Guyuran air terjun (Coban) Pelangi di Desa Gubugklakah, Poncokusumo, Kab. Malang |
Selama empat hari, aku dan rombongan travel blogger menyambangi Kabupaten Malang. Di sana sudah terencana mengunjungi empat desa wisata; Desa Wisata Gubugklakah, Desa Wisata Poncokusumo, Desa Wisata Sanankerto, dan Desa Wisata Pujon Kidul. Di antara empat desa wisata tersebut, yang paling berdekatan adalah Gubugklakah dan Poncokusumo.
Usai pulang dari tempat pemerahan Susu di Gubugklakah, kami kembali ke homestay milik Pak Ansyori. Jum’at pagi di sini sangat menyenangkan. Suasana kehidupan ala kawasan Santri begitu kental. Berkali-kali kami bertemu dengan para santri yang sedang beraktifitas. Selain itu, pemandangan Jeep berlalu-lalang pun menjadi pemandangan yang biasa.
“Agenda selanjutnya ke Coban Pelangi,” Terang Pak Ansyori.
Berbekal kendaraan Jeep, rombongan kami berjumlah 10 orang menuju Coban Pelangi. Tidak ketinggalan Pak Ansyori yang sedari pagi menjadi pemandu. Beliau adalah Pokdarwis dari Desa Wisata Gubugklakah (DWG), Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Coban Pelangi adalah air terjun yang ada di kawasan Gubugklakah dan hasil dari percikan airnya menghasilkan warna semacam Pelangi. Aku semakin antusias menuju lokasi.
Suara Jeep meraung kencang melintasi jalanan, aku dan teman-teman travel blogger berpegang erat pada besi. Jalan tidak terlalu luas ini cukup ramai, banyak Jeep yang saling berpapasan turun dari Gunung Bromo atau sebaliknya. Gubugklalah merupakan desa yang berada di jalur pendakian.
Barisan bukit yang terabadikan sepanjang jalan |
Pemandangan sepanjang perjalanan didominasi perbukitan. Bukit hijau menandakan daerah sini berlimpah mata air. Sejenak aku menatap sisi kanan, barisan bukit disertai jurang menganga. Amat sangat dalam, di tiap sisi terdapat patok-patok berwarna putih hitam sebagai penanda tepi jalan. Aku menghela nafas panjang, menikmati perjalanan dengan keriuhan.
Jeep yang kami naiki memperlambat laju, kemudian mengambil belok kanan dan parkir di tanah lapang merapat di antara beberapa jeep dan mobil yang sudah sedari tadi terparkir. Bergegas kami turun, berkumpul tepat di pintu masuk air terjun. Di sini kami disambut pengelola air terjun berkolaborasi dengan Perhutani. Kami berbincang, foto bareng dan kemudian menyusuri jalanan.
Di gapura terpampang harga tiket masuk, bagi wisatawan lokal dikenai biaya Rp.8000 dan manca sebesar Rp.15.000. Jarak antara gerbang menuju air terjun sekitar 800 meter. Kita bisa berjalan kaki atau menaiki kuda untuk sampai di lokasi. Namun aktifitas berkuda tidak bisa dilakukan setiap hari.
Pintu masuk Coban Pelangi, sudah ada beberapa pengunjung yang datang |
“Kalau berkuda hanya pada akhir pekan saja. Biasanya kalau hari biasa tidak terlalu ramai,” Terang pengelola.
Sesuai dengan keterangan yang ada pada spanduk terpajang di dekat pintu masuk, di sini ada fasilitas seperti warung, mushola, flying fox, area berkemah dan lainnya. Untuk berkemah, pihak pengelola meminta tambahan karcis sebesar Rp.10.000 untuk keamanan dan kebersihan.
Aku dan Ghozali berjalan cepat, menyusuri jalanan yang masih cukup sepi. Warung-warung yang tersebar di berbagai area baru buka. Sapaan para menjual gorengan semacam salam hangat kami dalam berinteraksi. Kami berdua sengaja jalan cepat agar dapat mengabadikan Coban Pelangi dalam keadaan sepi.
Menyeberangi Kali Amprong meniti jembatan bambu |
Menuruni jalan agak lembab, kami terus berjalan sampai bertemu sebuah jembatan bambu. Jembatan ini digunakan untuk menyeberangi anak sungai yang ada di bawah. Tidak besar sungainya, namun airnya terlihat cukup kencang. Kali Amprong namanya, air yang mengalir merupakan hasil dari limpahan Coban Pelangi.
Berada di belahan bukit menjulang tinggi, Coban Pelangi hanya buka sampai pukul 16.00 WIB. Hal ini dilakukan demi keamanan. Selain itu jika musim hujan deras, diharapkan berwaspada. Berbagai hal harus diantisipasi termasuk kiriman air dari atas ke bawah. Menurut pengelola di atas tadi, di sini kadang kita bisa bertemu Kera Hitam dan Babi Hutan.
