengunjung ke Menara Kudus |
Jalan yang tidak terlalu besar ini disesaki orang yang berlalu-lalang. Tidak hanya rombongan orang lengkap menggunakan peci maupun perempuan yang berkerudung sedang berjalan kaki, banyak kendaraan motor, sepeda, bahkan becak saling berbaur menjadi satu. Setiap sisi jalan terlihat banyak toko yang buka. Mereka tidak hanya berjualan cinderamata seperti peci, sajadah, ataupun makanan terkenal Jenang Kudus. Tapi banyak sekali yang dipajang untuk dijual. Hanya berjalan beberapa puluh meter saja, aku sampai di depan Menara Kudus.
Aku berdiri diseberang jalan, tepat di depanku sebuah Menara Kudus yang terkenal ini berdiri megah berdampingan dengan sebuah masjid. Banyak pengunjung yang mengabadikan diri di depan menara tersebut. Mereka rata-rata adalah penziarah yang ingin berziarah ke makam Sunan Kudus. Lokasinya pun di area menara ini. Bahkan di sini menara pun terdapat sebuah pintu masuk untuk menuju Makam Sunan Kudus. Suasana yang seperti di Demak pun terasa. Silih berganti para penziarah lewat depanku dengan berbagai pakaian, dan tentunya obrolan-obrolan mereka yang bersyukur sudah bisa sampai di Kudus untuk berziarah ke Makam Sunan Kudus.
![]() |
Menara Kudus sangat megah dan indah dari sudut ini |
“Ayoo buk foto, hanya sepuluh ribu. Langsung jadi, bisa diambil sehabis ziarah,” Beberapa orang yang berprofesi sebagai photografer merayu segerombolan penziarah agar mengabadikan diri depan menara.
Terang saja, selama aku berdiri termangu menatap Menara, ada banyak rombongan ibu yang akhirnya menerima tawaran foto. Kemudian mereka mendapatkan bingkisan berupa cetakan foto dengan latar belakang Menara Kudus. Aku sendiri mencoba mengabadikan beberapa kali Menara Kudus dari berbagai sudut. Percaya atau tidak, ini adalah kali kedua aku berkunjung ke Menara Kudus. Tepat sepuluh tahun lalu, tahun 2006 (semasa aku kelas 3 SMA); aku pernah ziarah ke sini, waktu itu berurutan dari Makam Kadilangu– Sunan Kudus – dan Sunan Muria. Aku juga masih ingat bagaimana menggeber motor Matic untuk naik ke Muria (Makan Sunan Muria), bersaingan dengan kendaraan lain yang lebih kuat. Kenangan yang tak mungkin terlupakan saat itu.
“Mas, bisa minta tolong fotokan kami?” Pinta seorang lelaki seraya menyodorkan hp-nya.
“Bisa pak,” Jawabku menerima hp tersebut. Bergegas aku memotret keluarga kecil itu menggunakan kamera hp. Seingatku, aku memotret beliau tiga kali. Setelah selesai, kukembalikan hp pada bapak tersebut.
Beranjak aku mengelilingi Menara Kudus. Masuk melewati jalan Masjid, aku berjalan ke arah menara. Ada banyak orang yang mengabadikan diri dekat Menara dari dalam. Tidak ketinggalan anak-anak kecil bermainan di dekat menara. Bahkan seorang ibu pun terlihat bersemangat momong kedua anaknya yang duduk di semacam selasar Menara.

![]() |
Para pengunjung di depan Menara Kudus |
Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan selama di sini. Bergegas kukeluarkan Tripod dari dalam tas. Kemudian memasangnya di tepian jalan. Sebelumnya, aku sudah mengganti lensa mirrolesku. Setelah itu, aku langsung mengatur setelan kamera bidikan timer sepuluh detik. Alhasil, aku pun sukses mengabadikan diri di sini. Oya, aku memang menggunakan celana pendek kalau sedang berpergian; namun di dalam tas selalu membawa sebuah sarung jika sewaktu-waktu aku harus menunaikan sholat saat sedang dalam perjalanan.
Seperti yang kukatakan diawal, sebuah kepuasan tersendiri ketika aku berhasil menuntaskan misi yang sempat terbatalkan beberapa kali memotret Menara Kudus. Aku bersyukur bisa menyelesaikannya dengan baik, dan mungkin sekarang langkahku semakin ringan. Semakin santai karena tidak ada tuntutan dari hati akan mengunjungi mana lagi hari ini. paling kalaupun ada adalah sesuatu yang spontan dan mumpung dekat dengan lokasi sebelumnya. Usai sudah mengunjungi Menara Kudus, rencana yang beberapa bulan sempat tertunda pun sudah berhasil kuselesaikan. Kulihat jam tangan menjelang siang, aku kembali menuju jalan tempat aku turun dari angkot. Mencari informasi jalan ke Alun-alun Kudus untuk berfoto ditulisan Simpang Tujuh.
![]() |
Mengabadikan di area Menara Kudus |
“Pak kalau jalan ke Alun-alun jauh tidak ya?” Tanyaku pada bapak juru parkir.
“Kira-kira satu kilo, mas. Arah sana,” Jawab Bapak tersebut seraya menunjuk ke arah perempatan di depan.
“Matur nuwun, pak.”
Aku bergegas jalan kaki menuju Alun-alun Kudus. Beberapa kali angkot berwarna ungu mencoba mendekatiku, namum aku tolak. Entahlah, kali ini aku sengaja ingin jalan kaki saja. *Kunjungan ke Menara Kudus pada hari Minggu, 10 Januari 2016.
Baca juga postingan yang lainnya