![]() |
Ragam warna sebelum sunrise di Waduk Mini Banjaroya |
Banjaroya, salah satu desa wisata di kecamatan Kalibawang ini kembali aku sambangi. Sebenarnya awal tahun 2017, kala agenda #EksplorDeswitaJogja, desa ini sempat kami kunjungi. Hanya saja singgah sebentar dan belum sempat menjelajah ke destinasi yang ada di sekitar.
Kali ini kunjungan ke desa wisata Banjaroya tidak berhubungan dengan agenda eksplor desa wisata, meskipun orang-orang yang menyambut kami adalah pentolan desa wisata di Banjaroya. Berkali-kali ajakan menginap di desa tersebut, baru kali ini terealisasikan. Itupun kami sedikit terlambat, karena musim durian sudah berlalu.
Berada di perbukitan menoreh, Desa Wisata Banjaroya menjadi salah satu tempat yang sering dikunjungi para pecinta durian. Desa yang terkenal harum seperti durian khas menoreh yang ada di Banjaroya. Misi kami ke Banjaroya adalah menyambung tali persaudaraan, sekaligus menepati janji berkunjung ke desa ini.
Hawa dingin malam mulai terasa. Obrolan di dalam sekretariat dekat embung berlanjut ditemani kopi. Malam makin larut, aku dan Aqied membuat kopi sendiri. Oleh-oleh kopi Sidikalang diracik Aqied dengan peralatan seadanya. Sementara warga setempat yang menjamuku berjaga di luar, ada juga yang tidur di tenda.
Sebenarnya kami sudah disiapkan satu tenda yang bisa dibuat tidur lima orang. Namun kami memilih menginap di sekretariat. Sementara tenda diinapi beberapa warga yang semalam bareng kami. Tujuan kami menginap di sini agar esok pagi dapat memotretsunrisedari atas ketinggian.
Fajar menyingsing; dan kami sudah salat subuh. Langkah kaki menuju Embung Banjaroya. Dari ufuk timur sudah berpendar rona jingga nan elok. Bergegas aku mengabadikan momen tersebut. Gunung Merapi dan Merbabu terlihat hitam dan jelas. Pancaran ragam warna berpendar.
Pemandangan yang tersaji menjelang pagi hari |
Mentari masih belum terlihat. Pancaran warna pagi ini menggoda kami untuk mengabadikan. Berkali-kali aku coba mengabadikan; pun berulang kali setelan kamera kuotak-atik. Butuh tripod untuk memotret agar bagus, dan barang tersebut tidak aku bawa.
Tanpa berpikir panjang, aku meletakkan kamera di atas pagar yang mengelilingi embung. Sembari memegang kamera agar tidak jatuh, aku dan teman lain konsentrasi memotret. Warga yang ikut menginap sudah berada di ujung timur embung. Mereka bersenda gurau sembari menunggu mentari.
“Cuacanya masih kurang bagus mas,” Ujar Mas Madun.
Aku tidak tahu bagaimana cuaca lebih indah lagi. Kabut tipis tidak menghalangi dua gunung megah. Serta warna langit mulai agak terang, tak lagi seperti waktu fajar. Tetap saja indah. Oya, Mas Madun adalah pelaku desa wisata yang ada di desa wisata Banjaroya.
Tenda dome terpasang berwana biru dengan garis orange. Di dalamnya sudah kosong, para penghuni dome sedang asyik berbincang di dekat embung sembari menikmati pagi. Aku masuk ke dalam, tak ada barang apapun di dalamnya. Kosong, malah asyik untuk sekadar rebahan.
![]() |
Tenda yang sudah berdiri sejak semalam di timur embung |
Embung Banjaroya kala pagi cukup sepi. Selain rombongan kami, hanya ada sepasang muda-mudi yang ikut menunggu mentari terbit. Mereka berdua asyik berbincang di gazebo. Katanya ada banyak gazebo yang tersebar di area embung. Bahkan beberapa di antaranya berada di bawah, di antara kebun durian.
Seperti di Embung Kleco, di sini juga terdapat patung besar berbentuk durian. Hal ini mempertegas jika daerah Banjaroya adalah pusatnya durian. Jika tidak percaya, tanya saja pada orang-orang Jogja tentang tempat durian di Jogja. Jawabannya tentu “Kalibawang” sebagai rujukan.
