Landmark Pantai di Padang |
Rencana awal hanya tidur sesaat, lantas bangun pagi dan salat subuh di Masjid Agung Sumatera Barat. Sayang, hingga sudah pagi, aku masih terlelap dalam mimpi. Hingga suara telepon mengusik tidurku.
“Sudah bangun mas? Ayo main ke pantai. Saya sudah di depan hotel.”
Bak tersengat bara api putung rokok, aku bergegas bangun, salat, dan turun menuju lobi hotel. Bang Edwin yang berasal dari Dharmasraya sedang ada dinas di Padang. Sebelum disibukkan aktivitas masing-masing, kami sepakat menikmati pagi menyusuri destinasi wisata yang dekat kota.
Tidak banyak waktu luang pagi ini. Aku dan Bang Edwin memesan transportasi daring menuju pantai Padang. Sebenarnya pantai ini bisa kami datangi jalan kaki. Namun, tenaga belum sepenuhnya bugar, kami putuskan naik kendaraan.
Bank Indonesia Sumatera Barat kala pagi |
Sesekali Bang Edwin menanyakan destinasi-destinasi yang nantinya aku kunjungi. Aku masih buta tujuan. Intinya sampai sore di Kota Padang, aku tidak ingin mengejar jumlah destinasi kunjungan. Bahkan, hanya duduk santai seharian di hotel pun tak masalah.
Cuaca memang sedang kurang bersahabat. Awan tebal menyelimuti Kota Padang. Semalam, ketika masih penerbangan. Dari kaca jendela terlihat jika hujan mengguyur. Hingga ketika aku sampai di pantai, tidak ada keinginan untuk memotret banyak. Cukup menikmati suasana pagi di pantai.
Sepanjang sisi kiri jalan, bentangan pantai memanjang. Pasir pantai tidaklah putih, cenderung sedikit gelap. Mengingatkanku seperti pasir di Pantai Parangtritis, hanya saja tidak sepekat di sana. Ombak tak tinggi, cukup menyenangkan dan tampak teduh.
Pemecak gelombang di pantai padang, Sumatera Barat |
Tiap jarak antara seratus meteran, selalu ada semacam tanggul pemecah ombak memanjang ke pantai. Sekilas malah seperti barisan dermaga yang terbuat dari susunan bebatuan. Pemecah gelombang seperti ini biasanya malah digunakan sebagai tempat untuk memancing.
Kupandang bentangan samudera, terlihat beberapa pulau sedikit samar. Aku tidak bisa memastikan pulau-pulau yang tampak tersebut namanya apa. Namun, memang seperti berbaris pulau walau jaraknya berjauhan.
Masih pagi, tak banyak orang yang bermain air. Bahkan aku sendiri belum melihat ada orang-orang berlarian di pasir. Hanya sesekali warga setempat membersihkan pantai. Menurut Bang Edwin, pengunjung bakal ramai ketika siang hingga sore.
Berbeda dengan pemandangan yang ada di trotoar. Jalur pedestrian ini cukup ramai. Banyak orang yang berlalu-lalang olahraga pagi. Mereka jogging bersama kawan atau saudara. Beberapa kali kami berpapasan dengan orang-orang tua yang menyempatkan waktu berolahraga.
Jalur pejalan kaki yang luas |
“Seberang jembatan sana ada Monumen, mas. Kita jalan kaki ke sana,” Terang Bang Edwin.
Sepertinya monument ini yang Bang Edwin tanyakan ke pengendara transportasi daring sewaktu kami di mobil. Aku tidak tahu obrolan secara jelas, intinya tadi pengendara mengatakan Monumen Merpati Perdamaian dan taman.
Taman Muaro Lasak dan Monumen Merpati Perdamaian
Kami jalan kaki melintasi jembatan, di bawahnya aliran sepertinya membelah kota Padang. Tepat di ujung jembatan tersebut sebuah taman kecil berada. Tulisan “Taman Muaro Lasak” berwarna merah berkombinasi dengan kuning. Cukup bagus untuk sekadar duduk santai.
