Kaki-kaki kecilku terus melangkah, kali ini tujuan langkahku adalah Shopping. Sebuah pasar buku tradisional yang ada di dekat Malioboro. Lokasi tepatnya di jalan Sriwedani, tempatnya pun berdampingan dengan Taman Pintar serta Taman Budaya Yogyakarta. Aku sengaja ingin mengunjungi pasar ini, niatku tentu hanya ingin menulis bagaimana ramainya orang yang berkunjung untuk membeli buku di sini.
![]() |
Jalan Sriwedani Yogyakarta |
Tentu bagi kalian yang sudah lama tinggal di Jogja mengerti bagaimana kondangnya “Shopping”, bagi para pemburu buku lama, sampai yang terbaru pun ada di sini. Jangan tanyakan keasliannya, di sini hampir semua koleksi tidak asli. Ya, aku tidak tahu apakah ada koleksi yang benar-benar asli di sini. Geliat para pemburu koleksi maupun penjual sudah terlihat walau hari masih agak pagi. Lapak-lapak penjual buku pun sudah terbuka, para penjual pun terlarut dengan aktifitasnya.
Sesampainya di depan gerbang, terlihat sebuah tulisan besar “Taman Pintar Bookstore” megah di hadapanku. Aku langsung memasukinya, setiap sisi kanan-kiri berjejeran lapak yang menjual berbagai buku. Tumpukan koleksi buku tercecer begitu saja, tangantangan para pengunjung menjamahnya sedikit dari koleksi yang dipajang. Sementara itu, aku sengaja melangkahkan kaki menuju lantai dua. Sapaan khas para penjual buku pun saling bersahutan ketika melihatku berjalan seraya melihat kanan-kiri.

![]() |
Shopping terlihat dari jalanan |
“Mari mas/mbak, cari buku apa?”
Di lantai dua, aku menuju salah satu lorong yang dipenuhi para pengunjung. Di sini aku ikut melihat-lihat koleksi yang dipajang. Entah dipajang model susunan di lantai, atau yang tertata rapi di atas-atas rak. Pokoknya tumpah ruah menjadi satu. Jadi kalau misalnya kalian ingin membeli buku, kalian harus mempersiapkan benar-benar judulnya apa dan pengarangnya siapa. Kalau tidak, kalian akan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkannya. Atau kalian dapat bertanya pada para penjual, mereka pasti lebih cepat tahu buku yang kalian cari.
Keriuhan para pembeli saat menawar pun kudengar, bagaimana lobi antara penjual dengan pembeli kental terasa. Ya, tak ubahnya pasar sembako; buku-buku ini pun dijual dengan tawar-menawar.

![]() |
Tumpukan koleksi novel di Shopping |
“Kalau yang kecil itu 45 ribu, aku beri diskon jadinya 35 ribu. Kalau beli dua bisa 60 ribu,” Terang sang penjual seraya meyakinkan calon pembeli.
“Nggak bisa kurang lagi, bu?” Gadis belia ini masih berusaha menurunkan harga koleksi yang diicarnya. Dua buah koleksi novel yang cukup dikenal, dan aku pun sudah membaca koleksi tersebut. Tawar-menawar terlihat sedikit alot. Kemudian sang penjual pun mengalah. Senyum sumringah si gadis kecil seraya membawa kedua koleksi yang diincarnya sudah berhasil ia dapatkan.
“Mas-nya cari buku apa?” Tanya sang penjual ke arahku.
Aku tergagap, tak bisa kuucapkan satu judul koleksi yang sudah pernah kubaca. Saking kalutnya, aku pun hanya membalas “Buku Sejarah ada, bu?”
“Sejarah apa? Ada banyak buku sejarah yang di sini,” Jawab beliau seraya melayani pengunjung yang lain.
Mataku melirik ke arah tulisan yang terpajang di dinding. Di sana ada daftar koleksi judul beserta penulisnya. Ada DN. Aidit, Soe Hok Gie, Tan Malaka dan lainnya.“Yang seperti karya Soe Hok Gie atau Tan Malaka, bu,” Celetukku coba memancing. *Mohon maaf, dibagian daftar tulisan buku sengaja aku blur, karena di sana tercantum nomor hp orang lain.

![]() |
Sedikit koleksi di Shopping |
“Oh yang seperti itu, ada kok. Sebentar ya.”
Tidak perlu waktu lama, sang ibu penjual mengambil koleksi yang aku maksud. Di antara selipan koleksi yang terpajang, beliau menaruh koleksi seperti itu di belakangnya. Akhirnya ada banyak koleksi yang kulihat. Tan Malaka, DN. Aidit, Soe Hok Gie, dan banyak lagi. Aku pun hanya melihat satu demi satu.
“Kemarin sih banyak, tapi ada seseorang yang memborongnya. Jadi tinggal koleksi ini,” Ujar beliau meyakinkanku.
Aku seperti terjebak dilorong tumpukan buku ini. Dalam hati ingin secepatnya keluar, karena memang aku tidak berniat membeli. Namun usahaku tersebut agak terhambat, tidak enak rasanya pergi dan melihat sang penjual paling tidak menggerutu oleh tingkahku. Sampai akhirnya, datang dua perempuan yang mendekati lorong kami.
“Bu, buku Biokimia ada?” Tanya salah satu di antaranya.
“Ada.”
Begitu sang penjual bilang ada dan mencari koleksi tersebut, aku langsung mengambil langkah seribu untuk menghilang dari lorong-lorong tersebut. Semoga dua perempuan tadi membeli buku, tidak sepertiku yang hanya bertanya; lalu menghilang tanpa permisi. Aku pun melangkahkan kaki keluar dari area pasar Shopping untuk sejenak istirahat, napas ini sedikit terganggu karena terlalu lama terkena pengapnya lorong dan bau tumpukan buku. *Kunjungan ke Pasar Buku Tradisional Shopping ini pada tanggal 17 Oktober 2015.
Baca juga cerita lainnya