Saatnya yang ditunggu-tunggu mulai merangkak naik. Sang baskara tak hanya memancarkan sinarnya; dia muncul dari sisi kanan gunung Merapi. Lansekap dari atas embung indah untuk dpotret. Barisan kabut tipis menutupi titik-titik tertentu, sementara dari atas pancaran sinar mentari mulai mencuat.
Berada di perbukitan menoreh, Banjaroya menyajikan pemandangan yang menarik sewaktu pagi. Kita dapat melihat leluasa bentangan alam yang tersaji. Bagi sebagian orang, membidik gambar kala pagi di Embung Banjaroya adalah hal yang benar-benar mengasyikkan. Terlebih ada tenda yang terpasang.
![]() |
Mentari mulai terlihat dari sisi timur |
“Jadi tenda ini buat foto ala-ala? Kan semalam yang menginap di sini bukan kami?” Ujarku sembari tertawa.
“Kalian sih nggak mau tidur di sini,” Sahut salah satu di antara warga.
Seperti yang aku bilang sejak awal, sejatinya kami sudah disiapkan tenda untuk menginap. Berhubung tenda hanya satu, dan ada teman cewek yang ikut. Kami lantas menangguhkan, dan teman-teman Mas Madun yang tidur di sini. Daerah Banjaroya kalau tengah malam sampai pagi cukup dingin.
Lagi-lagi aku harus berpacu dengan waktu mengabadikan sunrise. Kulihat Hanif sibuk mempersiapkan drone, Aqied dan Aji mengamankan stok foto untuk media sosial, khususnya momen Ramadan nanti. Sebuah kain lurik yang dijual Aji dan Hanif terbentang. Mereka berdua bisnis kain lurik.
Pagi di tempat tinggi memang menyenangkan. Udara bersih melimpah, hawa dingin terasa, dan pemandangan indah tersaji. Aku masih asyik menikmati segalanya. Sesekali memandang nun jauh di bawah. Perumahan warga yang tertutup kabut tipis.
Cahaya mentari masih teduh, kami bergegas memotret sebanyak-banyaknya. Termasuk Aqied, dia sudah membawa kain panjang. Bergantian dengan Aji, mereka berdua sibuk memotret. Kala mentari agak meninggi, mulai berdatangan muda-mudi setempat. Mereka menjadikan embung sebagai tempat untuk jogging.
![]() |
Sinar mentari kala pagi masih cukup bagus diabadikan |
Saking fokus memotret mentari pagi, aku bahkan sampai lupa mengabadikan embung. Aku baru teringat kala sudah pulang ke Jogja, nyatanya hanya beberapa foto embung yang kuabadikan. Itupun tidak ada yang utuh, hanya beberapa bagian saja.
Pada tulisan prasasti tulisan di sini bukanlah embung, tapi waduk. Maknanya sama antara embung dan waduk. “Waduk Mini Banjaroya” itulah yang terpampang di prasasti yang diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono X pada tanggal 28 Februari 2014.
Embung mini Banjaroya diisi dengan benih-benih ikan. Aku sempat melihat banyak ikan berukuran sedang di sini. Entah, ikan-ikan ini dipanen atau bagaimana nantinya kalau sudah besar. Menariknya lagi, menjelang siang tempat ini menjadi salah satu tujuan wisata keluarga. Banyak wisatawan lokal yang bermain di sekitaran embung.
Wisatawan yang mengajak anak kecil dapat melakukan aktivitas memberi makan ikan. Tepat di depan tangga naik, terdapat warga yang menjual pelet (makanan ikan). Satu bungkus pellet dijual dengan harga 2000 rupiah. Tentu hal ini membuat anak-anak kecil semangat saat bermain.
![]() |
Salah satu sisi Waduk Mini Banjaroya |
Menarik memang dengan adanya embung. Kala pagi bisa digunakan warga sekitar bersantai atau jogging, saat menjelang siang sampai sore menjadi tujuan wisata keluarga yang ingin bermain dengan anaknya. Kala fajar seperti yang aku lakukan, kami bisa memotret sunrise. Menurutku, embung Banjaroya menjadi salah satu embung yang cukup ramai dikunjungi wisatawan.
Puas memotret mentari, kami bergegas menuju salah satu rumah warga. Di sana kami sudah disuguhi sarapan pagi. Menu sarapan khas desa menjadi memantik rasa lapar. Aku harus makan banyak, biar seharian ini kuat menjelajah beberapa destinasi yang berpotensi untuk kunjungan para wisatawan di desa wisata Banjaroya. *Waduk Mini Banjaroya; Minggu, 29 April 2018.