Quantcast
Channel: Nasirullah Sitam
Viewing all articles
Browse latest Browse all 749

Hamparan Sawah di Yogyakarta, Rute Asyik untuk Bersepeda

$
0
0
Jalan di tengah-tengah persawahan yang hits di Nanggulan
Jalan di tengah-tengah persawahan yang hits di Nanggulan

Di kala hamparan sawah mulai berganti dengan bangunan menjulang tinggi, warna hijau berubah pudar kusamnya tembok. Atau hamparan sawah menjadi spot foto ala-ala demi memuaskan hasrat untuk berswafoto dengan segala modifikasinya. Sesungguhnya kita tetap merindukan semilirnya angin di tengah-tengah persawahan yang mulai menghijau. 

Pemandangan sederhana tanpa tertutup sekatan batang kayu melintang bertuliskan “jomlo” atau “hamparan sawah cinta” dan lainnya. Cukuplah padi, irigasi, jalan setapak, jalan cor, petani, sepeda tua, dan pohon-pohon peneduh yang kami pandang. Itulah keindahan yang ingin terus aku pandang. 

Ini pula yang membuat aku tetap bersemangat menyempatkan akhir pekan bersepeda. Seperti yang aku lakukan bersama Pesepeda Jogja Gowes, menyusuri sudut lain Jogja yang masih menawarkan pemandangan sawah dan perbukitan Menoreh. Kulon Progo menjadi salah satu tempat yang sawahnya luas, asyik untuk disusuri. 
Para peserta yang ikut survei rute kopdar
Para peserta yang ikut survei rute kopdar

“Nanti lokasi fotonya di sini. Kalau beriringan naik sepedanya bakal bagus diabadikan,” Terang Pak Heru, salah satu fotografer senior yang sering memotret aktivitas bersepeda. 

Beliau menenteng kamera, mengabadikan teman lain yang mengayuh pedal. Aku sendiri menguntit beliau dari belakang, belajar mengambil gambar dari sudut yang mirip. Dirasa cukup, kembali kameranya dimasukkan ke dalam tas yang ada di-pannier sepeda bagian belakang. 

Secara garis besar, rute yang kami lewati itu Nol KM, Wirobrajan, Museum Suharto, Moyudan, Kenteng, Patung Sapi - berakhir di Geblek Pari. Rute beragam, jalan besar nan ramai, melintasi rel kereta api, Museum Soeharto, jalan kampung, dan tentunya hamparan sawah. 

Tujuan bersepeda memang hanya ingin berfoto-foto di lahan hijau. Nanggulan, sebuah kecamatan di Kulon Progo menjadi lokasi tujuan. Setiap melihat hamparan sawah, kami berhenti. Menatap penuh makna, sesekali menyuruh beberapa pesepeda untuk naik sepeda dan kami mengabadikan. 
Sudut lain di pematang sawah
Sudut lain di pematang sawah

Titik yang dipilih untuk berfoto sudah jelas hamparan sawah. Aktivitas pesepeda beriringan menjadi pose yang paling umum diambil. Aku mengayuh pedal sepeda, mengikuti rombongan yang sudah di depan. Sesekali tertawa melihat teman fotografer yang mengendarai motor seraya membidik. Hati kecil berdoa agar nanti ada fotoku yang terabadikan. 

Musim tanam sudah berlangsung beberapa minggu lalu, yang terlihat hamparan sawah adalah hijau; tanda padi tumbuh dengan subur. Jauh di sana sebagian petani sudah datang lebih awal, memupuk, membersihkan parit, atau sekadar berbincang dengan tetangga di tepian jalan. 

Ada pula warga yang menyempatkan waktu akhir pekan untuk bersantai. Mereka juga berolahraga melepas bosan dengan bersepeda. Seringkali kujumpai petani sedang naik sepeda menuju sawah, di belakangnya terdapat cangkul atau sabit. Tidak ketinggalan topi khas dari anyaman bambu. 
Penduduk setempat sedang menuju sawah
Penduduk setempat sedang menuju sawah
Sepeda menjadi alat transportasi sehari-hari
Sepeda menjadi alat transportasi sehari-hari

Suasana tenang membuat aku betah berlama-lama berhenti, menikmati bau tanah yang masih sedikit lembab. Semalam hujan mengguyur sangat deras, bahkan menjelang pagi masih terlihat rintikan halus. 

