Quantcast
Channel: Nasirullah Sitam
Viewing all articles
Browse latest Browse all 749

Kejutan!

$
0
0
Mudik ke Karimunjawa
Mudik ke Karimunjawa
“Ya Allah!! Anakku datang tidak ngasih kabar.”

Belum sempat kuletakkan keril di lantai. Aku langsung mencium kedua tangan emak dan memeluk beliau. Raut wajah beliau masih setengah tidak percaya jika anak lelaki yang jauh dari Karimunjawa kini hadir tepat di hadapannya tanpa memberikan kabar terlebih dulu.
*****
Sehari sebelumnya…

Perjalanan Semarang – Jepara biasanya ditempuh bus selama 2 jam. Kalaupun lebih, paling mentok juga 2.5 jam. Berbeda jika dari arah Jepara ke Semarang, mereka bisa lebih lama karena ngetem (berhenti menunggu penumpang) di banyak tempat. Seingatku, dari arah Jepara, bus-bus tersebut ngetem di Saripan, Pertigaan Gotri, dan Pasar Welahan. Tidak kuhitung yang berhenti di Terminal Demak dan Terminal Pecangan. Sedangkan dari arah Semarang, mereka ngetem di Pertigaan arah Jepara dan Welahan. Hanya saja, bus melaju cenderung lambat ketika masih di area Sayung, Demak.

Sore ini mendadak berubah. Jalanan sepanjang Pecangan – Ngabul tersendat. Bahkan macet total. Kendaraan hanya bisa bergerak tak lebih dari lima meter, lalu berhenti lama. Penyebab macetnya kendaraan ini berpusat di SPBU Ngabul, di sana ratusan orang berkumpul memenuhi jalanan sembari membawa kertas bertuliskan “OM!! TELOLET OM”.
Dokumentasi para penunggu Telolet sehabis magrib di Jepara
Dokumentasi para penunggu Telolet sehabis magrib di Jepara
Fenomena Telolet di Jepara sangat mengagetkan. Setiap sore di sepanjang jalan ada banyak anak yang membentangkan tulisan tersebut. Atau hanya dengan isyarat mengacungkan jempolnya. Bus-bus malam seperti Santika, Bejeu, dan lainnya ditunggu kedatangannya. Gegap-gempita para penunggu Telolet begitu besar, membuat jalan benar-benar macet. Sore ini bus yang membawaku ke Jepara dari arah Semarang membutuhkan waktu 4 jam. Satu jam sendiri dari arah Pecangan – Ngabul yang biasanya hanya dilalui dengan waktu tak lebih dari 15 menit. Luar biasa antusias warga yang ingin mendengarkan klakson bus malam. Bahkan fenomena ini mendunia di minggu lalu. Lihatlah, hampir semua linimasa menuliskan kata “Om Telolet Om”.
*****
Subuh menyapa Jepara, aku masih bergelut dengan selimut. Rasa capek seharian kemarin perjalanan Jogja – Jepara mulai terasa. Enggan rasanya ingin bangun pagi. Aku kembali tertidur untuk beberapa saat.

“Jam berapa kapal ke Karimunjawa, Rul?” Suara tante terdengar dari lantai satu.

“Jam 10 berangkatnya,” Teriakku dari atas.

Mumpung masih pagi, aku berjalan keluar rumah menuju rawa yang tidak jauh dari perumahan di area Tanah Abang, Jepara. Kulihat ke arah timur, mentari masih belum tampak. Semburat cahaya indah. Bergegas aku mengambil kamera yang ada di kamar, lalu berlari menuju Jembatan Cinta Jepara dengan harapan masih bisa mengabadikan Sang Baskara.
Sunrise di Dermaga Cinta Jepara
Sunrise di Dermaga Cinta Jepara
Kolot sekali aku yang sengaja berlari. Harusnya tadi menaiki sepeda sehingga masih bisa terkejar sunrise di sini. Sesampai di lokasi, mentari sudah agak tinggi. Hanya memancarkan cahaya yang silau. Daripada tidak mendapatkan foto apapun, aku lantas mengabadikan sekali saja.

Menjelang siang, aku sudah di dalam kapal penyeberangan Jepara – Karimunjawa. Kapal cepat ini biasanya membutuhkan waktu dua jam untuk sampai di Karimunjawa. Cuaca utara laut Jawa cukup tenang. Kapal tak terombang-ambing gelombang besar. Sepertinya Baratan (Ombak bulan Desember) datang terlambat. Sementara itu penumpang kapal cukup sepi. Mungkin para wisatawan ke Karimunjawa masih takut ombak besar yang biasa datang pada bulan Desember.

Satu setengah jam kapal cepat tak mendapatkan gelombang berarti, Karimunjawa sendiri sudah terlihat jelas. Di sebelah kanan kapal yang kunaiki, Kapal Siginjai juga bersiap sandar di pelabuhan. Tiga puluh menit ini terasa ada ombak agak besar. Gelombang di perairan Karimunjawa agak berbeda dan membuat kapal sedikit terasa oleng.

