“Mereka menjadikan sepeda sebagai pilihan untuk berolahraga dan menyesapi keindahan alam. Sepeda yang mereka pakai kebanyakan adalah sepeda gunung – Kutipan Buku Jelajah Sepeda Kompas; Melihat Indonesia dari Sepeda.”
Sebuah postingan di grup eNTe Jogja tengah pekan kemarin menggerakkan niatku untuk ikut gabung bersepeda akhir pekan. Sebuah komentar kusisipkan di bawah postingan tersebut, respon dari teman-teman eNTe pun tak kalah ramai, penuh kehangatan. Kulingkari hari minggu depan untuk bersepeda menuju destinasi yang ada di Kulon Progo; Curug Goa Kebon yang berlokasi di Krembangan, Panjatan, Kulon Progo.
Menjelang subuh, aku bergegas mengenakan kaos warna putih. Rencananya pagi ini aku akan berkumpul dengan teman-teman eNTe di KM Nol. Mendadak aku kebingungan, ban belakang ternyata kempes. Aku memeriksa ban, alhasil ban tersebut bocor. Kusambar hp dan mengabari salah satu senior eNTe kalau aku batal ikut bersepeda. Mungkin sedang kurang beruntung, selama aku mempunyai sepeda sejak tahun 2012, baru kali ini ban sepedaku bocor. Kulihat jam dinding sudah pukul 06.15 WIB, aku menuntun sepeda menuju jalan Solo seraya berharap ada tambal ban yang sudah buka. Beruntungnya dekat Sungai Gajah Wong (samping Museum Afandi), tambal ban baru buka. Bergegas bapak tersebut mulai membuka ban sepedaku.
![]() |
Di tambal ban dekat Kali Gajah Wong |
Lebih dari 15 menit aku menunggu seraya berbicang santai, sampai akhirnya ban sepedaku sudah ditambal. Kulirik jam tangan menunjukkan pukul 06.45 WIB. Aku sedikit lebih cepat mengayuh pedal sepeda menuju Kulon Progo. Harapanku kali ini adalah bertemu dengan salah satu rombongan eNTe yang menuju tempat sama. Sayangnya sampai masuk Kulon Progo tak kutemui kawan eNTe yang searah. Aku bertemu dengan mas Widi (eNTe) yang balik ke arah Jogja. Bermodalkan arahan di FB, aku mencari jalan menuju Curug Goa Kebon Panjatan. Rutenya pun cukup mudah; dari arah Jogja, aku sampai di pertigaan Pensil Kulon Progo, jalan lurus sampai bertemu dengan pertigaan yang arah kanan ke kota dan arah serong kiri ke Purworejo. Ambil arah Purworejo sekitar 50 meter ada pertigaan belok kiri melintasi pematang sawah dengan jalan yang mulus. Jalanan ini cukup menyenangkan, karena aku tidak berpapasan atau disalip kendaraan roda empat. Sesekali aku bertanya pada warga setempat mengenai lokasi curug tersebut.
![]() |
Jalan panjang area Panjatan, Kulon Progo |
“Ikuti jalan besar ini terus mas. Nanti ada tanjakan naik terus. Pokoknya ikuti arah jalan yang paling besar, sampai nanti ada turunan. Lah tepat di penghabisan turunan itu ada belokan ke kiri (jalan besar) nanti ambil yang lurus. Di sana ada plangnya,” Terang bapak-bapak yang ada di pematang sawah.
Jalan relatif bagus, dan benar saja ada tanjakan yang lumayan menjadi bonus kala sudah mendekati area curug. Selepas itu pun turunan, aku menekan rem agar laju sepeda tidak kencang seraya menoleh arah kanan jalan mencari plang. Tidak jauh setelah turunan terdapat plang petunjuk menuju goa. Kuikuti jalan tanjakan kecil tersebut, sampai di depan rumah warga; terdapat portal kecil terbuat dari bambu. Aku minta ijin masuk membawa sepeda, kukayuh sepeda sampai di dekat curug. Di sana sudah ada rombongan dari Kulon Progo yang juga menunggu eNTe, kalau tidak salah dari Panic Kulon Progo.
Sambil menunggu rombongan, aku mengabadikan curug Goa Kebon. Sayangnya curug musiman ini airnya tidak banyak, sehingga lebih terlihat sebagai goa daripada sebuah curug. Ya bisa jadi penamaan Curug Goa Kebon ini karena aliran air tersebut menghempas tepat di bawah goa kecil. Biarpun airnya tidak melimpah, tetap saja aku bisa bermain air di sekitar sini. Di depan goa terdapat kubangan air sedalam pinggang, dan tepat di depan goa curahan air dari atas pun mengguyur walau tidak deras. Kususuri area atas yang berbentuk seperti kolam bertingkat, sedangkan di bawah adalah aliran air sungai. Rata-rata di Kulon Progo curugnya adalah curug musiman. Sehingga jika kita ke sini tidak pada saat musim hujan, maka alirannya tidak akan banyak. Untuk kawasannya pun mulai dikelola oleh warga setempat, terdapat tempat parkir sepeda motor, dan di dekat curug terdapat kursi-kursi yang terbuat dari papan.