Tidak ada target sampai lokasi jam berapa. Sementara para rombongan sudah melintasi sawah, aku masih berhenti di tepian jalan. Melihat seorang kakek mengayuh sepeda melintasi jalan kecil. Jalan ini pula yang dilewati teman-teman saat mencari spot foto. Seingatku, jalan ini setelah pasar Kenteng nanti ada sawah dan jalan belok kiri. 

“Lewat sini atau mana?” Tanya Mas Yuda pada Febri. 

“Lurus!!” Teriak Febri sembari membidik teman-teman sepeda. 

Jalan tersebut pertigaan, belok kanan dan lurus. Mendengar teriakan Febri yang bilang lurus, sebagian rombongan yakin jika tidak belok. Febri masih memotret di pertigaan. Melihat rombongan di depan sudah mengayuh pedal agak jauh, dia kembali berteriak. 

“Lurus sini!!” Teriaknya ke arah jalan belok kiri. 

Aku tak kuasa menahan tawa. Teman-teman yang di belakang juga ikut tertawa. Ketika dia bilang lurus, pikirannya adalah searah parkir motornya, bukan arah sepeda kami datang. Mas Yuda & Mbah Kung Endi; duo pesepeda senior yang menaiki sepeda lipat harus putar balik. 

“Emang Febri itu sengaja usil. Masa Mbah Kung & Mas Yuda dikerjai suruh lurus!” 
Mbah Kung Endi dan Mas Yuda sedang berdiskusi menentukan rute kopdar, kami cukup motret saja
Mbah Kung Endi dan Mas Yuda sedang berdiskusi menentukan rute kopdar, kami cukup motret saja

Sudah lama aku bersepeda bareng Febri, dan pernah dikerjai lewat jalan yang tidak manusiawi. Kejadian itu setahun yang lalu, sepedaku harus melewati jalan seperti sungai kering. Satu-satunya cara melintasi hanya dengan memanggul sepeda. Kala itu sepulang dari Bukit Mojo Gumelem

Pilihan rute untuk kopdar hampir selesai. Dari pasar Kenteng harusnya tinggal belok kanan sampai di Geblek Pari. Namun rute dibuat blusukan lagi, rute terus lurus belok kiri dan mengikuti jalan sampai tembus ke Patung Sapi. Aku sudah tertinggal jauh dari rombongan di depan, kami putuskan untuk memotong jalan cepat menuju Patung Sapi dan belok kanan. 

Kombinasi hamparan sawah sisi kanan serta sungai kecil di sisi kiri menjadi pemandangan yang selaras. Gemericik aliran air selaras dengan embusan angin sepoi di tengah sawah. Terbentang luas sawah menghijau menyajikan keindahan yang alami. Keindahan yang memang dirindukan olehku. 
Di antara sungai dan sawah
Di antara sungai dan sawah

Ada kalanya perjalanan singkat sepedaan menyusuri sawah, melihat petani beraktivitas, menyaksikan burung-burung Bangau mengepakkan sayap mengikuti jalannya traktor yang membajak sawah adalah hal yang mengagumkan. Pemandangan yang langka di tempat yang menggeliat pembangunannya. 

Aku menikmati panasnya mentari yang mulai meninggi. Melintasi jalan kecil panjang di tengah-tengah sawah yang luas. Semoga tahun mendatang, hamparan sawah ini masih seperti sekarang. Membentang hijau tanpa tertutup papan-papan kecil bertuliskan destinasi digital. Melihat orang menuju sawah; memotret orang membajak, menanam padi. Bukan melihat barisan orang-orang mengabadikan diri menggunakan gawainya sendiri. *Kulon Progo; Minggu 24 Maret 2018.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 749

Trending Articles