Gugusan bukit hijau tampak indah dari kejauhan. Namun tak sepenuhnya rimbun hijau, ada beberapa titik yang gersang. Pepohonan di sana ditebang dan dibakar. Nanti akan aku tulis di kesempatan yang berbeda. Turun dari kapal, aku menghampiri Riki yang sudah menungguku di ujung pelabuhan. Motor metik yang kami naiki menyusuri jalanan Karimunjawa. Menyenangkan sekali, jalanan yang dulunya berlubang kini sudan mulus. Tahap perbaikan jalan sudah sampai di Dusun Cikmas, Karimunjawa.

Riki memperlambat laju motor, membelokkan ke kanan jalan memasuki dua rumah yang berjejeran dengan halaman luas. Kakakku sudah menunggu kehadiranku, sedangkan emak tiduran di lantai. Emak masih belum sadar jika aku berada di depan pintu. Beliau malah menyapa Riki yang sudah masuk duluan. Begitu menghadap ke arah pintu, beliau sontak kaget melihatku sudah duduk di sana.

“Ya Allah!! Anakku datang tidak ngasih kabar.”

Belum sempat kuletakkan keril di lantai. Aku langsung mencium kedua tangan emak dan memeluk beliau. Raut wajah beliau masih setengah tidak percaya jika anak lelaki yang jauh dari Karimunjawa kini hadir tepat di hadapannya tanpa memberikan kabar terlebih dulu.

Sungkem pada orangtua adalah keharusan. Lama cium tangan beliau, dan beliau masih tidak percaya jika aku pulang. Tawa panjang menemani siang hari ini. Entah apa yang emak bilang, aku masih tidak fokus. Kupeluk beliau, kurasakan bagaimana kehangatan seorang ibu.

“Biasanya tiap hari jum’at kamu telpon. Dari semalam aku menunggu telpon kok tidak ada,” Kata emak berkaca-kaca.

Jujur, pulang kali ini aku sengaja tidak mengabari emak. Sengaja memberikan kejutan untuk beliau. Bahkan aku juga membawa banyak Apel dan Jeruk untuk dimasukkan ke dalam kulkas. Oya, kulkas itu baru kami miliki karena listrik sudah 24 jam stabil. Dari dulu memang sudah berniat membeli kulkas, tapi kami tangguhkan karena listrik masih 6 jam.

“Kalau tahu kamu datang kan bisa masak dulu. Buat Bubur Kacang Hijau kesukaanmu.”

Senang rasanya bisa memberikan kejutan untuk emak. Sore ini bapak sedang mancing, jadi aku belum sempat bertemu dengan beliau. Tidak hanya emak, keponakanku pun antusias ketika aku pulang. Mereka meminta aku untuk memotretnya. Tahu juga kalau aku bawa kamera.

“Om, foto kami ya!”
Ada enam keponakanku, yang paling kecil dua ini
Ada enam keponakanku, yang paling kecil dua ini
Rasa capek sedikit terasa. Aku merebahkan diri di kamar tidur. Tiba-tiba mendapatkan pesan dari teman.

“Ayo ke bandara, ada Menteri SusiPudjiastuti liburan di Karimunjawa.”

Selang sepuluh menit, teman yang mengirimkan pesan sudah ada di halaman rumah. Kami berdua menuju bandara. Di sana, sudah ada banyak orang Kecamatan dan Desa dibantu Polisi yang menyambut kedatangan Menteri Kelautan dan Perikanan (SusiPudjiastuti). Begitu beliau keluar dari Pesawat pribadi, aku memotretnya. Bu Susi kerap ke Karimunjawa serangkaian kerjanya. Sesekali beliau juga ke sini untuk berlibur.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berlibur di Jepara
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berlibur di Jepara
Berhubung lensa yang kugunakan 10-30mm, jadi terasa jaraknya masih jauh. Aku mengambil lensa 30-110mm, dan memasangnya di kamera. Ada yang ganjal di kamera ini, layar di kamera gelap. Kumatikan kamera, dan menghidupkan lagi. Tetap tampilan hitam saja. Berkali-kali aku coba, tapi tidak berhasil. Kucoba ganti dengan lensa yang satu, bisa normal.

“Ahh, dapat kejutan juga aku. Lensa ini minta jatah diservis.”

Tak masalah meminta uang jajan lensa ini, yang terpenting misiku mengejutkan Emak dan Bapak berhasil. *Kejutan pada hari Sabtu, 03 Desember 2016 ini untuk orang rumah, emak, bapak, kakak, keponakan, dan semua orang yang setia mendoakanku ketika berada di Jogja.
Baca juga tulisan cerpen lainnya 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 749

Trending Articles