Quantcast
Channel: Nasirullah Sitam
Viewing all articles
Browse latest Browse all 749

Bersepeda Menuju Spot Foto Pohon Kelapa di Moyudan

$
0
0
Spot Foto Sepeda di Moyudan
Spot Foto Sepeda di Moyudan

Ketukan pintu kamar kos membuatku terjaga. Pagi ini aku sudah ada janji bersepeda bareng Ardian dan Yugo untuk kulineran di Kalibawang. Dua kawan sudah berada di depan pintu, mereka paham jika aku bangun siang. Bergegas aku mencuci muka, lantas mempersiapkan diri bersepeda. 

Sebelumnya, sebuah pesan dari kawan kuterima. Kulihat dua kawan sedang menungguku di Tugu Jogja. Terdapat tulisan “kami tunggu di Tugu”, sayangnya aku tak merespon. Mereka lantas menggerebek kosanku. Aku terkekek sembari meminta maaf karena tertidur. 

Seminggu yang lalu, kami sudah menyepakati untuk mencari sarapan di Warung Kuliner Mangut dan Sidat Goreng Bu Sriwanto di Kalibawang. Agenda bersepeda bareng ini lumayan rutin satu bulan terakhir, tiap akhir pekan sudah ada rencana destinasi tujuan. 

Melintasi jalan Godean, genangan air masih tertinggal. Dinihari tadi hujan cukup deras, membuatku terlelap tidur. Di sini, aku berjumpa dengan banyak pesepeda. Ada yang searah, ataupun berbeda arah. Minggu pagi memang waktu yang tepat untuk bersepeda. 

Tak kubawa gawai ataupun dompet. Hanya kusesapkan beberapa lembar uang untuk nanti sarapan. Sedari tadi aku fokus mengambil rekaman menggunakan Gopro. Sebelum melintasi pertigaan ke arah jalan Gedongan, Ardian memberi kode agar kami belok kanan, masuk jalan agak kecil. 
Teman-teman pesepeda bersiap mengabadikan diri bersama sepeda
Teman-teman pesepeda bersiap mengabadikan diri bersama sepeda

Jalan ini tersemat gapura di dekat jalan besar. Selokan kecil kami lintasi, terdapat spanduk melekat di sisi jalan. Seperti biasa, spanduk tersebut adalah pasangan calon bupati yang hendak menyemarakkan pemilihan bupati Sleman. 

Aku mengekor sembari merekam aktivitas bersepeda. Hingga kulihat pemandangan tidak asing. Jalur yang setiap sisi berjejer pohon kelapa ini familiar bagiku. Ini adalah spot foto para pesepeda di Jogja. Tidak sedikit para pesepeda blusukan ke sini untuk berfoto. 

“Inikan spot yang viral di Instagram,” Celetukku. 

Kedua kawanku sudah menepikan sepedanya. Suasana pagi ini masih sepi, ditambah hawa sejuk yang menyenangkan. Aku sedikit menyesal karena tidak membawa gawai ataupun kamera mirrorless, sehingga memanfaatkan gopro untuk memotret. 

Mengabadikan pemandangan menggunakan kamera gopro memang rasanya kurang puas. Tetapi, demi konten blog, aku harus memaksimalkan seadanya. Sayang rasanya sudah ke sini tapi tidak menuliskan cerita bersepeda. Apalagi, tempat ini populer di kalangan pesepeda Jogja. 
Jalanan cukup lengang adan panjang
Jalanan cukup lengang adan panjang

Moyudan dan sekitarnya memang terkenal masih banyak lahan persawahan. Hal ini pula yang membuat para pesepeda gemar memilih rute barat kala musim tanam padi. Setidaknya, hampir di semua tempat bakal ada pemandangan hijau, sehingga menimbulkan kesan sejuk kala difoto. 

Di sini pula para pecinta foto menjadikan jalur yang dipenuhi pohon kelapa menjadi spot foto para pesepeda. Jalan lurus panjang dan cukup lengang ini memang pas untuk berfoto, khususnya mereka yang membawa lensa lebar. 

Sebagian orang menyebutnya tempat ini adalah “Spot Foto Pohon Kelapa Moyudan”. Para pesepeda berkali-kali menandai akun sepedaku kala mereka berfoto di spot tersebut. Sedari dulu, aku sudah mempunyai keinginan untuk menyambanginya. 

Yugo menyandarkan sepeda di salah satu pohon kelapa. Dia memotret sepeda dengan latar belakang hamparan sawah. Aku terkekek melihatnya. Biasanya, orang-orang ke sini berfoto di tengah jalan dengan latar pohon kelapa menjulang tinggi, dia malah memilih hamparan sawah. 

Spot foto ini cukup panjang, kita bisa berhenti di sudut mana saja untuk mengabadikan foto. Suara gemericik air mengalir pada selokan. Sebagian air ini dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai irigasi persawahan. 
Berfoto di spot foto pohon kelapa Moyudan
Berfoto di spot foto pohon kelapa Moyudan

Ardian berceletuk jika aliran air ini bisa diberdayakan masyarakat untuk tubing. Akupun membayangkan jika tempat ini dikonsep menjadi bagian dari desa wisata tentu bisa diberdayakan lebih maksimal. 

