![]() |
Candi Borobudur terlihat dari bukit Limasan |
Kucoba memijit kaki di sela-sela perjalanan menuju Punthuk Gupakan. Sesekali kulongokkan kepala mengingat jalur di sini. Di depan terlihat pertigaaan, belok kanan mengarahkan kita ke Mongkrong, jalan lurus ini mengarahkan ke Gupakan. Plang petunjuk arah membantu para pelancong yang takut tersesat.
Jalan kecil hanya bisa dilalui satu mobil. Rutenya juga meliuk-liuk khas perbukitan menoreh dari Magelang. Aku terus memijit kaki, lumayan capek setelah tadi bersepeda keliling desa wisata bersama rombongan. Bersepeda namun banyak istirahatnya membuatku malah terasa tenaga terkuras habis.
Mobil berhenti di tepi jalan. Tepatnya di depan Taman Kanak-kanak Kartika PGRI Giritengah. Ada banyak warga berkumpul, seperti menyambut kami. Kukira ini sudah sampai Punthuk Gupakan. Nyatanya tidak, kita tidak jadi menikmati sunset di sana. Namun kita diarahkan pada destinasi baru di Giritengah.
![]() |
Jalanan di perbukitan menoreh bagian Magelang |
“Kita ke Bukit Limasan. Tempat ini baru 1.5 bulan kami buat,” Ujar seorang lelaki sembari menyambut kami.
Aku belum sepenuhnya sadar. Kuikuti jalan setapak melintasi rumah warga. Belum ada satupun plang tulisan “Bukit Limasan” selama perjalanan. Jalan setapaknya juga masih basah. Cenderung licin jika menapakkan kaki tepat di tengah.
Sembari berjalan aku mengorek informasi dari pemandu lokal mengenai lelaki yang menyambut kami. Beliau adalah Pak Tijab; pemilik gamelan yang nantinya digunakan rombongan kami bermain. Beliau mengusulkan jika perubahan agenda yang harusnya ke Punthuk Gupakan menjadi ke Bukit Limasan.
![]() |
Pak Tijab, pengelola bukit Limasan |
Selain pemilik gamelan, beliau juga yang menjadi pentolan Bukit Limasan. Niatnya beliau ingin mempromosikan destinasi lain seperti Gupakan. Kami adalah rombongan pertama yang naik ke Bukit Limasan. Sebelumnya hanya anak-anak kecil dan warga yang berfoto.
Rombongan yang bersamaku sudah berbarengan menapaki jalan setapak. Aku berada di barisan paling belakang. Sengaja menyapa warga yang berkumpul di depan rumah. Mereka tampak antusias melihat rombongan kami. Terlebih sebagian rombongan adalah turis mancanegara. Aku meminta izin memotret salah satu rumah yang halamannya dilewati jalan.
Suasana alam seperti ini yang aku rindukan. Menyusuri jalan tanah merah, menyapa warga, dan melihat tali panjang yang dijadikan jemuran. Menghadap ke sisi lain tampak perbukitan menoreh menjulang tinggi. Mengirimkan pesan jika tempat ini pasti sering diselimuti kabut.
![]() |
Melintasi depan halaman rumah warga |
Sesampai di bukit Limasan, lokasinya benar-benar baru. Masih cukup tandus, bunga-bunga tertata belum sepenuhnya bagus. Pohon-pohon jati menjulang tinggi menjadi gardu pandang. Anak tangga seperti saling berkaitan di tiga gardu pandang. Tempat ini masih dalam tahap pembangunan. Belum sepenuhnya jadi, masih banyak hal yang harus dilengkapi.
Tak masalah bagiku, ini bukan kali pertama aku mengunjungi tempat baru dan belum dikenal banyak orang. Setidaknya, aku pernah mengunjungi tempat-tempat yang dulu tidak dikenal dan sekarang menjadi salah satu spot tujuan wisatawan lokal. Di antaranya Puncak Becici dan Jurang Tembelan.
Mendung menggelayut menyelimuti langit. Tidak tampak warna biru cerah, sepanjang mata memandang hanyalah awan tebal. Tiga gardu pandang dapat dinaiki maksimal 10 orang. Serta spot swafoto layaknya lokasi destinasi untuk Instagram. Dibuat bambu-bambu berfoto di tebing sebanyak dua titik.
