Salah satu kegiatanku sepulang dari kantor adalah bersepeda sore. Biasanya aku menyempatkan diri mengelilingi sudut kota Jogja, berbaur dengan pengendara lain yang berlalu-lalang di sepanjang jalan menuju jantung kota. Meliuk-liuk di antara sela kendaraan bermesin yang tersendat di arah lampu merah jalan Gejayan. Rute menuju tengah kota, atau menyusuri seperempat ringroad menjadi pilihanku. Sore ini, aku melakukan aktifitas yang sama. Kukayuh sepeda sembari mencari tempat seperti saat dapat mengabadikan sunset di Jembatan Lempuyangan.
Sempat kurasakan kemacetan di jalan Urip menuju Tugu. Sepedaku cukup gesit untuk menyalip kendaraan bermesin yang padat merayap. Sampai akhirnya aku berhenti di pelataran Pal Tugu Jogja. Rehat dan mengumpulkan tenaga. Aku masih mempertimbangkan menyusuri rute sampai perempatan Demak Ijo, lalu mengambil arah ke Jombor dan balik kos melewati jalan Magelang, atau mencari rute lain yang arahnya sampai ke Alun-alun Kidul.
Memotret Kilau Sunset dari Parkiran Abu Bakar Ali, Malioboro |
Belum sampai kulanjutkan perjalanan, aku teringat Parkir Abu Bakar Ali yang sudah jadi. Di sana bisa untuk melihat sunset. Di grup sepeda sempat ada yang memposting mereka menunggu senja di sana. Bahkan ada yang rela datang subuh dan mengabadikan sunrisedi tempat yang sama.
“Asyik juga kalau menunggu sunset di Parkiran Abu Bakar Ali.”
Lokasi Parkir Abu Bakar Ali, Malioboro yang tak jauh dari Tugu Jogja membuatku lebih santai mengayuh pedal sepeda. Hanya beberapa menit saja aku sudah sampai di rel pembatas arah ke jalan Malioboro. Aku mengikuti jalan yang mengarahkan ke area parkir dan mencari jalan menuju atas.
“Lewat yang sana, mas,” Teriak bapak yang menjaga parkir mengarahkanku.
Kuikuti saja perintah beliau. Sampai kutemukan jalan untuk naik ke atas. Kukayuh sepeda sampai atas. Parkir Abu Bakar Ali ini ada tiga lantai, aku berhasil sampai lantai paling atas. Di sana sudah ada beberapa orang yang sengaja menjadikan tempat ini sebagai spot berfoto. Mereka membentuk kelompok sendiri dan menyebar di area parkir. Sepeda kukayuh sampai di sudut paling barat menghadap ke Stasiun Tugu Jogja. Di sini sudah ada seorang cewek yang juga menantikan senja.
Menunggu senja di atas parkiran Malioboro |
“Sendirian mbak?” Sapaku membuka obrolan.
“Iya mas. Wah enaknya bisa sepedaan sore,”Balasnya tersenyum.
Dari obrolan ini, aku mengetahui namanya adalah Anggi. Cewek yang memanggul ransel, dan ditangannya sebuah DSLR Canon. Sembari menunggu sunset, kami asyik berbincang panjang lebar. Anggi bekerja di salah satu instansi di Purwokerto. Dia asli Jogja, dan baru mudik dari tempat kerja. Katanya, melihat cuaca sore ini yang cerah, akhirnya dia sempatkan menunggu sunset sebelum pulang ke rumah. Awalnya, kupikir dia adalah salah satu wisatawan yang singgah di Jogja dan sengaja ingin mengabadikan senja di jantung kota.
Kereta Api di jalur rel Stasiun Tugu |
“Sudah mulai bagus mas mataharinya,” Kata Anggi.
“Oya!?” Aku tersadar dari lamunan yang singkat.
Kutatap kembali ufuk barat. Benar saja, mentari indah terlihat dari sini. Jelas tampak bagaimana cahaya mentari berpendar, warna jingga menyebar di ufuk barat. Cuaca sore ini berpihak pada kami. Tidak ada mendung yang menghalangi, apalagi bangunan hotel yang menjulang tinggi seperti sepanjang jalan Mangkubumi. Aku dapat menyaksikan bagaimana mentari sore ini bulat nan indah. Di tengah kota Jogja, aku rasa ini adalah sunset terindah yang kulihat. Jauh lebih indah daripada yang kusaksikan waktu di Jembatan Lempuyangan. Tentu di sini aku bisa lebih bebas bergerak dan mencari posisi yang menurutku paling strategis.
Pemandangan sunset yang indah kala cuaca cerah |
“Indah banget mas. Baru sadar aku kalau dari sini bisa lihat sunset dengan sempurna.”
Setia menantimu, senja |
Tanpa kusadari, semakin banyak orang yang juga menyaksikan sang surya ingin terlelap di sini. Mereka mengabadikan dengan smartphone yang dimilikinya. Tak jarang aku harus bergeser, membiarkan orang lain menempati posisiku tadi agar dapat mengabadikan mentari sore hari. Nyatanya, sore ini sang surya benar-benar tak merasa malu menampakkan keindahan bentuknya yang bulat.
Warna jingga membias di ufuk barat sudut kota Jogja |
Adzan magrib berkumandang dari masjid terdekat. Aku masih terpaku melihat sunset itu bergerak terbenam di antara awan yang ada di bawah. Kulangkahkan kaki menuju sudut lain, lalu mengabadikannya kembali. Sebuah ujung bangunan di sekitaran temoat parkir Abu Bakar Ali yang menyerupai puncak masjid menarik bagiku. Kuabadikan mentari tersebut. Lambat laun, dia mulai terbenam. Hanya terlihat sepenggal saja dari atas parkiran.
Sang Surya membenamkan diri di ufuk barat |
Jogja memang menawarkan banyak keindahan di tiap sudutnya. Termasuk bagaimana keindahan senja di tengah kota yang penuh cerita ini. Jika kalian ingin mengabadikan senja dari jantung kota Jogja, berjalanlah ke Parkiran Abu Bakar Ali, dan tunggu di ujung barat. Di sana nanti kamu bisa melihat apa yang kuabadikan sembari berharap cuaca cerah.
Kutinggalkan area parkir dengan mengayuh sepeda, bahkan aku sampai lupa berpamitan dengan Anggi yang masih menatap senja. Kulewati para penjaga parkir dengan menyapa mereka. Sepeda tak dikenai biaya, sementara kendaraan roda dua dikenai biaya sekitar Rp. 2000. Aku bergegas menuju Masjid Kepatihan Malioboro dan menunaikan ibadah sholat magrib.
“Terima kasih senja. Aku dapat menikmati keindahanmu di kota romantis ini. Kota yang banyak orang bilang jika setiap sudutnya adalah indah dan penuh kenangan.”*Memotret senja di tengah kota Jogja pada hari Kamis, 04 Agustus 2016.
Baca juga tulisan bertema Alam lainnya