![]() |
Debit air di Curug Goan Kebon sudah sedikit |
Teman-teman eNTe yang kami tunggu mulai berdatangan, hilir mudik para pesepeda yang mencintai tanjakan pun melibas tanjakan sebuah tanjakan yang curam walau tidak terlalu panjang. Jalanan cor semen tersebut menjadi favorit para anggota eNTe. Mereka pun antri melibas tanjakan tersebut. Aku sendiri yang datang lebih awal tidak punya nyali untuk melibasnya, melihat saja lututku sudah bergoyang. Cukuplah sepedaku terparkir di bawah, dan aku mengabadikan tiap aksi mereka. Benar-benar pecinta tanjakan, banyak di antara mereka tidak hanya menanjak satu kali, bahkan ada yang kurang puas. Mereka berkali-kali melibas tanjakan tersebut. Itu kaki mereknya apa ya? Puas melibas tanjakan, para teman-teman eNTe berkumpul di dekat curug. Sebuah banner besar diikat pada dua pohon. Sebuah tulisan “Satu Sepeda Seribu Saudara” terpampang jelas. Keriuhan para pesepeda berlanjut. Kali ini ada semacam kuis yang berhadiah topi eNTe, ahhh sayangnya aku nggak bisa jawah satupun dari pertanyaan yang ditanyakan. Siapa tahu besok-besok dikasih topi gratis *eh.

![]() |
Teman-teman eNTe emang jos!! |
Aku berbaur bersama seluruh pesepeda, jujur saja ini kali ketiga aku ikut bersepeda dengan teman-teman eNTe. Tapi yang kedua sebelumnya tidak sebanyak ini, hanya dengan beberapa anggota saja; pada saat menuju Puncak Widosaridan Pantai Ngunggah. Kali ini hampir sebagian besar anggota eNTe hadir, menurut om Jonet ada 55 pesepeda yang ikut, ini artinya ada lebih dari 60 sepeda jika digabung dengan aku dan teman dari Panic. Ketika acara bebas, aku penasaran dengan kedalaman goa tersebut. Menurut warga setempat yang aku tanyai, goanya tidak dalam. Bergegas aku masuk ke dalam goa, benar saja goanya tidak dalam. Hanya sekitar 1.5 meter saja, itu pun sebagian tertutup olehStalakmit/Stalaktit.
Di dalam goa ini terdapat endapan bebatuan yang tinggi. Aku tidak tahu apakah ini Stalaktit atau Stalakmit karena antara dasar bawah dan atas sudah menyambung. Goa ini tidak tinggi, jadi aku harus agak membungkuk ketika di dalamnya. Sementara di dinding-dinding atas lainnya terlihat Stalaktit yang meruncing ke bawah, disela-selanya air menetes ke bawah. Pemandangan yang indah walau tidak besar. Endapan Stalaktit dan Stalakmit menyerupai patung. Sebuah mahakarya yang diciptakan oleh alam. Aku berharap di dalam sini tidak akan ada coretan tangan-tangan jahil para pengunjung. Karena di bagian luar, terdapat coretan yang mencolok.

![]() |
Pemandangan dari dalam goa |
Masih dari dalam goa, aku mengamati sekelilingku. Sesekali harus menghindar dari tetesan air yang tepat mengenai kamera. Di depan goa berjejeran anak-anak yang menikmati libur di curug ini, curahan air yang sedikit ini tidak mengurangi keriangan mereka. Bahkan sebagian malah sengaja menyiramkan air pada temannya yang tidak ingin berbasah-basahan. Lucu juga melihat tingkah mereka.
“Mas aku difoto ya. Sekali saja,” Salah satu di antara mereka berteriak ke arahku.
“Iya mas! Iya mas!” Sahut yang lainnya.
Raut wajah mereka yang riang tak mampu membuatku menolak. Kubidik mereka dari dalam goa. Mereka asyik menikmati guyuran air yang tidak seberapa, namun sangat antusias. Celotehan mereka membuatku tersenyum sendiri. Selain mengabadikan mereka, aku juga sudah terlebih dulu mengabadikan diri saat masih sepi. Aku sengaja berdiri di depan goad an mengatur setelan kamera.

![]() |
Main air walau hanya sedikit curahannya |
Bagaimana dengan teman-teman eNTe? Mereka pun sangat antusias. Kebersamaan inilah yang membuat mereka menjadi lebih kompak dan lebih erat. Sebelum berpisah dan melanjutkan berbagai tujuan perjalanan selanjutnya, kami pun berfoto bareng. Untung aku membawa tripod kecil, sehingga aku bisa mengabadikan bersama. Kami berkumpul di tanah lapang depan goa, lalu membentuk barisan dan mengabadikan diri. Banner di belakang tertutup oleh kami, tapi dua bendera yang dibawa terbentang tanpa ada penghalang.
![]() |
Foto bareng Komunitas eNTe Jogja |
Selesai berfoto, aku meminta ijin pulang terlebih dahulu. Rombongan berpisah di sini, ada yang melanjutkan sepeda ke destinasi lainnya, ada yang pulang menyusuri jalan Srandakan, dan aku sendiri menyusuri jalan Wates. Jalan yang tadi aku lewati saat menuju Curug Goa Kebn. Untuk diketahui saja, jika ingin berkunjung ke curug ini, lebih baik kalian memastikan debit airnya. Debit air akan melimpah jika hujan berturut-turut di sini, jika tidak; kalian akan seperti kami. Walau tidak ada debit air yang melimpah, kalian tetap bisa menikmati keindahan Stalaktit dan Stalakmit di dalamnya. Terima kasih untuk teman-teman eNTe yang sudah memperbolehkan aku bergabung, semoga kalau ada acara sepedaan lagi aku disenggol. *Bersepeda menuju Curug Goa Kebon ini pada hari Minggu, 31 Januari 2016 bareng Komunitas eNTe Jogja.
Baca juga perjalanan lainnya