![]() |
Bukit Limasan masih sedang tahap pembangunan |
Beruntunglah para rombongan antusias melihat pemandangan tersebut. Aku bisa bernafas lega, setidaknya melihat raut para rombongan sumringah membuatku santai. Satu hal yang kutakutkan sebelumnya adalah mereka tidak merasa senang karena agenda diubah.
“Itu Candi Borobudur!” Terang Pak Tijab penuh antusias.
Pemandangan yang menarik menurutku, Candi Borobudur terlihat jelas dan bagus dari atas bukit Limasan. Tak terhalang apapun. Berbeda ketika kita dari Punthuk Setumbu yang memperlihatkan candi sedikit samar. Nilai plus di Setumbu adalah sunrise-nya yang pada bulan akhir maret tepat di atas Candi Borobudur.
![]() |
Memotret candi Borobudur dari perbukitan |
Pemandu lokal yang membawa kami pun tak kalah sibuk menjelaskan pemandangan dari atas menggunakan Bahasa Inggris. Rata-rata wisawatan manca ini hanya bisa menyebutkan beberapa kata Bahasa Indonesia. Lagi-lagi aku bersyukur karena empat pemandu lokal cakap dalam berbahasa Inggris.
Pak Tijab terus berujar kalau dari sini bisa terlihat banyak gunung saat cerah. Sembari memutar badan serta menunjuk arah angin beliau berkata “Lawu, Merapi, Merbabu, Andong, Slamet, Telomoyo, Tidar, Sumbing, Sindoro, Prau, dan Genito.” Aku hanya diam mendengarkan, sesekali menuliskan dalam catatan.
Aku berusaha mencari informasi gunung atau bukit Genito di google. Nama tersebut merujuk pada salah satu desa di Magelang yang berada di kaki gunung Sumbing. Bisa jadi ada perbukitan di sana, dan warga sekitar menyebutnya dengan nama Gunung Genito.
Kutarik kesimpulan, lokasi bukit Limasan ini jauh lebih asyik untuk memotret sunrise. Hamparan luas menghadap timur membentang ke utara. Karena itulah candi Borobudur tampak megah dari sini. Jika sunset, mentari agak tertutup perbukitan menoreh. Selama di sini, aku memotret lanskap yang indah. Satu-satunya gunung yang terlihat saat mendung adalah Gunung Tidar.
![]() |
Lanskap dari atas bukit Limasan |
Setiap tempat yang berada di perbukitan dan disulap menjadi destinasi wisata identik dengan spot foto. Di bukit Limasan ada dua spot foto yang berlatarkan candi Borobudur. Spot seperti ini digandrungi para kawula muda. Teman rombongan silih berganti foto di tempat yang sama, tidak ketinggalan pemandu kami.
Tepat di tepian lahan bukit Limasan, terdapat sebuah petilasan. Tertera tulisan Ki Dipodrono. Konon beliau adalah pemilik lahan ini. Menurut Pak Tijab, Ki Dipodrono adalah orang kaya dan mempunyai lahan luas di perbukitan ini. Salah satunya adalah lahan yang dikelola secara pribadi untuk destinasi wisata.
Masih di bukit Limasan, aku mendengarkan pak Tijab bercerita panjang lebar. Bahkan rencana beliau untuk mementaskan gamelan kala peresmian tempat ini. Beliau sadar jika tempat ini masih banyak kekurangan. Sehingga beliau terus menggenjot pembangunan infrastuktur di sekitar bukit Limasan.

![]() |
Spot foto di bukit Limasan, Magelang |
Beliau menuturkan dalam waktu dekat ini rencananya dibangun di bukit Limasan adalah toilet, musola, dan dilanjut dengan beberapa homestay. Sebuah langkah yang patut diapresiasi, dan berharap warga sekitar mendapatkan berkah dengan adanya bukit Limasan. Minimal bisa jualan minuman/makanan di sekitar.
Sembari mendengarkan, sesekali aku menimpali agar beliau memasang plang petunjuk arah. Mungkin saja kehadiran plang petunjuk arah membuat wisatawan penasaran dan ingin berkunjung.
Sore semakin memperlihatkan mendung, sesekali petir menggelegar, sebuah kode untuk kami segera turun. Tak ada agenda sunsetandi Punthuk Gupakan, kami balik turun ke bawah dan memainkan gamelan di rumah pak Tijab. *Magelang, 17 Maret 2018.