Aliran Kali Amprong cukup jernih dan bersih |
Suara gemuruh air terhempas terdengar disertai hawa yang makin sejuk. Jalan tanah sedikit licin, aku berhati-hati melangkah. Begitu belokan setapak kulewati, terlihatlah sumber bunyi gemuruh air terjun. Coban Pelangi seakan-akan menyapa kami dengan percikan air yang lembut.
Menjulang tinggi Coban Pelangi. Aku melihat dari jarak agak jauh, sempat kukeluarkan kamera, namun aku masukkan ke malai ke dalam drybag. Aku dan Ghozali berpikir keras di mana spot yang paling aman mengabadikan air terjun tanpa terkena percikan air.
Ghozali membungkus kamera menuju dekat bawah curug, di depannya ada semak-semak yang cukup membantu berlindung. Dia berencana mengabadikan Panorama 360, otaknya berpikir keras mencari tempat yang tepat dan strategis. Yang aku tahu, dia akan membidik setiap sudut sembari memutar badan membentuk lingkaran, tak ketinggalan mengabadikan langit dan tanah yang dipijaknya.
Mengabadikan Coban Pelangi, bear-benar indah |
Aku mengamati sisi kanan, semacam bekas tanah longsor. Sementara sisi kiri tanah liat merah dan basah. Bisa jadi ini sisa longsoran dari tebing. Sedikit tertatih aku menuruni tanah liat yang basah menuju ke aliran air. Baru selangkah saja sandalku sudah terjebak di kubangan. Aku sedikit merangkak dan meniti batang kayu agar sampai bawah.
Perjuangan tidak sia-sia, dari sini aku bisa sepuasnya mengabadikan Coban Pelangi dan sedikit terhindar dari percikan air. Semak rerimbunan berwarna hijau segar ini melindungiku dari terpaan air yang terbang mengikuti angina. Percikan inilah yang membentuk warna pelangi saat terkena terpaan mentari menjelang siang. Sayang hari ini mendung, sehingga tak terlihat kilauan warna pelangi.
Coban Pelangi menjadi objek menarik diabadikan |
Penunggu Coban Pelangi
Coban Pelangi, sebuah air terjun yang cukup tinggi menurutku. Bisa jadi ketinggiannya hampir 90 meter. Guyuran air deras sampai ke bawah. Akses dibangun menuju lokasi air terjun ini sudah lama, bahkan menurut pemandu yang menyertai rombongan kami ke sini, jalanan dibangun sejak tahun 1986.
Ada cerita yang secara turun-temurun berkaitan dengan Coban Pelangi. Menurut cerita, Coban Pelangi ini dijaga seekor ular besar. Masyarakat setempat mengenal ular tersebut dengan nama Ular Gendang. Ular Gendang ini tidak dapat dilihat oleh mata kita, wujudnya berubah menjadi bongkahan batang kayu kering yang ada di dekat Coban Pelangi.
“Masyarakat sekitar mempercayai cerita itu mas. Kayu itu (batang kayu besar kering di dekat air terjun) tidak bergeser sedikitpun sewaktu Coban Pelangi meluap. Dari dulu sampai sekarang, batang kayu itu tidak berpindah posisi sedikitpun,” Terang pemandu sewaktu kami duduk berdua di tepian Coban Pelangi.
“Pengunjung hanya diperbolehkan sampai batas pagar kayu terdekat dari coban, mas. Tidak boleh melebihi batas tersebut. Demi keselamatannya sendiri,” Tambahnya.
Jalan setapak dan berbataskan pagar batang kayu di Coban Pelangi |
Para pengunjung biasanya lebih suka mengabadikan diri berlatarkan Coban Pelangi. Jika mereka ingin bermain air, tempat yang diperbolehkan bermain air adalah di aliran air yang mengalir di Kali Amprong. Air di sini menurutku sangat dingin. Mungkin karena aku terbiasa di Jogja dan lokasinya tidak di ketinggian.
Masih pagi namun sudah banyak pengunjung yang datang. Mereka rata-rata bersama keluarga. Jika dirasa capek jalan, ada spot-spot tertentu yang bisa digunakan untuk istirahat. Pun dengan warung yang tersebar, mereka menjajakan makanan yang bisa menggoda kala hawa dingin menerpa tubuh.
Aku masih berdiri di tepian jalan setapak menghadap ke guyuran Coba Pelangi. Menyaksikan teman lain yang asyik memotret. Coban Pelangi adalah salah satu destinasi alam andalan di Desa Wisata Gugugklakah. Potensi yang tentunya bisa menarik perhatian para wisatawan yang biasanya sekedar lewat untuk singgah. Di Gubugklakah masih ada beberapa Coban yang akan dikembangkan, hanya saja akses jalannya masih belum bagus.
*Rangkaian kegiatan Travel Blogger Explore Desa Wisata Malang (Tagar #EksplorDeswitaMalang) dipersembahkan oleh Forkom Desa Wisata Malang 14 - 17 April 2017.
Desa Wisata Gubugklakah
Desa Gubugklakah, Poncokusumo, Kab Malang, Jawa Timur
Telepon : 0878-5947-8177 (Pak Purnomo Anshori)