Selokan di sini memang mengalir deras airnya. Mungkin di masa kemarau debit air berkurang. Pada titik-titik tertentu juga tertutup dengan jembatan kecil untuk akses jalan. Kami bertiga secara bergantian memotret bersama sepeda. 

Waktu pagi, kita bisa bersua dengan masyarakat setempat yang berangkat ke sawah. Seperti pagi ini, aku sempat menyapa warga setempat yang mengayuh sepeda ontel. Awalnya aku mengira seorang bapak-bapak, pas aku sapa ternyata beliau perempuan. 

Puas mengabadikan diri bersama sepeda, kami menyusuri jalur ini. Nyatanya memang panjang. Hampir satu kilometer jalanan di sini dipenuhi pepohonan kelapa dengan jalur beraspal mulus. Hingga pada bagian tertentu, jalanan berubah menjadi cor dua tapak. 

Jalanan yang tidak beraspal ini pemandangannya masih sama. Justru menurutku jalan ini yang bagus untuk diabadikan. Di sela-sela perjalanan, kulihat para petani sedang membersihkan area irigasi, ada juga yang duduk santai di tepi jalan. 
Menyusuri jalan cor dua tapak
Menyusuri jalan cor dua tapak

Sepeda-sepeda yang beliau gunakan terparkir di tepian jalan. Sebuah pemandangan yang biasa kala melihat sepeda ontel tersandar di pohon kelapa atau terparkir di tepian jalan tanpa bertuan. Jika kumpulan bapak petani dekat dengan jalan, sebisa mungkin aku menyapa. 

Jalan ini menyambungkan ke jalan Gedongan. Di sudut ini, ada empat pesepeda sedang asyik berfoto. Hamparan sawah memang menjadi spot foto bagus untuk sepeda. Akupun pernah memotret persawahan di Kulon Progo yang saat itu viral. 

Seperti di tempat awal berfoto, kami kembali berhenti. Kali ini fotonya benar-benar di haparan sawah nan luas. Cuaca cerah menjadikan tempat ini bagus difoto, terlebih jalanan cor terlihat unik untuk diabadikan. 

Di Jogja, spot seperti apapun bisa ramai dan viral dengan cepat. Keberadaan para pesepeda dan masifnya mereka memosting di media sosial menjadi salah satu alasan utama. Bagaimana tidak, hampir tiap akhir pekan, lonjakan pesepeda meroket di jalanan. 

Dua kawan silih berganti memotret, aku sendiri sudah meniatkan untuk mengambil vlog. Blusukan di sekitaran Moyudan ini memang sudah direncanakan Ardian, dia sengaja menghabiskan waktu sembari menunggu warung kuliner buka. 
Kembali berfoto di hamparan sawah Moyudan
Kembali berfoto di hamparan sawah Moyudan

“Warungnya masih jauh?” Tanyaku memecah kesunyian. 

“Kayaknya 6 kilometer lagi,” Jawab Ardian penuh yakin. 

Kami kembali mengayuh pedal sepeda. Beruntung hari ini Yugo menaiki sepeda MTB, sehingga ritme bersepeda lebih santai. Misalkan kedua kawan menggunakan sepeda gravel, sudah sedari tadi aku terpontang-panting mengikuti ritmenya. 

Waktunya kulineran, perjalanan kami lanjutkan. Seingatku, rute yang kami lalui melintasi Buk Renteng Moyudan. Lalu menyeberangi Jembatan Gantung Duwet, sebelumya sempat melintas di perbatasan Jawa Tengah – Jogja. 

Rasanya, jarak enam kilometer yang disampaikan Ardian itu setengahnya saja. Aku dan Yugo sedikit mengumpat sembari tertawa. Yah, begitulah sepedaan akhir pekan. Berangkat gembira, berfoto demi konten, serta pulang malas karena panas. 

Untuk kalian yang suka bersepeda, khususnya di Jogja ataupun di manapun. Mulai dari sekarang, mari kita ikuti peraturan di jalan. Jangan menerobos lampu merah agar tidak membahayakan diri sendiri maupun pengguna jalan yang lainnya, serta tetap semangat bersepeda. *Moyudan, 25 Oktober 2020.

*****

Berfoto di Jejeran Pohon Kelapa Moyudan
Berfoto di Jejeran Pohon Kelapa Moyudan

Dua minggu berselang, aku kembali melintasi jalur viral pepohonan kelapa di Moyudan. Minggu ini jauh lebih ramai, bahkan menurutku terlalu ramai. Berbagai rombongan pesepeda berdatangan, mereka saling berfoto di tengah jalan.

Beruntungnya, kali ini Ardian membawa kamera, sehingga kami dapat mengabadikan diri di jalur yang viral. Hanya saja, kami sengja foto di jalanan cor dua tapak agar lebih sepi. Di sini, pesepeda tak seramai seperti di jalanan aspal.

Lepas berfoto, kami langsung melanjutkan perjalanan. Seperti dua minggu yang lalu, kami hendak kulineran di sekitaran Kulon Progo. Niat awal ingin ke Mak Engking, tapi kami batalkan karena buka pukul 10.00 WIB. Hingga akhirnya kami menikmati Sate Mbah Margo di Nanggulan.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 749

Trending Articles