Ditilik dari berbagai informasi, taman ini dibuat pada akhir tahun 2013 oleh pemerintah Kota Padang. Taman ini makin lengkap dengan adanya bangunan Monumen Merpati Perdamaian yang diresmikan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 12 April 2016.
Siluet Monumen Merpati Perdamaian di Pantai Padang |
Sedikit informasi yang bisa aku dapatkan dari prasasti Monumen Merpati Perdamaian. Burung Merpati melambangkan kedamaian. Ini berlaku di dunia. Origami sendiri adalah seni melipat yang dilakukan tiap tahapan agar menghasilkan karya indah.
Dari kedua keterangan tersebut, disebutkan bahwa makna simbol Monumen Merpati Perdamaian adalah perdamaian harus dijaga sampai akhir hayat. Kita harus bersama-sama menjaga perdamaian.
Menariknya, di sini juga ada prasasti revitalisasi monumen merpati perdamaian. Prasasti ini diresmikan oleh Angkatan Laut Indonesia. Tak pelak, pada bagian akhir prasasti monumen merpati perdamaian terdapat tulisan “Angkatan Laut selalu siap bersatu dan bekerjasama untuk menjaga perdamaian dunia.”
Jalesveva Jayamahe! Tentu kita familiar dengan seruan yang sering diteriakkan Angkatan Laut Indonesia. Semboyan itu juga tertera pada prasasti revitalisasi. Aku melihat sekeliling, mengamati pengunjung yang beraktivitas.
Monumen Merpati Perdamaian Muaro Lasak, Padang |
Silih berganti pengunjung datang dan pergi. Mulai dari rombongan keluarga hingga muda-mudi. Aku menyusuri sedikit pantai, terdapat lapak-lapak jualan yang masih tutup. Terpal warung menyatu dengan tumpukan kursi. Ada juga payung-payung pantai yang belum terpasang.
Sepanjang pantai cukup rindang. Pohon-pohon waru laut menjadi peneduh tepian pantai. Di bawahnya banyak kios yang masih tutup. Pantai Padang ini berubah menjadi ramai kala sore hari. Banyak kuliner laut yang bisa kita nikmati di sini.
Ada pemandangan yang menarik selama di sini. Banyak orang yang berada di pantai. Mereka membersihkan sampah-sampah laut yang terkirim dari seberang. Tumpukan sampah di berbagai titik. Sampah didominasi batang-batang kayu dan plastik.
Petugas pantai membersihkan sampah dari laut |
Awalnya aku mengira mereka adalah warga setempat. Orang-orang yang tiap hari berjualan di pantai. Ternyata mereka memang petugas kebersihan pantai dari Kota Padang. Sampah yang berserakan di pantai mereka angkut ke mobil.
Sampah laut memang menjadi permasalahan di seluruh destinasi wisata di Indonesia, terkhusus lagi wilayah pantai. Hingga sekarang, sampah-sampah tetap banyak berdatangan. Sebagai tujuan destinasi wisata, pengelola Pantai Padang dituntut untuk membersihkan setiap saat.
Banyak tempat, khususnya pantai yang aku kunjungi. Ini menjadi permasalahan yang serius. Sampah tersebar di setiap penjuru. Tanpa terkecuali di Karimunjawa. Semoga ke depannya, kita bisa mengatasi sampah bersama-sama.
Sebelumnya, aku menyempatkan diri berfoto pada tulisan “Padang” di ujung pantai. Tulisan ini menjadi spot foto para wisatawan. Ada yang terpikirkan dalam benakku. Kenapa hampir setiap tempat sekarang banyak memunculkan tulisan besar?
Kunjungan ke Padang, Sumatera Barat |
Sudahlah, mungkin suatu saat ada jawaban yang bisa membuatku paham terkait tulisan-tulisan besar. Aku terus melangkah, mengikuti tapak-tapak kaki para pejalan di tepian pantai. Sayup-sayup terdengar kata kuliner “Sala Lauak.” Makanan apa itu? Sepertinya menarik! *Pantai Padang Sumatera Barat; 24 Oktober 2018